Rabu, 29 Oktober 2008

Awas, aksi pialang 'hitam'

Maksud hati menjadikan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) tempat berdagang kontrak berjangka komoditas dan menjadi sarana lindung nilai, yang justru marak adalah?? transaksi valuta asing (valas) dan indeks saham asing.

Transaksi komoditas berjangka dengan underlying komoditas primer di BBJ mempunyai payung hukum yang jelas yakni UU No.32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Keputusan Presiden No.119/2001 tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka.

Sayang disayang justru yang memegang kendali adalah transaksi valas dan indeks saham asing. Padahal dua instrumen itu tidak ada dalam dua suprastruktur tersebut. Transaksi miliaran rupiah itu hanya dilegalkan dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komodti (Bappebti) No.55/2005 yang kemudian direvisi menjadi No.58/2006 mengenai transaksi valas dan indeks saham asing melalui sistem perdagangan alternatif (SPA)

Perdagangan valas melalui SPA inilah yang menuai banyak kecaman dari berbagai pihak lantaran belum ada payung hukum yang kuat untuk melindungi nasabah. Hal itu mendorong pialang berbuat 'nakal' dalam transaksi valas. Imbasnya nasabah dirugikan.

Sepanjang 2006 hingga pertengahan tahun ini Bappebti telah menerima lebih dari 200 pengaduan dari para nasabah dari 64 pialang.

Namun baru 20% yang berhasil diselesaikan Bappebti dengan total pengembalian hingga Rp12 miliar. Sisanya masih diproses, ditindaklanjuti, menggantung, atau bisa jadi tidak diurus.

Salah satu yang mengalami nasib sial adalah Dedi. Dia mulai tertarik menanamkan modalnya ke salah satu perusahaan pialang yang sempat dibekukan oleh BBJ.

Pada 7 Maret setahun yang lalu, dia diajak dua rekannya mengikuti presentasi yang dilakukan oleh senior business manager (SBM) dan overseas consultant (OC) pialang tersebut. Saat penjelasan sebelum dimulainya simulasi transaksi, baik SBM dan OC menyatakan transaksi nanti akan selalu profit dan tidak mungkin merugi.

"Alasannya sih sistem dari mereka [pialang] sudah memproteksi agar investor atau klien tidak mungkin merugi, hanya saja investasinya harus besar, kalau kecil susah dapat keuntungan yang besar," ujarnya.

Singkat cerita dari simulasi yang diatur sedemikian persuasif itu akhirnya para nasabah termasuk dirinya tergiur untuk berinvestasi dan diminta menyetorkan dana keesokan harinya pada 8 Maret.

Pihak pialang juga mengatakan dana akan disimpan di segregate account atau rekening terpisah melalui bank yang sudah ditercatatkan di Bursa dan Kliring. Anehnya, kata Dedi, surat perjanjian (agreement) masih kosong sementara dana sudah ditransfer.

Siapa nyana selama proses transaksi, seringkali OC dan SBM memberikan informasi dan petunjuk mengarah pada kerugian. Sementara apabila transaksi Dedi berpeluang profit maka sistem komputer selalu delay beberapa menit sehingga tetap saja merugi. Buntutnya, dia kehilangan Rp100 juta.

Nasib yang sama dialami Dwi. Pada 12 Juli tahun lalu dia menyetorkan US$30.000 ke rekening terpisah Bank Niaga. Dengan iming-iming akan mendapat bonus PDA (personal data assistant), dia diminta menyetorkan dana lagi US$30.000. OC saat itu mengatakan data dapat diambil kembali sewaktu-waktu dan tidak diikutsertakan dalam transaksi. Tidak diduga OC dan SBM melakukan transaksi di luar kesepakatan sehingga klien mengalami kerugian.

Dua kisah ini merupakan sekelumit dari ratusan aduan yang masih terkatung-katung. Lembaga Perjuangan Hak Konsumen Indonesia (LPHKI) mencatat hingga bulan ini sudah ada 66 pengaduan dari tujuh perusahaan pialang berjangka. Lalu bagaimana kita sebagai calon investor mengamankan dana di bursa berjangka? (redaksi@bisnis.co.id)

Dikutip dari Bisnis Indonesia Minggu (BIM), edisi 3 Agustus 2008

Selasa, 28 Oktober 2008

Info buku

Telah Terbit! (Beli sendiri ga boleh minjem)he2
THREE CUPS OF TEA
Greg Mortenson & David O. Relin
Hikmah 2008
666 hlm


Seorang pendaki gunung, Greg Mortenson, dibawa nasib ke pegunungan Karakoram yang gersang di Pakistan setelah gagal mendaki puncak K2, gunung tertinggi kedua di dunia. Tersentuh oleh keramahan penduduknya, dia berjanji untuk kembali dan membangun sebuah sekolah.

Three Cups of Tea berisi mengenai kisah pemenuhan janji tersebut, beserta hasilnya yang mencengangkan. Ya, selama satu dekade berikutnya, Mortenson telah membangun tak kurang dari lima puluh satu sekolah—terutama untuk anak-anak perempuan—di lingkar terluar daerah terlarang rezim Taliban. Kisahnya adalah sebuah petualangan seru sekaligus kesaksian akan kekuatan semangat kemanusiaan.

“Mencekam dan memesona, dengan penggambaran memikat baik tentang kekerasan maupun persahabatan yang terdengar mustahil. Buku ini akan menawan hati banyak pembaca.”
—Publishers Weekly

“Menggetarkan… bukti bahwa seorang biasa, dengan kombinasi karakter dan kemauan yang tepat, bisa benar-benar mengubah dunia.”
—Tom Brokaw, mantan penyiar NBC

“Misi Mortenson begitu menakjubkan, pendiriannya tak tergoyahkan, wilayah yang digarapnya begitu eksotis dan perhitungan waktunya pun tepat.”
—The Washington Post

“... mengandung amat banyak hal tentang kesalahan Amerika di Afghanistan.”
—The New York Review of Books

“Pembaca yang tertarik pada sudut pandang baru tentang kebudayaan serta usaha pembangunan di Asia Tengah akan menyukai cerita luar biasa tentang perintis kemanusiaan ini.”
—Booklist

Senin, 20 Oktober 2008

Menanti bursa berjangka aman bagi investor

Perusahaan pialang yang dicabut izin keanggotaan
Pialang No. izin usaha Masa pencabutan
PT Piranti Jaya Artha Futures 531/Bappebti/SI/XI/2007 September 2005
PT Dea-U Trade futures 495/Bappebti/SI/X/2004 Desember 2006
PT Sentra Artha Futures 858/Bappebti/SI/I/2006 Juli 2007
PT Total Asia Futures 839/Bappebti/SA/12/2005 Juli 2007
PT Fortune Channel Futures 342/Bappebti/SI/IV/2004 Juli 2007
PT Artha Berjangka Nusantara 70/Bappebti/SI/XII/2000 Juli 2008
PT Graha Finesa Berjangka 334/Bappebti/SI/III/2004 Juli 2008
PT Cayman Trust Futures 645/Bappebti/SI/IV/2005 Oktober 2008

Sumber: Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)

Bukan harga komoditas yang sebagian besar anjlok yang mendominasi pemberitaan bursa komoditas berjangka di Tanah Air, melainkan prilaku perusahaan pialang berjangka yang dinilai merugikan nasabahnya.

Perilaku negatif perusahaan pialang berjangka terhadap nasabahnya itu menyebabkan jumlah perusahaan pialang yang terdaftar di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) kian menipis.

Pencabutan dan pembekuan izin keanggotaan yang terbaru diambil BBJ pada Jumat, 10 Oktober 2008 dengan alasan yang sama, merugikan nasabah. Dua pialang yang kena sanksi itu adalah PT Cayman Trust Futures dan PT Quantum Futures. Sampai dengan bulan ke-10 tahun ini, BBJ terhitung sudah mencoret keanggotaan tiga perusahaan berjangka.

Pembekuan izin keanggotaan merupakan peringatan keras sebelum BBJ mengeluarkan perusahaan pialang itu dari bursa berjangka. Biasanya jika dalam waktu 30 hari setelah surat pembekuan itu dikeluarkan, perusahaan pialang yang dituju tidak memperbaiki diri maka keputusan pencabutan izin muncul.

Pada 10 Oktober itu, BBJ mencabut keanggotaan Cayman Trust dan membekukan Quantum Futures. Alasannya tentu tidak sepele, audit bersama BBJ dan Kliring Berjangka Indonesia (KBI) menemukan pelanggaran berat perusahaan itu berupa penggunaan dana nasabah untuk operasional perusahaan.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebagai pemegang otoritas bursa menindaklanjuti keputusan BBJ dengan mencabut izin usaha Cayman Trust No. 645/2005 melalui Surat Keputusan Kepala Bappebti No. 483/SA/7/2008.

Lalu apa yang dilakukan Quantum Futures hingga menambah deret panjang jumlah pialang yang dibekukan? Ternyata dalam laporan BBJ, Quantum Futures disebutkan memanipulasi data laporan bulanan kepada Bappebti, BBJ, dan KBI. Namun, Gamal Putra, Presiden Quantum Futures, membantah hasil audit tersebut dan mengklaim perusahaannya tidak pernah mendapat komplain dari nasabahnya.

Jumlah perusahaan pialang berjangka yang tercantum dalam situs Bappebti mencapai 79 perusahaan. Namun, setelah pencabutan izin usaha jumlah perusahaan pialang berjangka di Bappebti hanya 72 perusahaan.

Untung besar
Mengapa ada banyak penyelewengan dana nasabah? Kenapa ada perusahaan yang melakukan pelanggaran? Apabila diamati, futures trading atau perdagangan berjangka memang menawarkan banyak alternatif sekaligus keunggulan dibandingkan dengan 'bermain' di lahan lain seperti reksa dana dan saham.

Fasilitas margin dan leverage misalnya memungkinkan nasabah cukup memanfaatkan sebagian kecil dananya untuk bertransaksi dengan nilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Sayangnya, fasilitas ini juga memicu peluang terjadinya kerugian besar dalam sekejap. Modal yang dibutuhkan relatif kecil. Leverage yang ditawarkan mencapai 1:1000 yang berarti investor dapat menjual dan membeli hanya dengan menyediakan 1% dari dana yang dibutuhkan sebagai jaminan.

Dari sini terlihat potensi untung besar yang biasa disebut return on investment yang tinggi. Hal yang sering dilupakan adalah keuntungan yang tinggi sebanding dengan risiko yang besar.

Investor memang seharusnya berkuasa penuh dan bertindak secara aktif terhadap investasinya dan broker mengemban tugas memberi saran dan masukan. Namun, beberapa broker justru melanggar ketentuan dan menipu nasabah. Praktik ini yang memicu pembekuan dan pencabutan pialang.

Meski gelombang pembekuan dan pencabutan izin belum tentu reda, optimisme perlu dibangun karena begitu banyak pencari nafkah di bursa berjangka.
Lagipula industri perdagangan berjangka semestinya bermanfaat bagi pengembangan perekonomian di Tanah Air. (redaksi@bisnis.co.id)

Ditulis oleh M. Tahir, dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, edisi 15 Oktober 2008

Selasa, 07 Oktober 2008

PUiSi kontemplasi, by jalang

di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tunjukkan perahu ke pangkuanku saja."

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia iseng sendiri.


Cintaku Jauh di Pulau
oleh si Binatang Jalang
Chairil Anwar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu