Senin, 22 Desember 2008

Belu, satu potret kala Ultah NTT

(Memperingati 50 tahun NTT pada 20 Desember 2008)

Bau kotoran kambing menusuk hidung, sangat terasa, tetapi sepertinya tidak ada yang peduli dengan keadaan sekolah itu. Dinding gedung SD Katolik Malaka Tengah di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste nyaris itu ambruk. Kondisinya tidak jauh berbeda seperti divisualisasikan dengan gemilang dalam film Laskar Pelangi.

Begitulah penuturan salah seorang guru wanita, yang tak bersedia mengungkapkan indentitasnya, kepada Antara, pekan lalu. Sebuah cerita yang layak dikonsumsi oleh pemimpin bangsa.

"Saya malu untuk menjelaskan keadaan sekolah ini. Jika siang hari gedung reot digunakan untuk kegiatan belajar dan mengajar, malam harinya menjadi tempat berteduh binatang seperti kambing dan sejenisnya," keluhnya.

Miris memang, tetapi kenyataanya memang demikian. Saat Provinsi NTT merayakan ulang tahun emasnya ke 50 tahun pada 20 Desember, ternyata kondisi pendidikan di daerah, khususnya di kabupaten Belu dengan angka kemiskinan di atas 60% itu tidak berbeda jauh dengan 50 tahun ke belakang.

Kondisi itu diperparah dengan isu tidak sedap yang menimpa sang Bupati, Joachim Lopez. Dia dituduh menyimpangkan keuangan daerah untuk kemenangan Pilkada putaran kedua pada 11 Desember. Jika benar tuduhan itu, maka benarlah bahwa hati nurani telah mati, terkubur lahan tropis Belu, lindap ditelan angin gunung Ile Boleng.

Pertengahan Oktober, pemerintah melalui Kementerian Negara PPN/Bappenas bahkan menggandeng 10 lembaga PBB untuk meningkatkan pembangunan di NTT, khususnya Kabupaten Belu. Tetapi sepertinya belum membuahkan hasil dan memang perlu kesabaran memang. Belu adalah satu saja contoh untuk refleksi 50 tahun provinsi tercinta ini.

Jika pendidikan disepelekan sedemikian rupa, entah apa jadinya kualitas sumber daya manusia (SDM) daerah. Mau jadi apa putra-putra bangsa kalau dalam 50 tahun usia ini belum mampu berteriak...”Hilangkan kemiskinan kami...Tingkatkan kualitas pendidikan....Enyahlah busung lapar..”

Bagaimana pintar bisa melekat dalam diri kalau asupan gizi putra daerah tidak tercukupi. Masyarakat NTT. Lebih baik miskin harta dari pada miskin ilmu. Orang pintar bisa tahu orang bodoh karena dia pernah bodoh. Sebaliknya pernahkah orang bodoh tahu orang pintar? begitu ungkapan klasik pemikir romawi.

Nyatanya, jangankan mengkonsumsi daging ayam untuk memacu otak lebih agresif melimat rumus ilmu dan etika. Untuk ukuran mengkonsumsi telur ayam saja NTT masih kurang. Padahal telur ayam juga sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling sempurna dalam pembentukan gizi dan kecerdasan otak manusia.

Tidak ada yang berharap akan muncul Nirmala Bonat kedua, ketiga, keempat, bahkan keseratus. Tidak ada pula yang berharap NTT akan terkungkung terus dalam kesemrautan masalah pendidikan.

Kondisi prihatin seakan terus datang. Jumlah guru yang berpendidikan S1/D4 hanya tercatat 9.800 orang, atau 19,4 persen dari total 50.521 guru yang tersebar di 20 kabupaten/kota di NTT. Yang terbanyak justru guru dengan tingkat pendidikan SLTA yang mencapai hampir 50%.

Masyarakat butuh potensi-potensi pintar seperti Samuel Sampe, murid SDK St. Maria Assumpta-Kupang dan Yulian AW Purba dari SD Kristen Tunas Bangsa-Kupang yang merebut medali emas pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang IPA di Makassar. Masyarakat butuh jaminan pendidikan untuk anak-anakknya, entah nanti kepintaran apa yang diraih, baik science maupun art..

Luas wilayah daratan NTT mencapai 47.349,9 km2 dan luas wilayah perairannya sekitar 200.000 km2. Kaya akan ikan, komoditas pertanian seperti kacang mete, kopra, dan lainnya. Itu saja memang tidak cukup tanpa ada SDM yang mampu mengejawantahkan pola pikir ke dalam anugrah Ilahi pada alam NTT.

Jangan sampai ada lagi miliaran rupiah dibuang percuma untuk membangun rumah jabatan Walikota, padahal tidak ditempati seperti yang terjadi pada Walikota Kupang Daniel Adoe. Dari pada mubazir, mending dananya dialokasikan untuk pendidikan selayaknya atau buat petani di bantaran Sungai Noelmina, yang padinya hanyut terbawa banjir, pekan lalu.

Memperingati 50 tahun NTT, saya selaku putra daerah, yang belum menjadi apapun, hanyalah buih kecil di lautan Adonara, mengharapkan provinsi ini bisa terlepas dari masalah yang selalu melekat padanya. Sonde ada lagi penderitaan....kemiskinan...rendahnya pendidikan...lapangan kerja...

Semoga Pak Frans Lebu Raya, Gubernur NTT, bisa lebih baik lagi dalam membangun provinsi ini. Salam.

Gambar: olkes D/CIS Timor

Entri Populer

Penayangan bulan lalu