Rabu, 14 Juli 2010

Sahabatku Bukan Teroris

Oleh Taher Saleh

Selepas berenang, saya langsung meluncur ke rumah seorang kawan ketika di kampus dulu. Nostalgia sambil silaturahim. Sampai di sana, makanan lezat dari kampungnya sudah menanti, lalapan kangkung. Hmm, aromanya enak sekali apalagi dicampur sambal , langsung saja digarap.

“Her makan nih, enak banget gue aja doyan banget nih…Shhh..[desah kepedesan],” cerocosnya tak sabar menghabiskan lalapan kangkung yang masih hangat.

Saya mengenalnya sebagai kawan yang baik, sholeh, setia kawan, pintar, hafiz beberapa juz Al-Quran, dan lumayan flamboyan di mata wanita. Sebut saja namanya H, dia adik kandung dari Fajar Firdaus, terdakwa kasus terorisme yang kini mendekam di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur menunggu divonis.

Saya memang sudah lama tak main ke rumah H sejak peristiwa penangkapan kakaknya Oktober silam. Kini, dalam persidangan, sang kakak bersama bersama Afham Ramadhan dan Sonny Jayadi dituntut 7 tahun penjara karena menyembunyikan Saifudin Zuhri (SZ).

Ketiganya terbukti memberi kemudahan dan bantuan kepada sang perekrut bomber Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton Kuningan itu dengan mencari kos Jl Semanggi di RT 2/3, Ciputat. Di lokasi dekat Kampus UIN itulah, tangan kanan Noordin M Top itu akhirnya menjadi almarhum ditembus peluru panas Densus 88 Anti Teror Mabes Polri.

"Mereka melanggar Pasal 13 b UU No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Yang meringankan adalah mereka masih muda, kooperatif, dan menyesali perbuatannya," kata Ferry Tas, Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan seperti dikutip Detik.Com pada 5 Juli lalu.

Sambil mengunyah, ingatan saya pun meluncur deras pada Sabtu 10 Oktober tahun lalu saat membaca Harian Radar Bekasi milik Jawa Pos Grup. Salah satu beritanya menurunkan silsilah keluarga Fajar Firdaus dari garis ibu yang menyambung dengan SZ, pamannya. Tak hanya itu, dari mulai sekolah dasar hingga kuliah S1 Fajar juga didedahkan habis-habisan.

Dan seperti bola liar, berita tak mandek di Bekasi, tapi dikupas habis-habisan oleh media nasional seperti Kompas , Bisnis Indonesia, Seputar Indonesia, dan Media Indonesia. Yang terpikirkan saat membaca berita itu adalah Fajar lain, ternyata perkiraanku salah. Dia memang Fajar Firdaus yang aku kenal, kakak dari H, bapak dua anak, dan pemiliki motor Suzuki Thunder.

“Iya her, Fajar ditangkep, tapi plis lo jangan buat berita di koran lo ya sebagai teman ngerti kan?” pintanya serak-serak basah seperti menangis ketika saya mencoba mengkonfirmasi betulkah itu Fajar yang dimaksud itu kakaknya.

“Dia emang bilang belakangan ini kayaknya dikuntit Her,” cerita H dan membuat saya makin pensaran tapi tak mungkin kisahnya aku korek lewat telepon.

H terus saja menangis, menceritakan ketidakjelasan keberadaan kakaknya setelah diciduk. Tentu keluarganya sangat khawatir, takut membayangi, bagaimana keadaan Fajar, apakah dipukuli Densus atau bagaimana. Lalu bagaimana dengan citra keluarga yang dikenal baik, apakah mereka akan dicemooh?

Kadang saya masih tak percaya, rumah yang seringkali saya singgahi dahulu itu ternyata pernah disinggahi SZ. Saya mengenal Fajar sejak bekerja di salah satu lembaga. Fajar dari Psikologi UIN, sementara saya dari Konseling UIN.

Dalam perkembangannya saya jarang ketemu Fajar, terakhir mungkin saat membeli helm di sebuah toko di bilangan Jl. KH Agus Salim Bekasi. Selanjutnya saya lebih akrab dengan adiknya. Mungkin karena sama-sama bujangan.

Ketika kami, saya dan H, bekerja di lembaga tes psikologi pun kami selalu bekerja sama untuk tes psikologi dari TK sampai SMA, diskusi di rumahnya dan makan bersama, tak ada pretensi keluarga ini keluarga teroris. Bahkan kedua orang tuanya baik, sangat baik bahkan.

Yah namanya hidup, setiap orang tak bisa memilih ingin punya saudara siapa, begitupun H dan Fajar. Mereka juga jujur tak ingin kerabatnya menjadi pembunuh yang mengatasnamakan agama. Namun takdir Allah yang berbicara, dan Fajar, sebagai keponakan tentu bermain dengan hati nurani ketika membantu pamannya sekadar untuk bersembunyi.

Kini biarlah proses hukum berjalan sesuai koridornya karena kasian melihat masa depan dua anak Fajar yang sedang bertumbuh tanpa kasih sayang ayah. Kawan, semoga ini cepat berlalu ya.Amin.

“Woi. Begong aja loh, abisin lalapnya.. nyokap gue da masak tuh, enak kan?” ujar H memecah lamunan saya tentang Fajar.

Belum habis kunyahan terakhir, sekonyong-konyong muncul keponakan H, putra pertama dari Fajar Firdaus. Lucu, rambutnya agak ikal dan agak berani menghampiri orang baru.

“De’ ini kenalin om taher, temennya Abi,”

***

14/07/10

Foto: www.muhamadjabir.wordpres.com

Senin, 12 Juli 2010

Wawancara Imajiner, pentahbisan

Oleh Taher Saleh

Spanyol akhirnya ditahbiskan sebagai Juara Piala Dunia 2010 setelah pada final tadi malam mengalahkah Belanda dengans skor 1-0 berkat gol tunggal Andres Iniesta pada pertambahan waktu kedua. Seperti dugaan semula, anak asuhan Vincente del Bosque ini mampu menguasai jalannya pertandingan sejak babak awal meski kelincahan sayap Belanda Arjen Robben berkali-kali merusak pertahanan kanan la furia roja.

Spanyol berhasil mengawinkan gelar Piala Dunia 2010 dengan Piala Eropa 2008 dan menjelma menjadi tim terbaik dunia, terbaik dari sisi pertahanan, lini tengah, dan ketajaman insting penyerang Spanyol.

Meskipun tim favorit saya adalah Argentina yang ‘dilibas 0-4 oleh Tim Panzer Jerman, yah mau tak mau mesti ada pilihan alternatif demi kelangsungan menyimak pertandingan hingga Piala Dunia berakhir maka Spanyol-lah terpilih. Pilihan yang tepat.

Tak menunggu lama, setelah turun dari tribun Soccer City Johannesburg, Saya akhirnya berkesempatan mewawancarai para punggawa Juara Dunia a.l Vicente del Bosque (pelatih), Andres Iniesta (gelandang, pemain terbaik), dan Sergio Bosquet (gelandang) yang sedang berdiri bersamaan dikerubungi pemain lain. Berikut wawancara imajiner yang disarikan secara bebas dari situs resmi FIFA:

Sebelumnya saya ucapkan selamat jadi Juara Dunia ya Pak, gimana perasaanya nih Pak Vicente?

Gracias, Ini adalah kenangan tak terlupakan. Kami harus memberi selamat kepada lawan yang begitu membuat kami kesulitan. Final adalah segala hal tentang sepakbola menyerang dan kedua tim berupaya bermain selayaknya. Ada perasaan bahagia di ruang ganti saat ini, sulit deh diungkapkan dengan kata-kata.

Ada bonus dan hadiah dari FIFA gede tuh Pak, US$30 juta?

Tentu itu adalah hal yang pantas, tentunya saya ingin mengucapkan rasa terima kasih pada fans Spanyol atas dukungan, mereka bahagia sebagaimana para pemain juga bahagia.

Untuk Bung Iniesta, gimana pertandingan tadi?

Sulit untuk dimasukkan dalam kata-kata ya de’, bagaimana rasanya memenangkan Piala Dunia ini. Untuk memenangkannya begitu luar biasa. Ini tidak datang dengan mudah dan saya masih tidak percaya kalau bisa menjadi pencetak gol tunggal.

Tapi peluang Bung banyak sekali, kenapa sulit sekali?

Saya senang berhasil mencetak satu gol tak apa. Saya sudah mengerahkan kemampuan saya dan skor bukan menjadi tujuan terpenting bagi tim kami. Momen merayakan ini ini akan selalu diingat dan saya ingin segera pulang menikmatinya.

Untuk Bung Bosquet, Robben bermain sangat baik. Apa pendapat bung?

Kami sudah menunggu seumur hidup untuk ini. Kami sudah berusaha keras sejak awal. Pemain-pemain Belanda sangat kuat dan kami bisa mengatasi mereka. Juara ini adalah untuk mereka, keluarga saya dan teman-teman, orang-orang yang tidak bisa di sini. Ini adalah untuk mereka. Ada saat-saat hari ini ketika kami tidak sendiri tapi kami berhasil menang pada akhirnya. Aku masih tidak percaya….

Sebelum pertanyaan selanjutnya meluncur, ratusan wartawan lainnya pun seperti kerasukan setan katalan mengerubungi kami berempat. Vicente, iniesta, dan Bosquet bak kue yang dihinggapi ribuan serangga. Wawancara pun berakhir...

(Semoga pada Piala Dunia 2014 di Brasil, Argentina bisa juara)

Foto: www.fifa.com

Entri Populer

Penayangan bulan lalu