Selasa, 14 Desember 2010

Debt Collector Multifinance


Ada Preman di Multifinance
Oleh M. Tahir Saleh

SEBUAH mobil patroli polisi bernomor 71300-VII tanpa awak terparkir di depan halaman Blok B-34 Ruko Cempaka Mas Jakarta pada siang Jumat pekan lalu.

Di belakangnya, kantor cabang PT Oto Multiartha tiga lantai itu nampak rusak berat dan dililiti garis kuning polisi.

Sekitar lima orang satuan pengaman juga masih nongkrong berjaga sambil minum kopi. Di depan halaman kantor, orang-orang lalu lalang, kaca-kaca kantor berserakan, pintu dan jendela penyek, dan isi kantor perusahaan pembiayaan asal Jepang itu terlihat transparan dari luar pascaamuk massa pada Kamis 9 Oktober 2010, pekan lalu.

Pertikaian itu bermula dari penarikan mobil kredit Oto Multiartha sebagai lembaga pembiayaan kepada konsumen yang notabene anggota dari organisasi masyarakat (ormas), Forum Betawi Rempug (FBR). Tak terima diperlakukan kasar, massa ormas pun menyerbu kantor.

Sebaliknya, di tempat terpisah belasan kilometer dari Cempaka Mas, tepatnya di Kampung Bojong Menteng RT05 RW07 No.55 Kecampatan Rawa Lumbu, Bekasi Timur, Siti Nurbaya, seorang konsumen sebuah perusahaan pembiayaan yang berafiliasi dengan bank masih memendam sakit hati ketika ditagih dengan cara-cara preman.

Siti Nurbaya yang punya kredit motor Honda Vario dan sudah mengantongi fotocopy bukti kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB) karena sudah membayar 24 kali dari total 35 kali itu akhirnya mengadu ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

“Saya sudah bangkrut usaha tapi tidak ada kompromi dari pihak leasing. Kalau mau narik motor, langkahi dulu nenek-nenek ini,” ujarnya sambil menangis di rumah kontrakannya minggu pagi. Siti sendiri mengontrak rumah dua petak itu dengan harga Rp200 ribu per bulan.

Peristiwa serangan kantor Oto Multiartha dan kekalutan hati Siti Nurbaya bukan hal baru di industri pembiayaan. Bahkan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mencatat sekitar 40 multifinance terancam berkonflik dengan oknum tertentu yang melindungi konsumen nakal. Catatan harian YLKI, sekitar 15 pengaduan kredit kendaraan terjadi.

Di satu sisi, pebisnis menuduh konsumen berlindung di bawah ketiak preman saat menunggak, di sisi lain konsumen juga sakit hati dan marah kepada multifinance yang memperlakukan mereka layaknya orang jahat dengan memakai jasa preman.

Menanggapi hal ini anggota Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai lazim penggunaan tenaga luar perusahaan dalam menagih kredit, bukan hanya bank, multifinance, tetapi bisnis keuangan lainnya.

“Hanya saja nagih-nya yah baik-baik, tapi kalau nagihnya tidak etis tanpa kompromi maka itu tidak mengindahkan hak konsumen,” katanya akhir pekan lalu.

Kepala Divisi Pengaduan dan Hukum YLKI Karunia Asih Rahayu menambahkan memang terjadi multifinance memakai jasa pihak ketiga, tetapi konsumen juga punya hak penyelesaian secara patut dan manusiawi.

“Kalau dia lancar membayar cicilan motor selama satu tahun dan kemudian karena satu dan lainnya telat bayar dua bulan yah jangan langsung ditarik dulu dong, diomongin baik-baik,” katanya.

Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia membenarkan sebagian multifinance mentransfer pengelolaan piutang macet kepada pihak ketiga di mana hal tersebut lazim dilakukan di berbagai negara, khususnya pada bisnis keuangan.

Menurut Wiwie, permasalah yang terjadi selama ini murni karena transaksi kredit. Sayangnya, katanya, masih banyak terjadi di lapangan persoalan tersebut dibawa ke ranah luar bisnis oleh pihak lain sehingga bermasalah dan berimbas pada konflik dan bentrokan.

Kan sebetulnya sederhana bahwa hal ini terjadi kepada konsumen bermasalah bukan konsumen baik-baik dan itu hanya 1,63% dari konsumen kami.

Perketat regulasi
Guna menghindari persoalan yang selama ini terjadi, YLKI mengusulkan perlu adanya standardisasi penarikan kendaraan yang dikeluarkan oleh Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK Kementerian Keuangan. Hal itu mengingat posisi konsumen yang selalu dilemahkan dengan perjanjian tertulis oleh multifinance.

“Belum jelas aturan. Seenaknya saja perusahaan menarik kendaraan tanpa ada standardisasi kapan misalnya 3 bulan atau berapa lama karena. regulasi lemah,” kata Karunia Asih.

Ketua Bapepam-LK Ahmad Fuad Rahmany Fuad mengatakan selama ini multifinance semestinya memang menerapkan strategi pemasaran yang baik dengan memperhatikan kualitas konsumen. Hal tersebut guna mengindari permasalahan tunggakan yang berujung pada bentrokan dengan oknum-oknum tertentu dapat dihindari.

Namun Wiwie menegaskan masing-masing perusahaan memiliki standar tersendiri dalam memilih konsumen. Selain itu tingkat kredit bermasalah (non performing-loan/NPL) industri pada level 1,63% menunjukkan standar multifinance sudah baik.

“Kalau regulator terlalu jauh mengatur operasional tiap multifinance, itu akan mengambat pertumbuhan industri. Jangan silau, masih ada 98,4% konsumen baik baik yang merasa terbantu dengan adanya perusahaan pembiayaan.,” katanya.

Jika persoalan preman dalam multifinance baik dalam persepsi konsumen maupun pelaku usaha tidak diselesaikan secara baik maka ke depan bisa jadi bentrokan kembali terulang dan ada Siti Nurabaya-Siti Nurbaya lainnya yang makin sakit hati.

Tulisan ini terbit di Harian Bisnis Indonesia edisi Senin, 13 Desember 2010
Gambar: www.tribun-medan.com

Sabtu, 04 Desember 2010

Konser Dewa Budjana


Budjana, Pertahankan Idealisme Bermusik
Oleh M Tahir Saleh

DEWA BUDJANA muncul di tengah redupnya lampu panggung Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta. Berbalut batik lengan buntung, ia berjalan perlahan ke depan stage sembari meramu lentingan gitarnya malam itu, 1 Desember 2010.

Ia menunduk, seperti memejamkan mata sambil tetap berdiri memainkan melodi lagu Dreamland untuk membuka konser tunggal keduanya itu. 

Di depannya, sekitar 300 penonton seperti terbius kenikmatan melodi lewat instrumen yang diciptakannya lima tahun lalu itu.

Belum tuntas Dreamland mengiris jiwa penonton, di belakangnya muncul berbarengan enam pemain pendukung konser--Sandy Winarta penggebuk drum, Shadu Shah Chaidar pembetot bass, Dandy Lasahido pada keyboard, Saat peniup suling, Jalu G Pratidina pada perkusi dan paling anggun di atas panggung malam itu, Irsa Destiwi pada piano—semakin menambah syahdunya Dreamland.

Budjana memang pandai memilih intro pembuka tanpa prolog, tanpa kata, yang ada hanya harmoni. Tapi tentu saja penampilannya malam itu kontras saat ia memetik senar bersama Gigi atau personil Trisum yang dibentuknya bersama Balawan dan Tohpati.

Sekali lagi ia masih terdiam dan melanjutkan lagu kedua dengan sedikit jeda lewat Dancing Tears lalu disusul instrumen menghentak lewat Lalu Lintas. Lagu ini paling lama digubahnya 23 tahun silam. Di lagu berdurasi lebih dari 8 menit itu, Budjana mengganas dengan sentuhan agak rock meski banyak memberi porsi kepada Sandy Winarta dan Dandy Lasahido berimprovisasi.

Saking semangatnya, snare drum Sandy pun jebol saat mengiringi. Tapi konser jalan terus dan Budjana akhirnya buka mulut.

“Terimakasih, eh..selamat malam, selamat datang di Salihara. Jadi kali ini saya membawakan lumayan banyak lagu, mudah-mudahan engga bosen ya, ” salamnya disertai tawa penonton.

Tak lama, ia mulai kebut lewat lagu keempat dan kelima melalui Lost Paradise dan Kromatiklagi. Di lagu keenam, Bunga Yang Hilang, ia ganti gitar akustik merah dari sebelumnya Parker Saraswati.

Praktis malam itu Budjana membawakan 18 lagu dari empat album yang pernah dia rilis, Nusa Damai (1997), Gitarku (2000), Samsara (2003), dan Home (2006). Gitaris kelahiran 30 Agustus 1963 itu juga menampilkan dua lagu baru yang rencananya akan dirilis pada Januari mendatang, Dawaiku dan Gangga.

Konser ini sebetulnya dipadati begitu banyak penonton. Bahkan tiket jauh-jauh hari sudah ludes. Total tiket duduk 216 tapi panitia pun menambah 40 tiket lesehan dan menambah layar besar buat tontonan gratis di luar Teater Salihara.

Di bangku penonton, nampak beberapa musisi seperti Dwiki Dharmawan, Ita Purnamasari, bassis Adi Dharmawan, gitaris Agam Hamzah, Piyu Padi, Baron yang merupakan rekannya di Gigi dulu, dan gitaris /rif Ovy. Sayangnya konser dengan tiket Rp50.000 itu dilarang mengambil gambar atau video.

Di luar itu secara keseluruhan dari repertoir yang dibawakan selama sekitar 2,5 jam itu terasa sekali warna world music, dicampur etnis khususnya Bali di beberapa komposisi instrumental. Budjana apik memberi rasa nyaman di telinga orang awam sekali pun dengan nada-nada jazz yang ramah atau alunan nada kontemplatif.

Ia, setidaknya masih bertahan pada idealismnya saat ini di tengah kepungan arus musik mainstream belakangan ini, pun musik yang dimainkan bersama Gigi. Misalnya pada lagu ke 12, Dedariku, terdengar begitu mistis tapi manis.

Musisi Adi Dharmawan yang hadir malam itu menilai Budjana makin dewasa, konsisten, dan bisa berdiri di atas dua kaki. Antara industri dan non-industri atau idealisme itu sendiri. “Gua fikir salah satu solusi terbaik untuk orientasi untuk musik di Indonesia itu menjaga idealisme dan pasar tadi, dan Budjana melakukan itu,” katanya usai konser.

Sayangnya, lanjut Adi, terkadang hasilnya kurang optimal karena ketidakfokusan pada dua hal tersebut. “Gua bukan mengatakan kurang bagus, cuma memang sesuatu itu kan perlu fokus, apapun betuknya, tetapi apa yang dilakukan Budjana ini salah satu untuk menjembatani perkembangan musik di Indonesia, sangat baik,” tuturnya.

Shadu Shah, bassis berusia 21 tahun itu bahkan begitu menikmati menjadi pengiring Budjana. “Aku kaya main di tempat lain, lagunya Om Budjana itu semakin kita pikirin semakin terasa, Om Budjana sendiri bawa pemain di panggung juga enak,” kata putra musisi jazz Idang Rasjidi ini.

Setidaknya di tengah arus musik Indonesia yang semakin melayu dan sederhana belakangan ini, Budjana masih bertahan dengan genre musiknya sendiri, teknik permainan, dan corak bunyi gitar yang berkarakter kuat. 

Dan seperti kata Piyu Padi, kedewasaan bermusik Budjana antara idealisme dan industri ini mampu memadukan itu menjadi seni. “Keren,” kata Piyu sambil nyelonong pergi.


Tulisan ini adalah versi panjang dari features saya di Harian Bisnis Indonesia edisi Sabtu 4 Desember 2010 "Pertahankan idealisme bermusik".
Foto by komunitas salihara

Entri Populer

Penayangan bulan lalu