Steve, antara Bursa dan Autis
Sosok pebisnis yang sangat peduli akan pendidikan dan perkembangan anaknya. Begitulah gambaran Stefanus P Susanto, pria santun yang baru beberapa hari ini menduduki kursi direktur PT Reliance Securities Tbk.
Steve, biasa pria ini disapa, Jumat lalu terpilih dalam RUPS perseroan sebagai Direktur perusahaan finansial terkemuka itu. Sebelum di Reliance, pria asli Semarang yang lahir di Jakarta 21 November 1958 ini selama setahun berkarir di Mori Financial Institute Ltd sebagai Chief representatives Officer Indonesia.
“Saya mewakili klien di Jepang untuk mengakuisisi atau membentuk joint venture dengan perusahaan terkemuka di Indonesia,” ucapnya santai.
Namun setahun sebelum itu, dia menikmati beberapa jabatan tingkat atas yakni Vice President, Chief Economy, dan Direktur Danareksa Research Institute.
Perpindahan dia dari Mori dilatarkan prinsip hidupnya yang selalu ingin lebih baik dari kesuseksesan yang sekarang. “Di mana pun saya berada, perusahaan itu harus besar, lebih baik dari sebelumnya, kalau enggak yah percuma dong ?” jawabnya beretorika.
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1985 ini memulai karirnya sebagai konsultan pada PT Hasfarm Dian. Steve pernah menjadi konsultan dan spesialis ekonomi pada United States Agency for International Development (USAID) selama dua tahun.
Penyuka bapak ekonomi John Maynard Keynes ini memulai mempimpin perusahaan pertama kali sebagai General Manager di PT Agung Concern pada Juni 1990. Selanjutnya dia melejitkan karirnya bersama beberapa perusahaan a.l PT Nasiodelta Electic, PT Oke Kurir, PT Nasio Duta mitra Electric, dan banyak lagi.
Kesehariaan pria yang sangat menggemari The beatles ini dihabiskan bersama dua anak laki-lakinya, James Alex Susanto (13,5) dan John Abraham Susanto (11). Nama mereka diilhami dari nama vokalis grup band ternama Inggris itu, John Lennon. Sedangkan anak keduanya terinpsirasi dari tokoh agen fiksi Inggris James Bond 007.
Dua anak Steve menderita autis, sebuah gangguan pada perkembangan otak dan biasanya si anak kurang mampu berbahasa dan tidak mampu bergaul dengan lingkungan sosialnya. Keadaan inilah yang menjadikannya lebih peduli akan arti sebuah rasa syukur, kasih sayang terhadap anak. Dan dengan kondisi itu kini rumahnya di Cibubur selalu dikunjungi orang tua yang anaknya menderita autis untuk mengetahui bagaimana dan apa itu metode glenn doman yang di terapkan Steve.
Baginya anak adalah sebuah anugerah dan amanah dari Tuhan apapun kondisi anak tersebut. Sebagai manusia yang selalu bersyukur harusnya setiap orang menyayangi anak bukan hanya dengan memenuhi kewajiban secara finansial tetapi yang terpenting adalah perhatian dan kasih sayang.
“Dalam agama saya kami menyebutnya menerangi dunia, oleh karena itu saya tak melihat batasan atas sebuah kepedulian. Saya peduli terhadap sesama , khususnya terhadap orang tua yang anaknya terkena autis,” ujarnya sambil menyalakan sebatang rokok, satu kebiasaannya yang belum hilang sejak di bangku SMP.
Selain ketertarikan akan autis, Steve tentunya concern menulis artikel ekonomi dan memperkaya wawasannya dengan bacaan sejarah dan multivision.
Setahun sebelum krisis ekonomi yang malanda Indonesia, Steve sempat menulis di Far Easter Economic Review utnuk mengingatkan akan ancaman terjadinya krisis ekonomi di negara ini. Kompas, Jakarta Post dan The Indonesia Observer juga sering mempublikasikan tulisannya baik ekonomi maupun autis.
Semasa di UI Steve aktif di Biro Perwakila Mahasiswa (BPM) atau semacam Dewan Perwakilan Mahasiswa sekarang . Selain di BPM, dia juga sempat bergelut di organisasi keagamaan PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik republik Indonesia).
Steve, pada November nanti akan menginjak usia 50 tahun namun kepeduliannya terhadap keluarga tidak lekang ditelan waktu. “Saya sekarang sering memberikan seminar, pelatihan tentang autis di seluruh Indonesia,” tuturnya. Baginya keluarga adalah sebuah path menuju jalan Tuhan.
Dipublikasikan di harian Bisnis Indonesia 18 Mei 2008
Sosok pebisnis yang sangat peduli akan pendidikan dan perkembangan anaknya. Begitulah gambaran Stefanus P Susanto, pria santun yang baru beberapa hari ini menduduki kursi direktur PT Reliance Securities Tbk.
Steve, biasa pria ini disapa, Jumat lalu terpilih dalam RUPS perseroan sebagai Direktur perusahaan finansial terkemuka itu. Sebelum di Reliance, pria asli Semarang yang lahir di Jakarta 21 November 1958 ini selama setahun berkarir di Mori Financial Institute Ltd sebagai Chief representatives Officer Indonesia.
“Saya mewakili klien di Jepang untuk mengakuisisi atau membentuk joint venture dengan perusahaan terkemuka di Indonesia,” ucapnya santai.
Namun setahun sebelum itu, dia menikmati beberapa jabatan tingkat atas yakni Vice President, Chief Economy, dan Direktur Danareksa Research Institute.
Perpindahan dia dari Mori dilatarkan prinsip hidupnya yang selalu ingin lebih baik dari kesuseksesan yang sekarang. “Di mana pun saya berada, perusahaan itu harus besar, lebih baik dari sebelumnya, kalau enggak yah percuma dong ?” jawabnya beretorika.
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1985 ini memulai karirnya sebagai konsultan pada PT Hasfarm Dian. Steve pernah menjadi konsultan dan spesialis ekonomi pada United States Agency for International Development (USAID) selama dua tahun.
Penyuka bapak ekonomi John Maynard Keynes ini memulai mempimpin perusahaan pertama kali sebagai General Manager di PT Agung Concern pada Juni 1990. Selanjutnya dia melejitkan karirnya bersama beberapa perusahaan a.l PT Nasiodelta Electic, PT Oke Kurir, PT Nasio Duta mitra Electric, dan banyak lagi.
Kesehariaan pria yang sangat menggemari The beatles ini dihabiskan bersama dua anak laki-lakinya, James Alex Susanto (13,5) dan John Abraham Susanto (11). Nama mereka diilhami dari nama vokalis grup band ternama Inggris itu, John Lennon. Sedangkan anak keduanya terinpsirasi dari tokoh agen fiksi Inggris James Bond 007.
Dua anak Steve menderita autis, sebuah gangguan pada perkembangan otak dan biasanya si anak kurang mampu berbahasa dan tidak mampu bergaul dengan lingkungan sosialnya. Keadaan inilah yang menjadikannya lebih peduli akan arti sebuah rasa syukur, kasih sayang terhadap anak. Dan dengan kondisi itu kini rumahnya di Cibubur selalu dikunjungi orang tua yang anaknya menderita autis untuk mengetahui bagaimana dan apa itu metode glenn doman yang di terapkan Steve.
Baginya anak adalah sebuah anugerah dan amanah dari Tuhan apapun kondisi anak tersebut. Sebagai manusia yang selalu bersyukur harusnya setiap orang menyayangi anak bukan hanya dengan memenuhi kewajiban secara finansial tetapi yang terpenting adalah perhatian dan kasih sayang.
“Dalam agama saya kami menyebutnya menerangi dunia, oleh karena itu saya tak melihat batasan atas sebuah kepedulian. Saya peduli terhadap sesama , khususnya terhadap orang tua yang anaknya terkena autis,” ujarnya sambil menyalakan sebatang rokok, satu kebiasaannya yang belum hilang sejak di bangku SMP.
Selain ketertarikan akan autis, Steve tentunya concern menulis artikel ekonomi dan memperkaya wawasannya dengan bacaan sejarah dan multivision.
Setahun sebelum krisis ekonomi yang malanda Indonesia, Steve sempat menulis di Far Easter Economic Review utnuk mengingatkan akan ancaman terjadinya krisis ekonomi di negara ini. Kompas, Jakarta Post dan The Indonesia Observer juga sering mempublikasikan tulisannya baik ekonomi maupun autis.
Semasa di UI Steve aktif di Biro Perwakila Mahasiswa (BPM) atau semacam Dewan Perwakilan Mahasiswa sekarang . Selain di BPM, dia juga sempat bergelut di organisasi keagamaan PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik republik Indonesia).
Steve, pada November nanti akan menginjak usia 50 tahun namun kepeduliannya terhadap keluarga tidak lekang ditelan waktu. “Saya sekarang sering memberikan seminar, pelatihan tentang autis di seluruh Indonesia,” tuturnya. Baginya keluarga adalah sebuah path menuju jalan Tuhan.
Dipublikasikan di harian Bisnis Indonesia 18 Mei 2008