Minggu, 30 November 2008

Skenario Dadakan Ala Benny Dollo

(Cerita Futsal XL Cup)

“Maaf kawan-kawan, gue ga bisa ikut maen futsal. Gw lagi di luar kota, cielah.” Begitu bunyi wasiat Sepudin Zuhri via SMS yang gue terima jam 08.00 pagi, sayang banget dia tidak bisa datang, padahal tim kami sedang kekurangan pemain, dia malah menambah daftar absen.

Gue, termasuk Sepudin yang biasa dipanggil Asep, bergabung dalam tim futsal Bisnis Indonesia yang pada hari itu (29 November) bertanding melawan tim Investor Daily dalam kejuaraan XL Cup 2008, kejuaraan antar wartawan.

Demi sebuah sejarah baru, pekan lalu, kami ‘begundalan trainee’ ini terpaksa begadang main futsal di lapangan dekat Mall Ambasador meski sebelumnya tidak punya track record pemain pelatnas, atau primavera futsal. Gue masih inget banget cerocos Asep pada malam itu.

“Bro, besok kita tandem ya di depan. Kita bantai anak-anak Investor itu. Tenang aja, gua semangat nih, kemarin gue baru nganterin Rita ke Tebet, jadi kaya di-charge nih tenaga gue,” obral janji si anak Comal ini.

“Siip,” timpal gue.

Sekedar informasi, selepas ditinggal kawin sama mantan pacarnya, Asep seringkali limbung pikirannya. Gue masih inget Agustus lalu, semilir angin malam lantas tak mengurungkan niat anak UI ini berkontemplasi di Monas, entah ngapain, sama siapa. Wajar saja, anak ini memang wetonnya Legi, jadi agak-agak mistik.

Asep ternyata lebih memilih pulang kampung ke Comal ketimbang memperkuat skuad futsal kami. Tentu saja, kalau gue diposisi dia juga mungkin lebih mementingkan keluarga. Yang tidak habis gue fikir, kenapa anak ini terlalu membual sebelum berperang? Kalau tidak bisa datang, janganlah memberi harapan semu. Apa kata dunia? Bisa-bisa menimbulkan rasa benci yang laten.

Sayang sekali, selain Asep, ternyata kawan-kawan lainnya pun banyak keperluan. Menurut Mas Fahmi Ahmad (Asred-Perbankan),

“ternyata pasukan Redaksi Bisnis kali ini sama dengan yang sebelumnya. Banyak yang NATO. Endang Muchtar sibuk arisan, Asep bersedih ditinggal kawin (jawaban atas pertanyaan di atas mengapa dia ke Monas), Agust jadi pagar bagus, Aris cedera hati tak ditonton Dewi, Dadan ngantar bini pulang kampung, Andry foto berbalut stagen, Munir Haikal terkapar tifus (get well soon amigo).”

Tapi semangat tetap dikobarkan bung, apalagi lawan kali ini tim kompetitor media milik grup Lippo, Investor Daily.

“Her tenang aja, lo semua pasti menang besok, gue ada acara keluarga kaga bisa. Investor mah tua-tua, santai aja gue prediksi 7-1 deh lo menang,” motivasi bang Endang, Fotografer Bisnis.

“Satu lagi Her, yang penting gaya ya, skor belakangan deh, he-he,” selorohnya menghibur.

****
Jam sembilan tepat, gue terpaksa ke kantor lagi di Karet Tengsin, RayDion Goban ternyata disibukkan pula dengan agenda liputan. Jadi, biar pun dia bawa boil tetap saja tidak bisa sekalian ke kantor lagi untuk mengambil kostum dan kaos kaki milik sponsor resmi, XL.

Perjalanan gue dari rumah yang kurang lebih 60 menit melintasi Kali Malang hingga Kuningan itu menjadi altar pemikiran strategi bertempur siang nanti. Tapi belum terbayang formasi apa yang akan diterapkan akhirnya nyampe di kantor.

Gue absen sebentar (seperti kebiasaan begundalan trainee yang lainnya), gue coba tengok keadaan si Aris setelah keluar dari kantor.

Tiba di kosan, bau terasi kaos kaki menyeruak, entah muilik siapa. Aroma hangat tai ayam itu mulai memaksa memori mengingat masa lalu. Udara kurang harum itu kian merajai udara kos-kos itu. Dalam hati terbesit tanya,

(“Ini bau kaos kaki Fajar, Irvin, Asep, Aris, atau keempatnya?”)

Di atas ketemu Aris terbaring tak berdaya. Sehari sebelumnya, kami latihan di lapangan futsal ambassador, terjadi kemelut dan lutut Aris terkelupas dan akhirnya menampakkan ‘tato naga berair’.

“Ris lo maen ga?” sapa gue berharap.

Padahal, sebagai teman yang baik, selayaknya pertanyaan yang pertama adalah “Ris, lo ga kenapa-napa? Gimana keadaan lo? Tapi namanya juga lagi eror.

“Wah Her sori banget, kaki gue berait nih, udah gitu Dewi lagi liputan di luar kota lagi,” alasannya pria yang mengaku mau melepas lajangnya dengan nudes party di Inul Vista.

Di kamar Irvin, skuad lainnya, terpaksa gue bangunkan dari kematian sesaatnya. Gue salut sama sia, meski males tapi mau dateng demi harga diri koran kami.

****

Tiba di Hanggar Gatot Subroto, dekat arena Gocart, perasaan udah kembang kempis lihat tim lainnya bertanding. KONTAN tertinggal 0-3, Rakyat Merdeka menang lawan …, Gatra juga menang. Ditambah lagi anak-anak cuma segelintir saja, Gue, Irvin, Dion Goban, Karnain (pemain cadangan yang namanya gue coret trus diganti Pak Afriyanto-redaktur BIM), dan Mas Fahmi bareng istri dan anaknya.


“Her, parah juga kami kekurangan pemain nih,” kata Adi, wartawan KONTAN yang sebelumnya tes bareng di REPUBLIKA akhir tahun lalu.


Tenang aja mereka ga bagus kok, asal kalian tenang mainnya jangan porsir dengan gocek melulu,” nasihat gue, (dalam hati ketar ketir juga.)


“Priiiiiiittttttt….LAPANGAN TIGA AKAN BERTANDING BISNIS INDONESIA VERSUS INVESTOR DAILY, HARAP PERSIAPKAN TIMNYA,” toa bergumang dan semakin cepat pula aliran darah ini, panik.

“Tenang Her, pasti menang,” gue coba proyeksi.

Goban jadi kipper, cocok sama postur tubuhnya tinggi besar, Irvin di depan, gue tengah, di belakang ada libero mas Fahmi dan Stoper Pak Afri (Gue salut ma Bapak ini, sudah senior tapi mau main dan mendorong darah baru seperti kami). Mas Fahmi atur strategi bak Benny Dolo.

"Her tenang aja, dulu gue di UPH jadi manager plus kapten, ga pernah kebobolan. Lo fokus di depan aja," cerocos Goban bangga bukan sombong.

"Oke Bro, awas gool ya" ancam gue.

Pertandingan di mulai: Wasit berkumis baplang mulai menipu pluit,......"Priitt..Priiit."


Bola ditendang tim lawan, namun berhasil kami kuasai. Kini ball position kami lebih besar, ada kemungkinan bisa menang nih. Pak Afri memulai dengan liukan ala Ronaldinho, bawa, seret, goreng, tendang. Sayang masih melebar.


Kami tetap berkobar. Serangan demi serangan dipatahkan lawan. Maklum kiper tim lawan seperti Markus Horison, penjaga gawang Nasional. Sebuah peluang dari Irvin hanya menggoda mistar gawang, tak berhasil.

Gue coba menyisir dari sisi kiri, gocekan di selasar selangkangan lawan terlewati, sayang sekali lagi Si mArkus ini menepisnya. Gue coba sekali lagi, umpan bagus pak Afri kembali lurus mendekati sisi kanan gue, pelan-pelan gue olah, tahan, lalu 'menari'. Sayang gagal lagi.

Kini serangan balik terjadi, mereka kompak menyerang, kami seakan terpana, Mas Fahmi terlewati, Irvin jauh di depan, Pak Afri juga ketinggalan, dan GUa....di mana? Ternyata gue kecapean males balik menjaga pertahanan, sisi Pertahanan goyah, Goban dag dig dug, reputasinya di UPH dipertaruhkan, striker mereka menendang dan

GOOOOOOL,

GOOOLLL.

Dion Goban terpana, kecewa gawangnya jebol untuk pertama kali dalam karis profesional sepak bolanya. kami kebobolan.

Nafas sudah tercengal, saat itu seakan-akan kami puasa di tengah gurun Gobi. Berkali-kali gue berhenti, heran banget deh, padahal gue ga ngerokok tapi karena jarang latihan cepet sekali stamina terkuras.

Tiim lawan yang kini menguasai kami, tapi berhasil kami rebut. BOla di kaki Pak Afri, Bapak ini lincah sekali, dia mulai bergerak dari sisi kiri gawang lawan, berhasil terlewati, dan ....dan

kembali ia memutar badan untuk mengoper ke Irvin, sayang tendangannya menusuk jala di samping gawang.

“PRIIItttt” time out,” pekik Pak Ketut, wasit nasional yang juga anggota KOSTRAD Cijantung.

(dalam hati: akhirnya minum juga)

***
Tim mereka melakukan pergantian pemain full, maklum kelebihan stok, sementara kami, hanya pasrah, seperti baterai handphone, low bath. Terbukti, sudah kalah serangan, kalah motivasi (wartawan bisnis ga ada yang nonton kecuali, Karnain yang ga bisa main karena direkrut Forum Wartawan Telco).

Kemarin, banyak yang bilang insa Allah mau nonton. Tapi insa Allahnya orang kita kan tahu sendiri maknanya. NATO lah-no action talk only,he2.

BABak kedua dimulai. Tapi staminan gue sudah tidak kuat lagi. rasanya pengen diganti tapi mau bagaimana, skuad kami terbatas.

"Her lo pasti-bisa" "ayo temen" bisik hati gue memberi stimulus.

Petaka kembali muncul bung.

Dua gol kembali bersarang ke gawang Goban. Dengan mudahnya mereka menguasai lapangan. Strategi baru kami terapkan. Akhirnya mAs Fahmi pindah posisi jadi kiper. Semoga dengan pergantian inisiatif sendiri itu bisa mendatangkan semangat baru. Namun sepertinya ketika latihan malam itu, mas Fahmi terkilir kakinya. Jadi, lengkap sudah penderitaan ini. Masalahnya cedera membuat pergerakan nyong Ternate ini agak melambat. Strategi baru si Benny Dollo tim Bisnis ini tak berdaya.

Gue sudah ga sanggup lagi turun naik, lari dari depan ke belakang, bahkan bola di depan mata juga seakan meledek.

Akhirnya kami kalah 0-6, tapi Alhamdulillah, dengan kekalahan ini kami terpicu untuk rutin latihan mulai pekandepan he222. Di futsal ini pun terbangun sportifitas antar media, meski dalam pertandingan tadi gua mentacle pemain lawan sampai jatuh terguling-guling dan pelanggaran. Tapi tetap sebagai pemain profesional (he2) gua sapa dan salam seperti anjuran Aa Gym.

Trakhir seluruh wartawan disuguhi tontonan menarik, Cheerleaders dari XL yang seksi dan mulus, tentu bukan Luna Maya, apalagi simpanse-maskot baru XL.

Semoga tahun depan ada lagi. ya XL Cup.

“Her gimana skornya?menang ga?” sms dari Agust selang beberapa menit kemudian.

"Kawan-kawan menang ga? sms dari Aris di inbox

“Tenang, kita kalah orang bro, Cuma kalah 0-6, mereka ga bagus-bagus amat kok, stamina kita abis,” bales gue mencari pembenaran.

“Dasar”

“*&()&)(^(%%”

Gambar: andybatt.com

Jumat, 28 November 2008

maryamah karpov


INFORMASI.

Ada pesan singkat dari komunitas facebook yang doyan baca bukunya Andrea Hirata. Isinya ga jauh dari promosi buku terbaru dari si penulis ikal ini. Isinya bisa dibaca:


Rumadi Hartawan sent a message to the members of Maryamah Karpov.

--------------------
Subject: Cuplikan Novel Maryamah Karpov yang Menangiskan Pendengarnya

Setelah sukses mengukir prestasi sebagai penulis novel terlaris di ranah Nusantara, Andrea tak henti-hentinya membuat kejutan. Manisnya keberhasilan juga diraup melalui film Laskar Pelangi yang sampai tulisan ini dimuat telah mematahkan rekor AAC (Ayat-Ayat Cinta) dengan total 3,8 juta penonton dalam waktu 42 hari. Selain itu, gudang kejutan Andrea masih akan bertambah dengan siap diterbitkannya novel pamungkas dari tetralogi Laskar Pelangi yang sudah ditunggu-tunggu banyak pembaca, termasuk orang-orang yang hadir di Ubud Writers and Readers Festival, pada 14-19 Oktober 2008.

Tidak kurang dari 100 orang memenuhi auditorium museum Neka yang luas dan berangin semilir. Umumnya peserta datang dari kota-kota di sekitar Pulau Bali, utamanya volunteer festival yang sengaja bolos tugas untuk bertemu Andrea. Namun, banyak juga para peserta yang berasal dari orang-orang asing, yang seperti pengagum dari Indonesia, tidak kalah agresif berebut tanda tangan. Mungkin inilah salah satu kelebihan Festival Ubud yang tahun ini menghadirkan banyak penulis lokal. Andrea pelan-pelan bergerak menjadi ikon penulis internasional.

Akan tetapi, seperti pada puluhan diskusi sebelumnya, rupanya pertanyaan tentang A Ling dan Lintang tetap menjadi pertanyaan yang diminati oleh publik. Andrea menggolongkan pertanyaan ini ke dalam FAQ (Frequently Asked Questions), satu kelompok dengan pertanyaan lainnya tentang di mana Arai berada, kenapa Arai tidak masuk Laskar Pelangi, bagaimana cara bertemu dengan Lintang, dan lain-lain. Namun, Andrea toh tetap sabar dalam meladeni pertanyaan-pertanyaan itu.

Andrea sendiri pada acara di Festival Ubud ini tidak membacakan Maryamah Karpov. Andrea hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar karya terakhirnya dan tokoh-tokoh dalam Laskar Pelangi. Dalam acara spesial ini, pembaca cuplikan Maryamah Karpov pun tergolong spesial. Berkaca mata minus dan penyuka tanaman, pembaca Maryamah Karpov adalah CEO Bentang Pustaka, Gangsar Sukrisno. Rupanya, darah teater yang sempat dicicipi sejak di GSSTF UNPAD dulu masih berbekas kuat. Hadirin banyak yang menangis berjamaah. Tidak hanya terpukau oleh sihir kata-kata Andrea, akan tetapi oleh gerak ritmis sang CEO yang tiba-tiba berubah menjadi seorang aktor teater kawakan. (Dilaporkan oleh Salman Al-Faridi).[]


Ternyata lebih mengasyikan membaca laskar pelangi, edensor, dan sang pemimpi dari pada buku seri terakhir tetralogi ini. Dari segi tuturan lebih hidup ketiga buku awal.

Senin, 24 November 2008

Ekonom dadakan


Suatu ketika gue nelpon Fauzi Ichsan, salah satu ekonom cerdas, muda, ganteng, calon bapak (coz istrinya lagi hamil), parlente, dan selalu dipuji rekan gue. Pertanyaan gue ga jauh dari apa saran dia sebagai ekonom senior Standard Chartered Bank dalam menyikapi depresiasi mata uang kita. Pengen tahu tanggapannya tentang rupiah yang ga punya salah apa-apa tetapi diseret dan ditarik-tarik dolar AS agar merosot terus.

"Halo Mas Aji?" tutur gue memulai pembicaraan so akrab

"Oh iya maaf ni siapa? Dia bingung

"Taher nih, maaf mengganggu bisa minta waktu sebentar Mas?"

"Taher mana?” Tegas dia

"Itu mas yang waktu itu ketemu di Seminar Economic Outlook Bisnis Indonesia," gue mencoba bersabar, coz ga dikenal.

"Saya punya temen namanya taher juga, yang mana nih?

"Pliss deh," sedikit merajuk

"Oh iya-iya, yang rambutnya kriting dan lucu tapi manis itu kan? Dia mencoba bergurau.

"Ah bisa aja, iya," gue tersipu.

"Wah saya lagi makan nih, sms aja yah ntar," ujar dia, terdengar bunyi garpu bertalu-talu.

SMS pun gue kirim dengan dana yang tersisa.

Akhirnya beberapa menit kemudian dia nelpon gue balik. Saran mantan pialang surat utang di Singapura ini salah satunya melakukan swap dan repo.

“Untuk mencari pasokan dolar yang terbang ke luar negeri (capital flight), Indonesia harus mencari bantuan dari negara yang punya dolar AS banyak dan mata uangnya tidak terpuruk,” jelas dia, dan gue masih mangap-mangap mendengarkan dengan serius.

“Tapi kan negara yang punya dolar AS ya AS itu sendiri. Tapi mereka aja lagi susah kan?” cerocos gue so mengimbangi.

“Yup, ini yang menjadi kendala, negara lainnya China, tetapi aapak mereka mau megang rupiah dan kita beli dolar AS dari mereka? ini yang menjadi kendala” dia kecewa.

Sebelumnya, Farial Anwar, analis valas, juga bilang kalo perlu adanya revisi rezim devisa bebas menjadi sistem devisa terkendali. “Tak usah menunggu revisi UU hingga enam bulan lamanya, keburu rupiah tercekik,” katanya.

Kalau revisi UU itu lama dia nyaranin adanya peraturan pengganti UU atau Perpu yang ditandatangni Presiden. Rezim devisa bebas itu, kurs rupiah diserahkan mekanisme pasar, kalo terkendali, BI mematok rupiah pada kisaran tertentu. Tau ndiri, rupiah sempat Rp13.000 per dolar AS.

Kalau depresiasi masih berlanjut, yah susah buat semua. Apalagi gua kalo mau belanja komputer ke glodok yang patokannya dolar AS pasti blingsatan juga. Belum lagi yang lain.

Banyak banget masalah di negara ini, selain rupiah. Harga di pasar saham kita terpangkas paling besar dibandingkan dengan pasar saham dunia meski Hang Seng, Nikkei juga parah.

Belum lagi persoalan sesama menteri yang 'berkelahi' soal bagaimana menyikapi sebuah saham korporat nasional bernama PT Bumi Resources Tbk, salah satu aset emas PT Bakrie and Brothers Tbk milik keluarga Aburizal Bakrie. Majalah Tempo saja dilaporkan oleh mereka ketika memberitakan persoalan laten di balik terus berlanjutnya suspensi saham Bumi. Suspensi itu karena saham Bumi anjlok terus, kalo kaga dipending gitu ya mirip perosotan.

Tetapi ada kabar baik, harga minyak mentah dunia di bursa New York Merchantile Exchange (Nymex) sudah turun ke level terendah hingga US$48 per barel. Yah, walaupun masih muter-muter pada kisaran US$50 per barel toh ini melegakan kita semua. Namun sayang banget. Harga minyak turun, harga CPO (minyak sawit mentah/crude palm oil), kakao, karet juga turun. Kasihan petani kita.

Petani sawit kita menjerit harga sawit tinggal 20% dari normal. Padahal harga sawit tidak ada hubungannya dengan macetnya kredit pembiayaan rumah (subrpime mortgage) yang bangkrutkan raksana Lehman Brothers dan temen-temennya.

Lalu kemana orang pintar kita?

Kemana orang-orang cerdas di negara kita?

Mungkin lagi sibuk ikut ngantri formulir Indonesian Idol? entahlah

Atau kemana calon-calon sarjana kita?

Ternyata, calon-calon orang cerdas [baca:mahasiswa] sibuk tawuran dengan sesama jenis lainnya. Lihat saja ulah ‘sebagian’anak UKI, Univ.Muhammadiyah Makasar, Univ.45, Univ Nusa Cendana, YAI Jakarta, dan Univ lainnya.

Tetapi gue tetap optimis, coz krisis ini beda dengan 1998 di mana hanya Asia yang mengalami depresi. Kalo yang sekarang memang berawal dari negara maju dan mengancam negara berkembang.

Gue tetap optimis sama halnya dengan Cyrillus harinowo, komisaris independent BCA, Unilever, dan Ketua STIE Perbanas, yang bilang kita ini sangat beruntung punya dua kekuatan besar yakni population base economic dan resources base economic. Maksudnya?

Jumlah penduduk kita lebih dari 225 juta dengan jumlah pendapatan per kapita hampir US$2000 itu memberikan kekuatan yang besar pada ekonomi. Terus, SDA kita masih belum dimanfaatkan, geothermal atau panas bumi, di mana kita punya cadangan 40% cadangan dunia namun baru 1000 megawatt listrik yang kita manfaatikan.

Gue optimis meski kadang rasa pesimis pengen ngikut-ngikut. Rasa optimis itu muncul diiringi kemenangan Barrack Obama menjadi Presiden AS terpilih menggantikan si Bush Junior.

Bush junior, saat pergantian pada 2001, udah bawa AS dari surplus APBN jadi defisit sehingga AS mengalami defisit neraca pembayaran luar negeri dan APBN. Tapi dengan hadirnya Obama.

Di cover majalah The Economist: NOvember 2008, tertulis judul “Great Expectation”

TIME edisi terbaru menulis “The New New Deal”

Yang lebih menguatkan adalah, pada pertemuan APEC dua hari pada 22-23 November di Peru, mayoritas pemimpin dunia belum mau membahas rencana terperinci penangan krisis ekonomi dunia karena si hitam ini ga hadir. Gila, betapa kuat pengaruhnya.

Padahal, bila mengingat sejarah kelam rasisme di AS betapa manusia kulit hitam dianggap sampah, dilecehkan, dan lainnya. Tapi kini, dengan kuasa Tuhan, skenario itu diwujudkan. Orang hitam ini memimpin AS.

dus, seperti judul cerpen Idrus, “banyak-Jalan menuju Roma"



Minggu, 02 November 2008

Melihat pelangi di Laskar Pelangi

(orang seperti kita akan mati tanpa 'mimpi'---by a hirata)

Belum lama ini gue nonton film Laskar Pelangi. Gak usah gue ceritain detailnya, pasti sudah banyak yang membicarakan film garapan sutradara Riri Riza yang rambut dan kontur mukanya mirip banget sama temen kelas gue, hasyim.

Udah lama banget dunia perfilman Indonesia gak munculin film berkualitas-menurut gue-kaya gini semenjak Petualangan Sherina (juga oleh Riri Riza), tetapi akhirnya penantian itu tidaklah lama karena muncul Laskar Pelangi. Film yang diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata. Novelis yang mengaku bukan sastrawan dan bukan penulis. Gue jadi inget telepati dengannya dari jarak jauh....

“Saya bukan seorang sastrawan. Menulis laskar pelangi bukan untuk dibukukan seperti sekarang,” ujarnya rendah hati.

Bayangin aja, 10 hari pertama setelah diluncurin film itu menyedot sejuta penonton lebih. Sekarang sih (Oktober) katanya tujuh juta orang. Jangankan gue sebagai satu dari sejuta penonton itu, sang produser, Mira Lesmana sendiri juga gak percaya dengan angka itu.

“Masa sih her?Ah ekspektasi aku sih ga segitu,” tuturnya belum lama ini, maaf gue lupe di mana.

Sebelumnya gue bosen sama filem yang mengikuti mainstream pasar kaya percintaan anak-anak ABG, misteri, horor, komedi, yang ga jauh dari seks. Bukannya munafik tetapi semunafik-nafiknya orang munafik pasti pengen gak munafik. Maksudnya, edukasi juga perlu. Nah dengan film ini bisa meretas perjalanan darah-darah muda yang merindukan bulir-bulir perubahan.

Sinematografinya gila, semua keindahan Belitong didedahkan abis. Jadi inget pantai Flores tercinta, mulai lagi deh chauvinisme.

Mira dan Riri benar-benar memerhatikan sudut kekampungan Belitong yang kaya, engga ada sama sekali pemain yang dandan. Alami banget, gak seperti sinetron-sinetron jaman sekarang. Bangun tidur pake bedak, ke WC pake lipstik, ke rumah tetangga pake kebaya (mang ada?). Yang jelas gue suka banget tuh yang namanya Mahar. Lucu, gayanya dewasa tapi konyol, setia kawan, suka seni. Gue banget tuh waktu kecil...he2

Menakar Film dari Novel

Sebenarnya sebelum filem ini ada filmAyat-ayat Cinta besutan Hanung Bramantyo yang juga buat gue terharu dan inget ma dos%&*%*%(^*(^*^&&.

Ayat-ayat Cinta dan Laskar Pelangi adalah dua novel yang terbilang sukses diangkat ke layar lebar.

Gue masih inget, meskipun belon lahir, pada 1973 ada filem yang diangkat dari novel juga. Si Doel Anak Betawi arahan sutradara Sjuman Djaya yang diadaptasi dari novel karya Aman Datoek Madjoindo. Kala itu, Si Doel adalah trademark atas sebuh perjalanan seorang menapaki kehidupan anak muda.

Lalu tahun 76, ada Cintaku di Kampus Biru yang digawangi Ami Proyono berdasarkan novel dengan judul yang sama karya Ashadi Siregar. Yang heboh dari filem ini, menurut antropolog Karl G. Heider, Kampus Biru adalah film Indonesia pertama dengan adegan ciuman di bibir secara penuh (ehem2 deh). Padahal emang zaman dulu french kiss masih agak tabu ya.

Para pemainnya antara lai si Roy Martin, yang dua kali masuk bui tuh. Lawan mainnya Yati Octavia. Katanya sih filem ini tidak terjebak pada streotipe film-film percintaan anak muda yang ditayangin sinetron-sinetron sekarang.

Terus masih ada Badai Pasti Berlalu besutan Teguh Karya pada 1977 sesuai novel karya Marga T, temennya marga W dan marga Mulya. Idiom yang dipakai judul film ini sungguh beken, saking ngetopnya sering dikutip sebagai bagian dari pidato pejabat pemerintah. Apalagi dunia kini diserang krisis ekonomi global dari AS, makin banyak kata ini diucapkan.

Dan ininih yang paling gue inget. Gita Cinta dari SMA arahan Arizal pada 1979 berdasarkan novel yang sama karya Eddy D Iskandar. Tokohnya Galih dan Ratna adalah romeo dan julietnya Indonesia pada era 70-an. Soundtracknya diisi oleh alm.Chrisye. es di pasaran, segera dilanjutkan dengan sekuel Puspa Indah Taman Hati.

Jaka Sembung bawa goblok, ga nyambung golok. He2. masih ingat Jaka Sembung? Jaka Sembung Sang Penakluk arahan sutradara Sisworo Gautama Putra pada 1981 berdasarkan Novel grafis Jaka Sembung. Ajian rawa Rawerontek menjadi terkenal di film ini.

Lalu novel Lupus karya Hilman Hariwijaya dibawa ke layar lebar oleh Achiel Nasrun pada 1987 dengan judul Lupus (Tangkaplah Daku Kau Kujitak). Almarhum Ryan Hidayat, sang pemeran Lupus tak pelak segera menjadi idola baru, termasuk kaka gue yang doyan banget nonton. Di tahun yang sama muncul Arini (Masih Ada Kereta yang Akan Lewat besutan alm Sophan Sophian dari novel Masih Ada Kereta yang Lewat karya Mira W, temennya Mira Lesmana.

Lalu masih hangat di ingatan coz belum lama (2003) filem Eiffel...I’m in Love arahan Nasry Cheppy berdasarkan novel Eiffel...I’m in Love karya Rachmania Arunita, gue sempat wawancara dengannya berikut dengan suaminya ketika peluncuran filem dari novel terbarunya.

“Halo mba..rahmah, saya taher?” tanyaku memperkenalkan diri.
“Hi juga...kamu dari mana?” selidiknya
“Dari jawa mba....?” jawabku polos
“Bukan, maksudku kamu dari media mana?”
“Ohhh *(&^&%^&%$^%, maaf”

Lanjut, ada lagi film yang membuat gue merasa bangga jadi mahasiswa Indonesia. Gie karya Riri Riza pada 2005. Film ini hasil interpretasi sutradara yang mirip temen gue hasyim itu, yup Riri Riza, dari buku Catatan Harian Seorang Demonstran yang ditulis aktifis Soe Hok Gie, adiknya Arief Budiman, Sosiolog Indonesia.

Film ini sempat tercatat sebagai film termahal yang pernah dibuat di tanah air. Maklumlah, rumah produksi Miles Films memang tak mau tanggung-tanggung mencarikan ongkos produksi di atas Rp 7 milyar, konon membengkak hingga dua kali lipat, untuk mewujudkan film biopik ini.

Dan kini, Ayat-ayat Cinta lewat karya kreatif Hanung Bramantyo berdasarkan novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrachman El Shierazy dan LAskar Pelangi. Salut buat perfileman Indonesia. Sekarang gue bisa sandingkan cerita-cerita besar karya Holiwud seperti patriot, beautiful mind, remember the titans, dan lain-lain dengan filem nasional kita.

Entri Populer

Penayangan bulan lalu