Minggu, 25 Maret 2012

OBITUARI Roosniah Bakrie

Berpulangnya Nakhoda Spiritual Bakrie
BAJU koko putih yang dikenakan oleh Anindra Ardiansyah Bakrie, anak ketiga dari pengusaha dan politisis Partai Golkar Aburizal Bakrie, seketika tergores noktah merah tanah pemakaman Karet Bivak.

Sejurus kemudian Anindra yang akrab disapan Ardi Bakrie ini turun ke liang lahat. Berpeluh keringat, Direktur PT Visi Media Asia Tbk (vivanews dan TV One) ini sigap menerima jenazah sang nenek untuk dikebumikan siang itu, 21 Maret 2012. Guratan kesedihan mendalam terlukis di wajah seorang cucu yang kehilangan itu.

Dari atas liang lahat, ayahnya, Aburizal Bakrie yang didampingi dua saudara laki-lakinya Nirwan Dermawan Bakrie dan Indra Usmansyah Bakrie membantu pelan-pelan menurunkan jenazah, sang ibunda almarhumah Ibu Hj Roosniah Bakrie.

Perlahan tapi pasti, tanah merah itu dicangkul, bergantian oleh anak dan menantu Keluarga Bakrie lengkap seluruhnya berbusana muslim warna putih. Baju itu makin bercahaya diterpa kilat lampu kamera dan foto milik wartawan yang menyemut di tiang-tiang.

Lamat-lamat, jenazah Roosniah tak nampak lagi ditelan tanah merah diiiringin suara tahlil yang terus menggema di pelataran Pemakaman Karet Bivak, Jakarta Pusat.

Hari sebelumnya pada Selasa, 20 Maret 2012, Roosniah mengembuskan nafas terakhir pukul 15.40. Istri dari mendiang H Ahmad Bakrie, pendiri Grup Bakrie, ini meninggal dunia di RS Siloam Karawaci Tangerang pada usia 85 tahun. Almarhuman meninggalkan 4 orang anak, Aburizal Bakrie, Roosmaniah Bakrie, Nirwan, dan Indra Bakrie.

Sejak jenazah belum tiba di lokasi, pemakaman Karet Bivak hampir penuh sesak oleh mobil-mobil mentereng (sebagian besar impor utuh atau CBU), pelayat, tamu, aparat keamaan, hingga masyarakat yang ingin menyaksikan prosesi pemakaman.

Jenazah diberangkatkan dari rumah duka di Hang Lekir Simprug pada pukul 12.30 dan tiba pukul 13.05 WIB. Selama perjalanan itu, di Karet Bivak menyebar lebih dari 100 karangan bunga dari jejaring rekanan bisnis, kawan, hingga orang-orang dan institusi yang menjalin jaringan dengan Grup Bakrie.

Muka-muka politisi, pengusaha, dan orang-orang penting negara juga tak luput memberikan perhatian dengan kehadiran mereka. Ada BJ Habibie, Akbar Tanjung, Priyo Budi Santoso, Melchias Markus Mekeng, Agum Gumelar, dan lainnya.

Di sepanjang jalan menunju tenda, karyawan-karyawan anak perusahaan Grup Bakrie juga berjejer tentu saja jajaran manajemen induk usaha Grup Bakrie, PT Bakrie & Brothers Tbk juga hadir beserta anak usahanya.

Makin lama suasana makin ramai, meski matahari terus memanggang udara hari itu. Di sudut-sudut makam yang berdekatan dengan makam Roosniah, orang-orang mencari tempat berteduh sambil mendengarkan upacara prosesi pemakaman.

Almarhum lahir pada 17 Juni 1926 di Pangkalan Berandan, Sumatra Utara dengan Roosniah Nasution. Lahir dari pasangan H Achmad Nasution dan H Halimatusa'diah. Roosniah yang akrab disapa Roos dan Andung ini kemudian menikah dengan Pendiri Kelompok Usaha Bakrie Achmad Bakrie pada 17 November 1945.

Roosniah-lah yang mendampingi suami tercinta dalam membangun imperium bisnis Bakrie yang mengawali bisnis dalam bidang perdagangan komoditas sejak 1942, 70 tahun silam.

Tentu di balik kesuksesan usaha seorang pria, tentu ada wanita di belakangnya. Dan di balik suksesnya bisnis keluarga Bakrie yang kini menempatkan anaknya, Aburizal Bakrie sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia bahkan masuk daftar terkaya di dunia, ada seorang wanita bernama Roosniah.

“Saya senang, dan saya tak merasa salah pilih. Istri saya sangat membantu dan selalu mengoreksi kepincangan-kepincangan dalam norma-norma hidup,” tutur Achmad Bakrie dalam buku “Achmad Bakrie: Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan” yang dibacakan oleh Nugroho setelah proses penguburan selesai.

Bagi Irwan Sjarkawi, Komisaris Utama Bakrie & Brothers, almarhumah adalah nakhoda spiritual Bakrie dalam artian kehidupan dan bisnis keluarga. Pengaruh spiritual ini mulai dari suami tercinta, keluarga, hingga orang-orang yang bekerja di lini usaha Grup Bakrie. Semua merasakan sentuhan spiritual itu.

Bobby Gafur Umar, yang sejak 1995 bekerja di Bakrie & Brothers dan kini menjadi direktur utama perseroan mengakui sosok ibu dalam arti sebenarnya yang begitu menyentuh pilar bisnis keluarga.

“Almarhuman adalah seorang ibu yang benar-benar menjadi panutan di keluarga Bakrie maupun semasa hidupnya. Dialah yang mendukung dan menjadi pilar keluarga besar Bakrie dan karena beliaulah maka Bakrie Brothers yang didirikan 70 tahun yang lalu, pada tahun 1942 sukses hingga kini,”

Bagi Bobby, pesan mendiang Roosniah yang masih diingat adalah: JANGAN melupakan orang banyak dalam berusaha dan bekerja.

Toh bagi anaknya sendiri, Aburizal Bakrie atau Ical, apa yang dikatakan ibunya adalah titah. Bantuan kepada korban lumpur PT Lapindo Brantas di Sidoarjo juga titah sang bunda meski Mahkamah Agung menyatakan Lapindo tak bersalah.

“Anak-anakku, kalian rizkinya besar, belilah rumah-rumah mereka [korban Lapindo]. Bantulah mereka,” ingat Ical yang ditulis dalam sebuah buku dan dibacakan oleh Nugroho siang itu.

Menariknya, dalam acara pemakaman itu, dua orang yang mewakili Keluarga Korban Lumpur Lapindo juga diberikan waktu untuk menyampaikan kenangan mereka atas almarhumah Roosniah di depan kuburan almarhumah.

Begitulah kehidupan. Lahir tumbuh besar dewasa tua lalu kembali ke asalnya karena setiap yang bernyawa akan merasakan kematian ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran Surat Ali Imran 185.

Jika selama perjalanan hidup manusia penuh dengan kebaikan, selamanyalah kebaikan orang itu sekecil atau sebesar apapun akan diingat meski telah tiada. “Surga ada di bawah telapak kaki Ibu,” kata Ical sekali lagi sembari berdoa.

Selamat jalan nakhoda spriritual Bakrie


Foto: doc sendiri

Selasa, 20 Maret 2012

Roosniah Bakrie



Hj Roosniah Bakrie binti H Achmad Nasution, ibunda Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie meninggal dunia pada 20 Maret 2012 pukul 15.40 WIB. Ibu Roosniah menghembuskan nafas terakhir di RS Siloam Gleneagles, Karawaci, Tangerang dalam usia 85 tahun.

Ibu Roosniah menyusul tambatan hatinya almarhum Achmad Bakrie yang lebih dahulu berpulang pada 1988.

Sebuah kesan melalui pesan singkat........

“Ibunda Roos Bakrie adalah seorang ibu yang benar-benar menjadi panutan di keluarga Bakrie maupun semasa hidup beliau. Dialah yang mendukung dan menjadi pilar keluarga besar Bakrie dan karena beliaulah maka Bakrie Brothers yang didirikan 70 tahun yang lalu, pada tahun 1942.

Beliau selalu mendukung keluarga dalam berbisnis dimulai dari mendiang Haji Ahmad Bakrie s/d putra-putranya nya dan sekarang generasi ke 3.. Pesan ibunda yang selalu kami kenang adalah, JANGAN melupakan orang banyak dalam berusaha dan bekerja” (Bobby Gafur Umar, Dirut PT Bakrie and Brothers Tbk)

“Beliau penuh kesederhanaan, punya visi dalam mendidik anak-anak dan cucu-cucunya, sehingga kami semua yg ada di grup bakrie lebih mudah mengaplikasikan cita-cita beliau” (Rakhmat Junaidi, Direktur PT Bakrie Telecom Tbk). 

Semoga Allah swt menerima segala amal ibadah dan mengampuni segala dosa almarhumah. Amin



Foto: vivanews, kontan, jfcc-info

Kamis, 08 Maret 2012

The Brain Charger

Novel perdana Pizaro

KAWAN saya, Pizaro, akhirnya merilis novel perdananya “The Brain Charger”. Bisa dibilang lebih dari setahun dia menanti, sampai akhirnya dia memberi kabar bahwa bukunya sudah terbit.

“Novel gw dah terbit Her, cover-nya mantab,” begitu pesan singkatnya. Saya memintanya menginfokan di facebook, penasaran juga bagaimana wujud buku itu. Pizaro adalah kawan satu kampus, satu fakultas, dan satu jurusan Bimbingan Konseling di UIN Jakarta.

Kalau ingat masa-masa kampus, tertawa bersama, saling mengejek, kongkow, dan tentu diskusi di kosan yang penat dan sempit buat saya terharu sekaligus bangga dia bisa menjadi penulis muslim yang cukup brilian, meski ketika disanjung dia merendah diri. “Masih jauh kawan dan terus belajar,” katanya.

Sebelum beli bukunya di Islamic Book Fair 2012, simak dulu sinopsis berikut ini:

“Pasar Ciputat mendadak Ramai. Sebuah mayat mahasiswi terbaik ditemukan pada posisi mengenaskan. Satu petunjuk disisakan pelaku hanyalah tiga huruf bertuliskan ”MDR” dan angka 42. Seminggu kemudian, kampus Islam terbesar di Indonesia itu kembali dibuat geger. Ghefira Maylana Fasha, mahasiswa terbaik tahun 2006, ditemukan terbunuh. Di kaki kiri mahasiswi jurusan Kimia itu ditemukan tiga kata bertulis: Zweifel, Zweitracht, Zwitter. Ia terkubur di taman Fakultas Sains dan Teknologi yang didalamnya tertera relief Sudamanda, sebuah gambar ritual penyembahan Pagan pada era Dewi Isytar di Babilonia Kuno yang sarat dengan dunia numerologi.

Akan tetapi mahasiswa cantik memang banyak, tapi mahasiswi yang membedah kasus mutilasi dengan insting psikoanalisis hanyalah Anisatu Lexa Meteorika. Satu-satunya Mahasiswa ITB yang sengaja pindah ke kampus Islam hanya untuk membuktikan apakah Tuhan itu ada? Ironisnya, baru saja pindah ia sudah menjadi mahasiswa terbaik dan berkesimpulan Tuhan itu absurd. Ya persis seperti umpatan kaum Freudian pada umumnya. Baginya Tuhan,tuhan, dan TUHAN itu relatif. Mau ditaruh dimana saja huruf vokal itu tetap saja ilmu Tuhan adalah profan. “Tuhan sudah mati dan yang membunuhnya adalah kita,” kata Anisa menukil Nietszhe didepan mahasiswa Fakultas Dakwah yang menjadikan Sayyid Quthb sebagai idolanya.

Kasus mutilasi ini akhirnya mengundang sekolompok mahasiswa untuk memecahkannya. Mereka melihat jejak pembunuhan ternyata menyimpan sederetan kode-kode angka kuno yang menantang untuk dipecahkan. Mereka harus bertarung dengan waktu. Pelaku mengincar setiap mahasiswa terbaik di tiap tahunnya. Dan ironisnya, mereka adalah target seterusnya untuk dimutilasi. Padahal mereka belum juga usai melawan liberalisme pemikiran kampus demi mewujudkan sebuah cita: Membangun Peradaban!

Ya benturan peradaban yang akhirnya mempertemukan Anisatu Lexa sebagai mahasiswa liberal dengan Rizki yang begitu hanif. Jarak ideologi mereka bagaikan Madinah dan Argentina. Rizki adalah mahasiswa muslim yang begitu tawadhu sedangkan Anisa adalah dosen Psikologi pertama di kampus meski baru semester tiga.

“Bolehkah jika aku jatuh hati kepada seorang pria alim, baik, jujur? Kendati aku hanya sanggup berjilbab sebelum sampai garis finish: Tidak panjang, tidak lebar, terlebih longgar. Membiarkan poniku mencuri-curi keluar diterpa angin dan tidak ada manset mengelilingi gelangan tanganku,” ujar Anisa di dalam hati.

Selamatkah mereka dari incaran mutilasi? Betulkah kampus Islam adalah target mistisisme kuno di Indonesia? Apakah orang pintar mesti bahagia? Dikemas dengan bahasa mengalir dan mudah dicerna, novel ini akan membawa pembaca pada petualangan menegangkan dan sarat pengetahuan. Dari dunia numerologi, sains, psikologi hingga pergulatan cinta antara seorang hamba dengan TuhanNya. Dramatis. Menegangkan. Selamat menahan napas!

__Endorsment___

Serumit apapun suatu pemikiran, namun jika disajikan dalam bentuk novel, maka wacana itu akan lebih enak untuk dibaca. Novel The Brain Charger menunjukkan bagaimana kepiawaian penulisnya, bahkan bisa menjadi ikon bagi tren novel ilmiah seperti Roman Falasafi-nya Ibn Thufail. Saya terfikir suatu saat akan ada yang mengangkat novel ini ke layar lebar. (Prof. Abdul Mujib, Guru Besar Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Sebuah novel atraktif dan menarik. Pembaca tidak akan dibawa pada cerita melankolis dan picisan, melainkan pada dunia pemikiran yang menarik dan kritis. Penulisnya yang adalah juga alumni UIN Syarif Hidayatullah seolah sedang melakukan oto kritik terhadap kampus yang telah membesarkan dan memberikannya ilmu. Sayang sekali bila pembaca melewatkan untuk membacanya. (Tiar Anwar Peneliti INSISTS)

Novel yang cukup apik dan kreatif ini mengajak kita untuk masuk ke dalam dunia misteri yang penuh teka-teki dan sarat dengan pengetahuan. Menceritakan pencarian panjang seorang perempuan feminis keturunan Jepang namun ateis dalam menemukan kembali cinta dan Tuhannya. Novel ini merupakan bentuk kegelisan dari penulisnya atas fenomena sekulerisasi dan liberalisasi dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini. Trimanto (Penasehat Forum Lingkar Pena Depok).

Rabu, 07 Maret 2012

OBLIGASI ASTRA

Mengapa obligasi Grup Astra murah?
M Tahir Saleh


IMPERIUM Grup Astra bermula pada 1957 dari tangan taipan bernama Tjia Kian Liong atau lebih dikenal dengan nama William Soeryadjaya (almarhum). Pengusaha kelahiran Majalengka, Jawa Barat itulah yang mendirikan PT Astra International Tbk yang awalnya adalah perusahaan perdagangan, induk usaha dari Grup Astra.

Entri Populer

Penayangan bulan lalu