Minggu, 30 Maret 2008

Jahiliyah Modern.........contempthlatzie



Oleh Taher Heringguhir

Berkali-kali kita lihat di televisi beragam acara menampilkan kebobrokan, klenik, takhayul, khurafat, dan kebodohan yang luar biasa. Dan kacaunya lagi segala deviasi ini dihubungkan dengan kebodohan umat Islam. Kita sepakat bahwasanya kebobrokan ini punya daya implisit merobohkan tatanan intelektual umat Islam yang memang selalu dan tak pernah berakhir dirongrong. Sebut saja film-film anak seperti “Entong” dan “Eneng” terlihat sangat baik dikonsumsi anak-anak muslim, nyatanya film tersebut menampilkan hal-hal magis, di luar akal manusia. Sepertinya umat Islam dikonotasikan dengan segala yang konservatif, kampungan, khayalan dan ini menjadi senjata ampuh bagi mereka yang menuding Islam sebagai agama kaum marginal untuk memperkuat argumen itu. Kenapa tidak mencoba teknologi sebagai perangkat atau tema dalam film-film anak. Walaupun mengandung nilai moral bahwa anak yang baik pastinya akan mendapat kebaikan dan pertolongan karena disayang Tuhan tapi ekses yang terjadi adalah daya juang anak (survive) jadi menurun, karena segala persoalan yang dialami anak akan mudah diselesaikan dengan benda-benda ajaib. Lain entong lain sinetron anak-anak “Candy”. Sepintas dari judul pasti kita terpedaya. Bukan lika-liku kisah anak, melainkan kisah cinta layaknya orang dewasa dan parahnya lagi ini disajikan stasiun TV pada jam-jam premier. Puncaknya adalah pada bulan Ramadhan ini, sinetron-sinetron Ramadhan yang mengelabui kita dengan busana muslim tapi nyatanya edukasi seksual yang terpampang.

Mungkin kita kembali pada zaman di mana pra-Islam datang ke dunia Arab. Maka tak heran salah seorang ulama India terrkenal Sayyid Abu A’la Maududi memperkenalkan sebuah term “jahiliyah modern”. Makna jahiliyah sebenarnya punya makna kebodohan dalam konteks moral. Kini istilah jahiliyah dalam pemakaina modern digunakan untuk menyebut urusan-urusan di dunia muslim kontemporer yang dinilai sebagai keadaan tidak islami. Maududi juga mengatakan bahwa modernisme adalah “barbarisme baru” yang menggabungkan tata nilai, gaya hidup, teori politk, dan sistem pemerintahan yang menurutnya secara mendasar tidak selaras dengan Islam. Kita mengetahui modenisme telah menyediakan segala kemudahan, dari mulai akses internet, mode, telekomunikasi, dan teknologi lainnya. Serta merta Islam pun tak menghalangi kemajuan teknologi malah sebaliknya _sesuai dengan kitab suci al-Qur’an_ sangat mendukung. Kita juga mengetahui akan diangkatnya derajat orang-orang yang berilmu. Sekali lagi kita tahu semua kelebihan modernisme yang di dalamnya termasuk teknologi. Akan tetapi oknum-oknum operator meodernisme salah kaprah dalam memaknai ini.

Jadilah kita kembali bermoral jahiliyah seperti sebelum Islam datang sebagai “savior” peradaban. Modernisme sekarang ialah keadaan di mana manusia mendominasi atas manusia lainnya (homo homini lupus), hukung rimba berlaku sekarang, seperti halnya kaki lebih kokoh dari lengan. Reduplah kepatuhan akan Sang Pencipta, justru kepatuhan kepada manusia yang diagungkan. Tak dinyana feodalisme dan kolonialisme yang dulu telah diberangus kembali hadir mengisi perjalanan hidup bangsa. Mau masuk kerja harus bayar kepada penyalur ditambah lagi sistem kontrak yang digunakan hampir sebagian besar perusahaan asing di negeri ini. Umat Islam jadi budak di negeri yang berpenduduk mayoritas muslim di dunia. Kini saatnya lahir Qutb-Qutb baru, para Qardhawi baru, sejuta al-Khawarizm baru, calon Maududi baru. Karena kita pencipta sejarah kaum kita. Sejarah penuh rencana, kematangan, progresifitas, dan jihad.

Wallahu a’lam //26/10/07

antologi puisi taher heringuhir


Mendedahkan Emosiku

Kebencian perlahan memenuhi kepalaku….

Kondisi, situasi, tanpa adaptasi semakin mematahkan kekuatan yang selama ini kubangun.

Sebelum ku berada di sini

Tempat ku merasa diasingkan, tanpa teman, mungkin pula persaudaraan yang tak pernah ku rengkuh.

Saat ku terpuruk..tiada lagi yang merasa iba, tak sedikitpun orang yang memalingkan wajahnya padaku..kepiluanku berceceran….Apa begitu berkarat kepekaan mereka

Brengsek….kurang ajar…cukimai…

Kata-kata yang sebenarnya bukan diriku, tak ingin lidahku menyebutnya

Aku benci dengan semua itu…..lalu

Di mana hati ini kuletakan biar nyaman?

semua itu terlalu, terlalu sesakkan kepenatan yang telah lama melingkupi

…..aku tak tahu lagi…. Barangkali semakin jelas. bahwasanya aku rapuh

Kalah dengan orang-orang yang terzinahi hatinya

Orang-orang munafik yang menamakan dirinya kaum alim, priyayi atau apalah

Sambil asik menarik asap rokok

Di kala menikmati keanggunan adegan porno

Ini Kudedahkan perasaan seperti tertuang adanya…

Tak ada sangkut pautnya dengan cinta. (sukabumi,kks 2006)

Surat Buat Kawan

Kawan, bisakah kau tidur dengan nyeyak

Di saat saudara-saudara kita di Aceh, Nias, Padang, Ambon, mojokerto, sidoarjo, manggarai dan lainnya

Bergeliat mencari setitik harapan?

Bisakah kau tenang di sini Saat adik-adik kita merintih dan merangkak bahkan tergenang

Dalam lumpur mencari bapak ibunya.?

Bisakah kau tertawa di siniDi saat putra putri bangsa iniMenangis piluDalam kedukaan

Apakah elegi di sana tak cukup mengiris di telinga kita

Hingga kita terlena dan terbius oleh hedonisme, egoisme, dan isme-isme yang lain

Apakah belum cukup teguran Tuhan padamu, padaku, pada kita?

Masih kurangkah bencana ini?Kawan, mereka yang gugur, mereka yang di telan ombak

Mereka yang tertimbun sampah, mereka yang terkubur Lumpur

Mereka yang meronta……mereka yang terbakar…mereka yang meringkih dan mereka yang tenggelam

aDALAh saudara kita, jiwa-jiwa yang membentuk apa yang disebut Indonesia ini, begitu pula kau..

Jangn kau siakan seribu nyawa pergi

Duka bangsa ini takkan berganti dengan isak tangis

Nestapa negeri ini takkan hilang dengan kesedihan

Kawan, angkatlah wajahmuIndonesia masih butuh butuh orang sepertimu, seperti kita

Bangun dan jangan pernah nyeyak dalam tidurmu

Sedang bangsa besar ini dibangun dengan

Perjuangan, Pengorbanan, dan Kesadaran

Langit yang Sedang Biru

17 Maret 2004

Seorang prajurit yang termenung menatap langit yang sedang biru

Aku berjalan di separuh bumi menghampirinya

Melewatinya sambil berpikir Ajang kontemplasi mungkin.

Mengapa terus termenung sedang langit masih membiru

Jawaban pasti tak kutemui kurasa ia hanya menghampa Kurasa ia hanya menghampa,

Di hatinya terbesit satu kata untuk selalu mengharapkan

Yang terbaik harus diberikan pada bangsa ini Di kala langit sedang membiru

Lalu ia berdiri menghampiriku

Bertanyalah pada hatimu dan biarkan apa yang terjadi berlalu

Kataku…bukan katanya Setelah langit tak biru lagi ia pun melangkah pulang

Dan aku berjalan ke tepi bumi mencoba merenungi prajurit itu

Apa yang sudah kuberikan pada bangsa ini?

Betapa tak berartinya jasaku dibandingkan dengan

Jutaan perjuangan, darah,dan segala pengorbanan prajurit

Apa ini gambaran diriku yang sedang hampa di bawah

Langit yang sedang biru? lalu apa?

Hari berikutnya aku bersua kembali dengannya, tak berubah

dengan suara parau kembali ia membuka suara.

Langit yang sedang biru selalu menatapmu,

Apa yang kau lakukan, apa yang menjadi mimpimu, dan apa perjuanganmu…

Maksudku ikhtiarmu..

10/08/06

Mimpi

Terjaga dari mimpi, seolah olah mati

Buyarkan semua bayangan tentang keindahan Apa yang terjadi membuatku bertanya

Sucikah hati yang ternodai dengan keangkuhan Bila segalanya telah terukir benar dan pasti

Maka aku sadar akan hari pembalasanMU nanti

Hari di mana KAU tumpahkan kesengsaraan dan kehancuran yang abadi

Aku tak dapat menghindar dari takdirMU

Seperti aku mengindari keculasan cerita dalam mimpi-mimpi

Untuk apa aku berlari bila kepastian telah datang

Untuk apa aku berlaku demikian

Takutkah aku dengan derita padahal semuanya berbenih dari ulahku

Semua berawal dari hasrat ingin menjadi seorang yang dipuja, sosok impian, disanjung semua orang, kaya segalanya

Begit kuatnya

Kerakusan semakin dia ada dan berwujud indah sebagai penghuni tubuh ini

Tubuh yang kurus, terhina dan tidak iingin dihinakan….

Tapi aku yakin KAU pasti punya cerita yang sesungguhnya bukan mimpi

AKU ingin MelupakaN “Kalian”

Keberadaanku didekatnya adalah cinta

Kedekatanku dengannya adalah sayang

Dan aku selalu meletakkan bayangannya di peraduan hatiku, adalah adalah rindu

Cinta..Sayang,.. dan rindu bertukar peran silih berganti lantas tak pernah ia singgah untuk satu waktu di hatiku

Adalah nafsu yang tiba-tiba ikut campur

Merusak pundit-pundi keabadian cinta hingga mengeruhkannya…menjadikannya makin hitam, kelam dan bernanah…..

Ia menaklukanku kini, memasung hatiku tanpa kenal rasa belas kasihan

Terus dan terus menyiram cinta, saying, dan rindu dengan air raksa

Membawa bumbu kebencian

Aku ingin lepaskan dia, ingin sekali kubuang

Bila perlu kubakar hingga tak tersisa sedikitpun. Tapi

Aku terjebak

Cinta telah hilang

Sayang telah terkubur,

Dan Rindu kini berselimutkan nafsu

Oh Tuhan biarkan aku rasakan sebuah cinta

yang tak membawa nafsu dipundaknya, biarkan aku basuh hatiku dengan kesucian itu….

30/07/06

RESENSI BUKU Mereka Bilang, Saya Monyet

MEREKA BILANG ”elo” MONYET (siapa?)

karya Djenar Maesa Ayu, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002, 145 hal.
By taher heringguhir
Buku kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet ! (selanjutnya disingkat MBSM) adalah cerpen perdana Djenar Maesa Ayu (gue da pernah ketemu sih, yah orangnya cerdas, cantik ga kaya judul di atas, juga ngerokok) yang diterbitin sama PT.Gramedia Pustaka Utama.

Dalam buku ini Djenar nyajiin 11 cerpen (9 diantaranya udah dimuat di media cetak nasional ) dengan judul yang menarik pembacanya antara lain: Mereka Bilang, Saya Monyet !, Lintah, Durian, Melukis Jendela, SMS, Menepis Harapan, Waktu Nayla, Wong Asu, Namanya…, Asmoro, dan Manusya dan Dia. Kebanyakan dari 11 tema cerpen yang tertera, Djenar lebih banyak bercerita tentang hal ikhwal anak-anak remaja (sangat remaja) yang tidak bahagia dalam keluarga karena tak ada perhatian dari orang tuanya (yah klasik sih temanya, tentang kemunafikan, atau berkisar tentang pelecehan seksual oleh orang tua dalam keluarga dan lingkungan,[1] sekaligus Djenar mengekspos gimana respon atau pun ekses dari si korban pelecehan

Yang unik dalam ni cerpen (MBSM), orang-orang munafik digambarin kaya hewan aneh, simak deh:
kebutuhan saya untuk buang air kecil semakin mendesak. Saya mnegetuk pintu kamar mandi pelan-pelan, tidak ada jawaban tidak ada suara air dan tidak ada suara mengedan. Saya mendengar desahan tertahan. Desahan itu berangsur diam. Saya mengintip lewat lubang kunci bersaman dengan pintu dibuka dari dalam. Sepasang laki-laki dan perempuan keluar dari kamar mandi Yang laki-laki lantang memaki “dasar binatang! Dasar monyet ! Gak punya otak ngintip-ngintip orang!”. Seharusnya saya menghjar laki-laki berkepala buaya dan berekor kalajengking itu…”. (h.3)

Kreatif banget ide diksinya, gue ga tau deh dapet dari perjalana hidup dia sendiri atau orang lain. Yang jelas realitanya terkadang binatang jauh lebih ”manusiawi” dan manusia seringkali berkelakar layaknya ”binatang”, ini tesis yang gue tangkep. Saya” dalam cerpen ini dapat ngelepasin diri dan memberi perlawanan atas suasana kemunafikan yang ditemuinya. Menarik membaca cerpen ini karena dengan penghayatannya Djenar mampu ngegambarin sosok-sosok munafik yang sejatinya memang terhampar di depan mata kita. Kalo Djenar ga ngasih symbol karakter dalam cerpen MBSM mungkin cerpen ini ga akan dapat membangun komunikasi yang akrab dengan pembaca kali ya.

Selanjutnya Djenar mendedahkan kegetiran seorang remaja yang jadi korban kebuasan laki-laki pacar ibunya. Coba baca “Lintah” deh. Digambarin secara karikatural bahwasanya si ibu memelihara lintah yang berubah bentuk lalu membelah dirinya menjadi banyak ular, kemudian lintah itu berhubungan intim dengan sang ibu . Setelah itu lintah menggerayangi dan memperkosa si “saya”.

“ Ular itu menyergap, melucuti pakaian saya, menjalari satu persatu lekuk tubuh saya. Melumat tubuh saya yang belum berbulu dan bersusu, dan menari-nari di atasnya memuntahkan liur yang setiap tetesnya berubah menjadi lintah……” .(h.17)

Tema seks kembali dihadirkan Djenar dalam “Namanya…”, tokoh yang bernama “memek” merasa malu dengan namanya sehingga perasaan ini kemudian diluapkan dengan berbagai rencana yang tentu saja ga lepas dari namanya sendiri, ya menjual diri demi posisi yang diinginkan. “Tuhan tidak tidur……Tuhan pasti maklum”. (h.100)

Dalam dua judul cerpen di atas baik “Lintah” maupun “Namanya..”, tentu aja Djenar belum mampu ngelepasin diri dari trend “sastra telanjang” – meminjam istilah Damhuri Muhammad[2] - di mana menghadirkan sebuah paradoks bagi pembaca, satu sisi dapat “meresahkan” (bila dibaca oleh anak di bawah umur, gue adza ”puyeng”) sekaligus cerpen ini menjanjikan sebuah daya tarik dan “kenikmatan”. Tapi sayang juga sih, karena karena udah terlanjur gunain nama tokoh “memek” maka dengan sendirinya cerpen ini ga terlalu “menggigit” di akhir cerita (endingnya), karena udah kebaca. Jujur, gue agak risih juga baca judul ini, ga nyangka sebuah kata yang agak ”tabu” coba diakrabkan di telinga kita semua.

Trend sastra perempuan yang kian “bertelanjang” udah ngeguncang dunia kepenulisan kreatif (terutama penulisan prosa—cerpen dan novel) dan sekaligus jadi penanda muncul suatu genre sastra baru yang lebih “berani” dan “terbuka” buat “ngerangsang” minat dan apresiasi sastra pada umumnya. Ketelanjangan yang nyaris jadi mainstream dalam “Saman” dan “Larung”-nya Ayu Utami, Tujuh Musim Setahun-nya Clara Ng, Ode untuk Leopold-nya Dinar Rahayu, Swastika mya Maya Wulan (kenapa semuanya cewek ya?, waduh apa cewek lebih volak meneriakkan kelemahannya atau keperkasaannya kan wilayah seks?). Oleh karenanya sebagian pengamat sastra yang agak sentimentil justru memplesetkan estetika (cara ucap) baru tersebut menjadi estetika “saru” (jorok) karena tanpa malu-malu menggumbar kata-kata yang dulu dianggap tabu menjadi kata-kata yang ordinary saja.[3]

Yang juga menarik bagi gue pas ngebaca cerpen berbentuk SMS, unik, lucu, dan mungkin baru kali ini ada cerpenis yang memadukan kisah skandal percintaan (kisah yang biasa) melalui SMS yang tentu saja mirip dengan apa yang tertera di LCD HP/layar handphone, dilengkapi dengan nomor telepon dan waktu terkirim. Juga cerpen “Manusya dan Dia”, “Manusya” adalah gambaran emosi, nafsu yang cenderung memberontak dan liar, sedangkan “Dia” adalah hati nurani yang selalu mengontrol ke-ego-an manusia. “Manusya” selalu kesal dan ga senang dengan kehadiran “Dia” yang selalu ikut campur akan hedonisme yang dilakukan “Manusya”.

Pada cerpen “Durian” Djenar lalu melukiskan tokoh “Hyza” sebagai seorang korban dalam menafsiran imajinasi (mimpi). Dia sibuk antara keinginan memiliki “Durian” – yang berasal dari mimpinya - dan upaya nahan dirinya biar ga makan tu durian, kalo dia ngelanggar konsekuensinya ketiga anaknya bakal kena penyakit kusta. Dia menindas hasratnya sendiri, walaupun dia hanya nyimpan “Durian” dan ga memakannya tapi ini disebut kemunafikan juga sehingga tetep kena punishment; anak-anaknya terkena kusta.

Tema imajinasi juga tertera pada “Asmoro”, kisah pengarang yang kerasukan menulis, hingga ketika tulisannya akan berakhir, dia mengalami pergulatan antara berlama-lama dengan imajinasinya atau harus nyudahin cerita agar jadi sempurna. Namun “Asmoro” penuh dengan ungkapan-ungkapan yang berlebihan sih (hiperbola gitu), atau Djenar sengaja gunain kalimat hiperbola biar nekanin bahwa imajinasi adalah sesuatu yang ga ada batas (no limits)?.

Cerpen “Melukis Jendela”, tokohnya “Mayra” melukis wajah ayah dan ibunya karena ga pernah ngeliat ibu sekaligus ga pernah ngerasain kasih sayang ayah. Karena itu “Mayra” berproyeksi demikian, namun dia gagal lalu kemudian mencoba melukis jendela yang diharapin bisa jadi ventilasi kebebasan perasaan bahkan dia bisa melakukan balas dendam atas pelecehan seksual yang dilakuin sama teman-teman sekolahnya. Sekali lagi dia gagal, malahan karena terinspirasi lukisan jendela, dia ngambil tindakan nyata membebaskan diri dari kenyataan yang menghimpitnya, dia bunuh diri

“Mayra melukis jendela, ia masuk dan menemukan dirinya berada di sebuah taman indah yang penuh warna-warni. Dua anak perempuan kecil menghampiri dan tersenyum kepadanya…..mereka lebih mirip bidadari ketimbang anak manusia……Mayra menuntun mereka menuju pelangi emas bertahtakan mutiara…Seorang lelaki sudah menunggu di sana, merentangkan tangan untukmemeluk mereka, dan……Mayra tidak pernah kembali.”.(h.41)

Tema sosial antara lain kehidupan masyarakat, rumah tangga orang-orang golongan rendah, di mana rumah ga mampu lagi jadi tempat meneduhkan jiwa (homeless). Tema-tema kaya’ cerpen “Melukis Jendela” juga ditemuin dalam tema-tema cerpen yang terbit antara tahun 1950-1960 (60% tema sosial, 22% masalah moral, sisanya polotik, adat, perburuhan, dan pendidikan).[4] Dalam “Keluarga Gerilya “ Pramoedya Ananta Toer (alm.) juga nyeritain gimana sebuah rumah ga lagi jadi tempat penentram jiwa, tokohnya “sang ibu” mengalami kehilangan dalam rumahnya sendiri, anak laki-laki yang menjadi serdadu, lalu anak perempuannya yang dipermalukan, kemudian suaminya/sang ayah yang di bunuh oleh anaknya sendiri atas nama revolusi.[5]

Dua cerpen lagi adalah “Wong Asu” (anjing) – berbentuk monolog - dan “Waktu Nayla”. “Wong Asu” menegaskan betapa imajinasi cenderung bebas tanpa moral dan norma masyarakat kaya’ anjing “menggonggong” dan “menggigit” realitas yang munafik, dan kerena itu pengarang (tokoh “saya”) sering terpinggirkan kaya’ anjing (Wong Asu). Sedang dalam “Waktu Nayla” berkisah seputar kontemplasi mengenai waktu, perbedaan waktu berdasarkan alam dan waktu objektif (arloji). Tokohnya “Nayla” – nama yang sama Djenar gunakan pada cerpen “Menyusu Ayah/Suckling Fatherversi inggris dalam kumpulan cerpen “Jangan Main-Main Dengan Kelaminmu” - yang divonis terkena kanker berkata apa dia harus mencela atau bersyukur akan nasibnya.

”Manusia sudah menerima hukuman mati tanpa pernah tahu kapan hukuman mati ini akan dilaksanakan”.(h.70)

Bagi “Nayla yang lebih meresahkan bukanlah waktu objektifnya yang tinggal setahun lagi, tetapi terutama adalah waktu subjektif yang terlupakan.

“Nayla ingin menunda waktu. Nayla ingin menunda siang hingga tidak kunjung tiba malam ,Nayla ingin merampas bulan supaya matahari selalu bersinar. Nayla ingin menghantam palu ke arah jam sehingga suara alarmnya bungkam, Nayla ingin menunda kematian.(h.72).

Secara fisik buku ini bagus (dengan cover menarik bergambar pohon sari monyet dan Djenar sendiri). Namun secara substansi (intinya, isinya) seperti yang udah gue deskripsiin singkat di atas banyak mengalami kritikan dari pengamat sastra, ada yang mengatakan akan munculnya kembali estetika LEKRA (neo-lekra, newlek), ada juga yang men-cap sastra murahan – namun, menghadirkan adegan-adegan seks atau mengupas problema seks memang ga berarti sebuah karya bisa dicap murahan tentunya.

Dalam kritik sastra cerpen ini dapat dikategorikan dengan apa yang dikenal dengan istilah L’ecriture F’eminine (tulisan perempuan) Istilah yang biasa digunakan dalam arti yang lebih luas untuk menyebut karya tulis perempuan mengenai pandangan mereka tentang kondisi perempuan dalam masyarakat..[6] Yah pada tau kan kebayakan dari penulis-penulis tema seks ini adalah berkelamin, atau punya kelamin wanita (tau kan apa namanya?) uah aha jadi viktor gini.

Bila diperhatiin ragam bahasa lisan dalam kumpulan cerpen MBSM maka akan keliatan amat beda (baca: beda banget) ama novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy atau buku-buku prosa Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, (Mba Asma ini favorit gue cing, tulisannya dari hati banget), Izzatul Zannah, dan novelis atau cerpenis Islam lainnya. Yah memang ga bisa disamain coz genrenya juga beda.

Dengan hadirnya MBSM ini memang memperlihatkan terkembangnya layar “estetika baru” dalam khazanah sastra Indonesia kontemporer coz lahirnya sebuah karya sastra punya sejarahnya sendiri-sendiri dan tentu aja Djenar ga hanya mengekspresikan riwayat dan pengalaman hidupnya atau bagaimana ia “menjual” imajinasinya, tapi juga udah merepresentasikan carut-marut zamannya, zaman kita.

Terakhir buat nutup tulisan ini, gue kutip kata-kata Cak Nun:
”…..persoalan pertama dalam kesusastraan adalah apakah karyamu dan karyaku bagus atau tidak, persoalan kedua, ialah bagus atau tidak menurut apa/siapa. Artinya menurut ukuran apa, dan akhirnya siapa yang menilai [7]
DAFTAR PUSTAKA
Ø Ainun Najib, Emha, 1994. Terus Mencoba, Budaya Tanding. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Ø Husen, Ida Sundari, (Penyunting), 2001. Meretas Ranah (Bahasa, Semiotika, dan Budaya. Yogjakarta: Yayasan Bentang budaya
Ø Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD, 1986. Tema Cerita Pendek Indonesia tahun 1950-1960. Jakarta: Sinar Kwitang
Ø Sarjono, Agus R, 2001. Sastra Dalam Empat Orba. Yogjakarta: Yayasan Bentang Budaya
Ø Toer, Pramoedya Ananta, 1950. Keluarga Gerilya, Jakarta: Yayasan Pembangunan.





[1] Tema yang sama, dapat dibaca dalam cerpen AA.Navis “Datangnya dan Perginya” di mana terjadi incest. Agus S Sarjono, Sastra dalam Empat Orba, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), Cet.ke-1, h.274
[2].www.cybersastra.net//Petualangan “sunyi” Perempuan Bersayap dan Bertanduk
[3] http://www.sinar-harapan.net/ Ketika Seks (lagi-lagi) Menjadi Bumbu Sastra
[4] Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD, Tema Cerita Pendek Indonesia tahun 1950-1960, (Jakarta: Sinar Kwitang, 1986), H.62
[5] Pramoedya Ananta Toer, Keluarga Gerilya, (Jakarta: Yayasan Pembangunan, 1950).
[6] Ida Sundari Huse (Penyunting), Meretas Ranah (Bahasa, Semiotika, dan Budaya), (Yogjakarta: Yayasan Bentang budaya, 2001), h.449
[7] Emha.Ainun Najib, Terus Mencoba Budaya Tanding, (yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1994), h.3

kayaknya ni puisi.......


Aku remuk di kepalan

bulatan keindahan duniawi sang hawa

Kelembutannya menghancurkanku,

abuku menderu

Beterbangan di angin yang menghitam

Jauhku kangenku

Tertipu, kuterbuai

Aku hidup sekali

Tapi menyerah tak cukup sekali

Tarikh Yahudi

I’M JEWISH------propil antagonizm

oleh:taher heringuhir

Nama gue Zion, gue orang yahudi asli, katanya sih gue masih keturunan Nabi Ibrahim makanya terkadang bangsa gue diistilahkan bangsa Ibrani (dikatakan Ibrani karena secara etimologi dari bahasa Arab, yang artinya menyeberang, bahwasanya nabi Ibrahim membawa kaumnya menyebereang sungai eufrat). Sekarang gue tinggal di Israel, satu-satunya Negara yahudi yang tetap eksis di dunia lho, hebat yah. Sekedar tahu nih, nenek moyang gue dulu dengan susah payah ngerebut tanah Palestina hingga kini. Singkatnya sih begini:

Dari dulu ampe sekarang bangs ague terkenal ga pernah tepat janji, always break the promise. Nih gue kasih bukti ya, pada resolusi pertama Peserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Negara gue dapet 50 persen dari tanah Palestina sesuai perjanjian, nah pas taon 1948 dengan bangganya negara gue deklarasiin berdirinya Negara Israel secara de facto yang kemudian menguasai 80 persen wilayah Palestina, dan ketika taon 1967 genderang perang ditabuh lagi sama tetua-tetua Negara gue hingga Israel menguasai 100 persen tanah Palestina.

Terus pada resolusi lagi taon 1967, diantaranya agar Israel keluar dari Jerusalem, karena merupakan wilayah yang terpisah dari Palestina (corpus separatus istilahnya). Berbagai perjajnian damai seringkali bahkan menjadi tradisi untuk dilanggar oelh bangsa kami lho, terakhir tanggal 14 agustus 2006 pas invasi menghancurkan Hizbullah di Libanon.

TAu ga, bangsa kami menguasai Amerika, padahal populasi kami cuman 2 persen dari populasi warga AS, namun dengan prinsip bahwa kaum yahudi adalah kaum yang terbaik di dunia ini sedangkan bangsa lain adalah gentiles (Dalam bahasa ibrani berarti “goyim”, dalam bahasa arab disebut “umamy’ artinya bangsa lain yang diciptakan Tuhan untuk kepentigan yahudi semata sebagai bangsa pilihan) yang mana diciptakan sebagai pelayan kaum yahudi, maka kami mampu menguasai berbagai media hingga mampu merajai informasi. Sebut saja New York Times, The wall Street Journal, dan Washington Post. Oplah dan sirkulasi New York Times mampu menembus angka 1 juta lebih, selain itu NYT.CO memiliki puluhan perusahaan surat kabar lainnya, stasiun radio dan perusahaan penerbit buku. Selanjutnya Wall Street Jurnal merupakan media dengan sirkulasi terbesar di AS. Terakhir Washingto Post, sebuah perusahaan media terbesar dengan produk majalah mingguan yang menempati urutan nomor dua (2) terbesar di AS. Ada lagi tau, Majalah TIME, NICKELODEON (walaupun saat ini belum nyata menunjukkan orientasi ke-yahudiannya tetapi arahnya secara laten sudah dapat terbaca), DISNEY, FOX, DAILY NEWS, MTV (ini yang paling dahsyat menerpa ideology kaum muda Negara muslim, tak dinyana sudah menggurita), dan terakhir televise berita CNN.

Semua perusahaan media dan bisnis di atas pada awalnya bukan milik kami, namun dengan bebagai cara nenek moyang gue dapat ngerebutnya dari orang-orang individualis seperti Amerika. Nah, kalo bicara dari mana sih awal mula bangsa gue, elo pada bisa liat bagan di bawah ini

Silisilah gue, kata ilmuan sejarah:

IBRAHIM ISMAIL 12 suku arab

ISHAQ (ISAAC) YAKUB 12 suku yahudi



YUSUF MUSA DAUD SULAIMAN

Dari Yakub lahir 12 suku yahudi, salah satunya Yusuf. Dari Yusuf kemudian beraih keturunan pada Musa hingga pada akhirnya eksodus ke arah Palestina menghindari kejaran Firaun, baru pada masa Daud lah kaum kami (buyut gue) dapat masuk ke wilayah Palestina tetapi belum menguasai sepenuhnya. Setelah berakhir maka kemudian masa Sulaiman pun tiba dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil sampai akhirnya diserang oleah pemimpin Babilonia yakni Raja Nebukadnezar II.

Sampai sekarang kami ga pernah berhenti ingin menguasai sepenuhnya wilayah Palestina sesuai apa yang dijanjikan Tuhan, bahwasanya palestina adalah tanah untuk kami karena kami adalah bangsa terpilih. Asal elo semua tahu? Bangsa kami adalah otak dibalik revolusi inggris (Baca bukunya Wiiliam G carr, Yahudi menggenggam dunia ya biar ngerasain gelora perjuangan kakek-kakek gue berkelana), Prancis, bahkan kamilah yang merusak citra ratu Prancis dari Austria, Maria Antoinette? Ga percaya? Oh iya Kami juga adalah ‘sutradara” pada adegan pembunuhan Presiden Abraham Lincoln, pokoknya banyal lagi deh aksi kami.

Tulisan ini muncul saat mencermati makin maraknya aksi-aksi Israel menindas HAM, mengangkangi lascar jihad umat muslim di tanah Palestina khususnya dan dunia Islam pada umumnya. Yahudi durjana. Bangsa yang menindas, mengebiri hak-hak umat Islam di tanah Palestina. Bangsa yang membakar masjid al-AQsa. BAngsa yang memperkosa wanita Palestina. Bangsa yang menjadikan anak kehilangan bapaknya, istri kehilangan suaminya, Bejat bangsat. Tapi apa yang aku lakukan?

Aku hanya bisa buat tulisan protes ini

Aku tak punya dana

Aku tak punya keberanian bertindak seperti halnya pemuda-pemuda Palestina dalam intifadha’

Aku hanya punya tulisan di blog ini yang mungkin saja tak pernah disentuh oleh curiosity semua yang peduli pada rakyat Palestina.


Senin, 24 Maret 2008

Simbol Manusia

TOPENG
Oleh Taher heringuhir
”Orang yang secara sembunyi-sembunyi melakukan suatu perbuatan
yang tidak akan dilakukannya secara terang-terangan,
ia tidak berharga di hadapan dirinya sendiri.”
Thales
Setiap orang memakai topeng. Di rumah, di sekolah, kampus, kantor, bahkan ketika ibadah pun kadang orang masih belum menanggalkan topengnya. Topeng menutupi tingkah laku manusia yang sebenarnya sekaligus anasir kepribadian yang selama ini berusaha ditutupi dari orang lain (private zone). Semua orang punya topeng yang menggambarkan kepribadiannya (personality) masing-masing.

Seorang pria akan menutupi kelemahannya tatkala mengejar gadis pujaannya. Ia gunakan topeng ”kejantanan” hingga nampak lebih punya taste (seperti iklan rokok). Seorang anak akan lebih memakai topeng ”anteng” bila berada di rumah, sebaliknya ketika sudah berada di jalur kebebasan dnegan teman-temannya maka topengnya kan ditanggalkan. 


Seorang anak Kiyai terpandang, di lingkungan sosial bisa saja menyimpan topeng ”kealiman” yang rutin dipakai di rumah di tasnya, namun saat kembali ke rumah, kembali topeng tersebut wajib dipakai kembalai, talut cin\tra Bapaknya pudar. Kadang seorang mahasiswa mengunakan topeng intelektualnya ketika berada di pedesaan hingga mengahdirkan arogansi kepribadian yang kemudian menciptakan sekat-sekat yang laten. Bahkan ada mahasiswa berusaha semampu muingkin berbicara dengan bbahasa yang ungkin tak dapat dipahami mayorotas penduduk desa karena keterbatasan istilah ilomiah. Mungkin biar dibilang ”orang pintar”, padahal ketika di kampus forum-forum diskusi tak pernah dihadirinya, kembali ia gunakan topeng.

Lain mahasiwa lain pejabat. Tertangkapnya seorang pejabat negara yakni Jaksa Urip dan dua jaksa di Jakarta Selatan (Burdju Roni dan Cecep) yang sebelumnya juga telah ditahan, mengindikasikan banyak topeng-topeng kerakusan (greedy) cenderung masih melekat di kulit wajah aparat yang katanya selalu di fit and proper test tapi nyatanya prosedur tes itu belum patut dan layak menguji attitude yang abstrak bahasannya. Walaupun tidak dapat digeneralisir namun apa yang menimpa dunia peradilan Indonesia telah mencoreng penegakan hukum di negara ini (Law enforcement) pun mengiinjak-injak komitmen Presiden SBY dalam eradicate korupsi.

Apa yang menjadi sebab kita menggunakan topeng? Apa karena tak menyukuri kontur wajah kita, apa wajah kita tak layak dibaggakan sebagai sebuah keindahan? Terlalu jelek, busuk, atau bahkan agak tampan hingga harus di blur kan jadi abu-abu? Tentu tak dapat dipungkiri manusia punya kecendrungan imitasi sebagaimana pendapat para ahli kejiwaan apalgi bila melihat asal katanya, personality itu sendiri berasal dari kata latin persona yang berarti topeng pula. Ada yang bangga dengan gambaran topng yang selama ini dikenakan dan dilabeli oran lain padanya, ada pula yang berusaha sekuat tenaga melepaskan topeng dari wajahya. Topeng dierat kaikan dengan citra diri, dan ini tentunya berhubungan denagn kepribadian.

Setiap penggagas kepribadian mengajukan asumsi-asumsi dasar tertentu tentang manusia, yang kemudian hipotesis-hipotesis tersebut mempengaruhi konstruksi dan isi dari teori kepribadian yang disusunnya. Abraham Harold Maslow misalnya memperlihatkan komitmen yang tinggi terhadap anggapan dasar tentang manusia sebagai makhluk bebas, sementara Sigmund Freud dan Burrhus Frederic Skinner sebagai penganut paham determinisme berlawanan dengan Maslow, mereka berasumsi bahwa manusia bukanlah makhluk yang bebas melainkan organisme yang tingkah lakunya dideterminasi oleh sejumlah determinan. Nah sejumlah determinan itulah yang memungkinkan manusia mencocokkan topeng yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin bahasa lainnya adalah kemampuan manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan. Apa itu sama dengan memakai topeng?

Persoalannya apakah semua manusia menggunakan topeng? Lalu apakah baik bila seorang munafik menggunakan topeng “religius” di dalam Masjid? Sedang ia, sebagaimana adagium sinisme dari Thales di atas, sering melakukan “kesalahan” bila sendiri? Apakah salah bila seorang ingin menyembunyikan kelemahan-kelemahannya ketika wawancara kerja dengan direksi suatu perusahaan agar diterima bekerja? Lalu bagaimana menggunakan topeng dengan baik? Jawab saja sendiri.

Berzakat, Susah ya?


taherheringuhir

Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sekali lagi TERbesar di dunia, namun mengapa bangsa ini ini masih diselimuti krisis multi dimensi, dari mulai krisi ekonomi hingga menjalar ke krisis kepercayaan bahkan krisis moral. Sedemikian rumitkah persoalan bangsa ini sampai-sampai kita menjadi phobia lalu memproyeksikan diri dengan segala bentuk prilaku anarkis dan radikal.

Negeri dengan keindahan seribu bahasa, negeri di mana setiap tahun digelar lomba pembacaa kitab suci al-Qur’an secara nasional, negeri dengan keramahan yang sudah mendunia kini dianggap sebagai kreditor unggul, ngutang di sana sini demi rakyat. Berbagai usaha acap kali diformulasikan dalam rangka membangun segala bidang, terutama bidang ekonomi dan pada ghalibnya kiita tahu bahwa ternyata banyak sarjana ekonomi di Indonesia. Secara gamblang kita menyaksikan ekonomi yang carut marut kian terpuruk dalam lumpur, semakin jauh tertinggal dengan bangsa lain yang dahulunya menjadikan Indonesia sebagai salah satu “kiblat” perekonomian.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Orang mukmin yang lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah adalah orang mukmin yang kuat daripada orang mukmin yang lemah”. Sabda ini mengandung pelajaran bahwasanya umat Islam – yang terbesar di negeri ini – harus menjadi sumber daya manusia yang kuat dalam berbagai hal sehingga mampu menjadi pioneer dalam merekonstruksi bangsa yang terpuruk ini, kita tidak ingin umat Islam seakan mendukung dekontruksi bangsa menuju soft state (Negara lembek) seperti apa yng dilontarkan oleh Max Weber, seorang sosiolog. Nabi SAW kembali mengingatkan kita dalam sabdanya yang lain: “ kefakiran (kemiskinan) itu amat dekat dengan kekufuran (kemusrikan)” semakin mengajak kita menghindari bahkan menjadi oposisi memerangi kekufuran tentunya.

Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri menjadi pribadi yang menyandang nama Islam karena satu hal yang menjadi sumbangan brilian dari islam sendiri adalah ZAKAT – tentunya tidak ada dalam agama lain. Mungkin sebagian besar kita sering dan bahkan bosan dengan kata ini, namun pertanyaannya sudahlah anda tahu betapa sangat besar potensi yang dimiliki zakat dalam membangun ekomomi bangsa? Sebagian masyarakat – umat Islam sendiri pun – hanya tahu kewajiban membayar zakat setahun sekali itu pun dalam moment bulan ramadhan, yakni zakat fithrah/jiwa.

Nyatanya ada beberapa jenis zakat selain zakat fithrah yakni zakat penghasilan, zakat rikaz (barang tambang), peternakan, perniagaan dan lain sebagainya. Terkait dengan ini maka keberadaan zakat begitu urgen-nya dan tak bisa dilepaskan begitu saja, serta perlu adanya manajemen zakat yang profesional dan tentunya ditangani oleh mukmin-mukmin yang tawaddu. Bayangkan apabila pada zakat profesi/penghasilan seluruh masyarakat Jakarta saja yang berpenghasilan sampai pada nishab (85 gram emas, kurang lebih gaji di atas 1,5 juta rupiah) membayar zakat mereka sebanyak 2,5 % dari gajinya maka rumah-rumah gubuk di sepanjang rel kereta Stasuin Senen, Klender, dan Jatinegara mungkin sudah menghilang dari peredaran ibukota. Namun jangan dipahami bahwa zakat diberikan layaknya seorang anak diberikan uang seribu perak dari sang ayah tetapi zakat sesungguhnya adalah memberi kemandirian layaknya memberikan kail pada orang yang sedang memancing bukan ikan yang diberikan.

Kemudian menganai pengelolaan zakat telah hadir beberapa lembaga zakat yang tersebar di Indonesia, yang populer diantaranya BAZNAS (dibentuk Pemerintah RI), dompet dhuafa Republika (kini bergabung dengan BAZNAS), PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat), BAZIS (milk PemDa DKI Jakarta), dan banyak lagi. Dengan keragaman ini bukan berarti masing-masing instansi ini saling memperebutkan muzakki – orang yang berzakat – tetapi mereka saling melengkapi dalam merangkul muzakki agar seluruh potensi zakat dapat disalurkan dengan baik ke mustahik.

Apa sih hikmah zakat – yang selalu digandengakan dengan kata infaq dan shodaqoh. Selain perwujudan dari keimanan kepada Allah SWT, mensucikan diri dan membuat ketenangan jiwa, zakat meminimalisir sikap kikir (sifat bakhil), materialistik, egostik yang akan menjauhkan manusia dari rahmat Allah SWT (sesuai dengan QS. 4;7). Zakat merupakan salah satu instrumen membangun pertumbuhan ekonomi jika dikelola dengan baik. Zakat juga secara substansi mendorong umat Islam untuk memiliki etos kerja dan usaha yang tinggi. Zakat juga merupakan salah satu sumber dana pembangunan dan prasarana yang harus dimilki imat Islam, serta banyak hikmah lainnya. Oleh karenanya apa yang menghambat umat Islam berzakat? Kok jadi susah berzakat ya?

Kesediaan dalam membayar zakat memang masih sedikit entah karena kurangnya pemahaman tentang zakat itu sendiri atau memang murni karena keengganan. Alangkah indahnya solidaritas ini dibangun sedini mungkin. Bila seluruh umat Islam mengerti, paham, dan melaksanakan kewajiban ini niscaya pemerataan itu bukan hanya sebuah utopia. Simak apa yang diucapkan oleh Roger garaudy ” zakat itu bukanlah suatu karitas, bukan suatu kebaikan hati pihak orang ynag memberikan, tetapi suatu bentuk keadilan internal yang terlembaga. Suatu yang diwajibkan sehingga dengan rasa solidaritas yang bersumber dari keimanan itu, orang dapat menaklukan egoisme dan kerakusan dirinya” (Abdul Wahid,1997)

Dengan zakat semoga bangsa ini mampu bangkit lagi membenahi perekonomian ditengah bencana yang tak henti-henti menerjang. Dan semoga kemiskinan dan kemelaratan terhapus dari bumi pertiwi ini. Amiin yaa Rabbal aalamiin

bedahpilem, dah lama banget ni pilem

CHAVITAaa !!!

analisis pilem innocent voices, by taher heringuhir

Pilem ini nyeritain tentang bagaimana sebuah keluarga mencoba bertahan hidup dalam situasi perang antara Pemerintah melawan Pasukan Geilyawan di Negara Argentina. Sang ayah meninggalkan keluarga ini untuk pergi berperang ke Amerika. Maka tinggalah si ibu (Kella, namanya) dengan tiga anaknya yang masih kecil: Chava (tokoh utama dalam pilem ini) dan dua adiknya, Rosita dan Ricardo .Dalam situasi yang demikian genting ini, perkembangan anak-anak entu perlu dipertanyain. Apakah dalam usia demikian akan mampu memenuhi tugas-tugas perkembangan yang seharusnya dialami, ataukah ketiga anak entu khususnya Chava) nantinya akan mengalami kehambatan perkembangan baik aspek kognitif, afektif, maupun konasi (paham kan ni istilah, hehe)?

Chava ( 11 tahun ) - dalam Teori Kognitifnya Jean Piaget, dikatakan bahwa 11 tahun adalah gerbang menuju Fase Format Operasional, masa ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif (pikiran) untuk berpikir abstrak, logis, penuh inisiatif , dan hipotesis - adalah seorang anak lelaki yang tinggi rasa ingin tahunya. Ketika perang berkecamuk ibunya ga bekerja di rumah sehingga ia menyuruh Chava menjadi kepala keluarga (tu bocah amat termotivasi dalam hal ini). Inisiatifnya melindungi adik-adiknya di bawah kasur untuk menghindari tembakan para tentara pada saat rumah mereka menjadi “sasaran” tembakan menyelamatkan kedua adiknya dan di sini terjadi suatu adegan yang menarik terjadi, yakni adanya proses imitasi yang dilakukan oleh kedua adiknya. Chava mencoreng wajahnya dengan lipstik kemudian ditiru oleh keduanya. Nah kalo dihubungkan ama Albert Bandura dalam Teori Sosial-belajar menyebutkan istilah “belajar tanpa mencoba” ini dilakukan semata-mata dari hasil melakukan pengamatan. Peristiwa ini mengikut sertakan adanya unsur kognitif saat melakukan pengamatan, yaitu adanya proses di dalam yang mewakili objek-objek nyata di luar (eksternal)yang diamati oleh alat inderanya.

Pentingnya proses peniruan dalam adegan singkat tadi di mana ditunjukan oleh Opa Bandura, memberi tanda bahwa apa pun yang dilakukan oleh Chava berpeluang diikuti oleh kedua adiknya. Adegan imitasi lainnya ketika Chava berusaha mengemudikan mobil sambil berlari sambil melihat mobil bus yang dikemudikan oleh supir tua (supir yang mengajak Chava bekerja dengannya) dan ketika meniru memainkan alat musik untuk menarik perhatian teman wanitanya.

Hubungan emosional keluarga ini terjalin dengan baik dan harmonis, antara Chava dengan ibunya Kella, demikian pula adik-adiknya. Chava dalam tahapan teori Psikososial Erik H. Eriksson, mengalami Masa GentaL Lokomotor : Chava dihadapkan pada lingkungan sosial yang lebih luas, dalam dirinya mulai tumbuh “kepribadian”, ia mulai mengetahui kemampuannya dan dapat berkhayal mengenai apa yang akan dilakukannya (initiative). Akan tetapi rencana-rencana yang akan dilakukannya tidak selamanya berkenan bagi orang dewasa- dalam hal ini ibunya – hingga dalam dirinya timbul perasaan bersalah (guilt). Ini divisualisasikan dengan brilian ama si sutradara tatkala tu bocah mutusin gabung sama pasukan gerilyawan.

Antonio- salah seorang teman dekat Chava di sekolah, usianya sudah tepat untuk direkrut menjadi tentara Pemerintah, dilatih untuk melawan para Gerilyawan- adalah seorang yang rendah diri (inferiority) dan penakut. Tapi dalam perkembangannya, setelah bergabung dengan lingkungan sosial yang berbeda, selanjutnya keprbadiannya berubah 180 derajat. Tu anak ngerasa dirinya bermanfaat dan ga ada lagi rasa takut. Nah ini menandakan bahwa ketika seorang anak diperlakukan sesuai dengan masa perkembangannya maka akan timbul perasaan percaya diri (dalam istilah Opa Eriksson) disebut trust ), sebalinya maka dalam diri anak itu akan tertanam sifat mistrust (ketidakpercayaan diri).

Mengenai apa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam Teori Psikoseksual (pada kenyataanya teori ini banyak menimbulkan kontra) bahwa anak usia 7-11 tahun mengalami Masa Laten (aktifitas seksual dalam keadaan tenang, terpendam dan ga aktif, pada masa ini perkembangan terjadi di semua aspek , kognitif melalui pendidikan formal sekolah, sosial dan moral melalui hubungan dengan lingkungan, dan lain sebagainya) .Maka Chava berada pada akhir Masa Laten menuju gerbang Masa Genital (12- seterusnya: masa di mana aktifitasseksual mulai berkembang lagi, objek cinta bukan searah lagi (ego sentries) tapi udah dua arah (heteroseksual) ini keliatan pas Chava mulai kesemsem sama teman sebayanya (Maria) dan berlanjut hingga mereka melakukan adegan ciuman bibir (ga disensor bo!) yang didorong oleh alam bawah sadar mereka, aktifitas seksual kaya gini ga layak lagi terjadi di Indonesia.

Alam bawah sadar Chava juga muncul saat dia ngerasa sedih kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya, Keluarga dan kekasihnya. Teori Moral Kohlberg juga tergambar kala Chava melanggar Jam malam yang telah diterapkan oleh Pemerintah (Stadium II) untuk pergi di malam hari bersama sang kekasih sehingga ia mendapat hukuman dari ibunya, dia sadar bahwa ia telah melanggar batas-batas aturan yang ditetapkan oleh sosialnya.

Bagaimana perkembangan Chava selanjutnya saat eksodus ke Amerika ?

Keputusan bijak si ibu dengan mengirim anaknya ke Amerika sangatlah tepat.

Kalo masih bertahan dengan keadaan kaya gitu nantinya bukan hanya perkembangan anak –anaknya yang bakal terhambat tapi nyawa mereka jadi terancam. Si anak sangat berpotensi mengalami trauma, tau sendiri perjalanan usianya dipenuhi oleh peristiwa- peristiwa tragis. Menurut teori psikoanalisa (Freud), usia –usia awal pertumbuhan tu amat menentukan perkembangan anak selanjutnya maka pastinya si anak akan terhambat pas dewasa nanti. Tapi kalo mengacu pada psikososial (Eriksson) bahwa setiap usia “is urgent” maka si anak belum tentu akan terhambat perkembangannya. Mungkin aja di Amerika dia temuin suasana baru, lingkungan sosial yang beda banget en bakal bantu perkembangan tu anak ampe dewasa entar.

Banyak contoh yang menunjukan bahwa orang-orang yang mengalami peristiwa-peristiwa masa lalu , mampu bangkit dan termotivasi untuk terus “survive”. Dari sisi pengalaman, si anak udah ngalamin sesuatu yang seharusnya ga dialaminya sesuai dengan usianya. Dari pengalaman inilah nantinya anak akan menuju kematangan, mengatur dirinya menyesuaikan terhadap lingkungan dan selalu mempertahankan keseimbangan. Walaupun begitu ingatan-ingatan masa lalu tentang perang sedikitnya pasti berbekas, implikasinya ya si anak banyak merenung, melamun, diem en parahnya isolasi diri. Solusinya adalah ciptain kondisi sosial yang ngedukung perkembangan seluruh aspek kepribadian yang ada dan jangan hanya menitikberatkan pada satu aspek aja karena seluruh aspek ada hubungan dan saling mempengaruhi, terpadu dari hasil perkembangan yang dialamin. Kemudian si anak harusnya dapat kebutuhan psikis sesuai dengan usianya di mana masih ngebutuhin keselarasan hubungan antara ayah, ibu, dan adik-adiknya.

Ya, gimana pun pilem ini gue kupas lebih psikologis ye, jadi kalo dari sisi sinematografi, atau skenario gue ga punya otoritas kali ya. Hehe

Entri Populer

Penayangan bulan lalu