Senin, 24 Januari 2011

Seks Tukang Cukur


Sebuah obrolan seks di tukang cukur
Tahir Saleh

OBROLAN tempo hari bukan masalah ekonomi yang berat-berat, bukan soal utang luar negeri, atau suku bunga BI Rate yang 6,5%. Bincang-bincang kala itu soal biasa, normal karena soal seks, ihwal yang tak ada habis-habisnya.

Soal seks adalah bicara tentang keseharian masyarakat dari orang-orang penting hingga orang-orang yang tak penting. Seks, diperbincangkan oleh remaja, dewasa, bahkan manula. Mulai dari tukang ojek, tukang cukur, pegawai, pelajar, sampai pejabat.

Itu pula yang saya temui ketika suatu pagi mendatangi tempat cukur rambut atau barber shop dekat rumah di Bekasi Utara. Baru berapa detik injak depan rumahnya, sudah disamber percakapan lintas generasi, tema seks.

''Wah kalau mau 'maen' mah jangan dipinggir jalan,'' kata tukang cukur kepada pelanggannya, si bapak berambut putih klimis yang khusyuk mendengarkan.

Otak saya langsung bekerja padahal saya baru sampai dan duduk menunggu giliran tetapi sudah disambut dengan obrolan panas itu. Saya, tak bisa mengelak, terus menyimak diskusi singkat tanpa pretensi itu yah sekadar mencairkan suasana.

Pelanggan tukang cukur memang ketika itu tak terlalu ramai, hanya satu yang sedang dicukur, seorang bapak setengah baya yang juga menunggu giliran di samping saya, dan saya sendiri. Ruangan tukan cukur ini tak terlalu luas, sekitar 2x3 meter. Saat masuk ke dalam, ada tempat duduk berjejer panjang, di dinding terpasang foto-foto model rambut dari model Bruce Willis, Tria Changcuters, Firman Utina, sampai modal Ridho Rhoma.

Soal pembicaraan itu, entah siapa yang mulai. Tau-tau saja kata-kata itu keluar. Si tukang cukur, namanya kang Budi, bercerita daerah Cibitung, Jawa Barat, menjadi lokasi penjaja seks yang terkenal di Bekasi. Terkenal dengan nama lokalisasi Malvinas, ini bukan nama perang antara Argentina dan Britania Raya atas hak kepemilikan Kepulauan Falkland pada PD II.

Sayangnya, katanya, wanita di lokasi ini masuk kelas rendah karena kebanyakan mereka memenuhi hasrat seks para sopir, kuli panggul, dan pekerjaan kasar lainnya. Berbeda dengan lokalisasi lain yang lebih elit di mana jadi pilihan hidung belang kelas kakap, om senang dengan kantong tebal.

“Kalau mau 'maen' bagus,” lanjut kang Budi, seharusnya ke Bandung karena banyak tersedia pelajar-pelajar atau mahasiswi. Tentu mereka lebih intelek, bersih, dan menggairahkan seperti mangga mengkel.

Apa pula itu, agak salah persepsi ini. Yang namanya seks, mau si wanita atau pria dari kelas bawah atau mahasiswa/i sama saja. Toh seks itu berarti kemampuan pemberian Ilahi (given). Masyarakat modern lahir dari proses anak beranak orang-orang terdahulu dengan pengetahuan given tersebut.

Bedanya mungkin pada sisi gaya bercinta saja yang sering digambarkan dalam buku-buku kuno, transkip klasik. Di India terkenal apa yang disebut kamasutra. Jadi seks sudah terpatri dalam diri manusia.

Si tukang cukur melanjutkan bila ingin jenis wanita seperti di Cibitung, datanglah kewilayah Dago. Di sana banyak wanita semacam itu.

''Wah kalau gitu mah jauh-jauh mending ke Mangga Besar,'' kata pelanggan yang masih tenang dicukur rambutnya.

Mangga Besar merupakan salah satu lokasi seks laten karena dibungkus dengan banyaknya karoke-karoke remang. Saya pernah ke sana dan memang banyak sekali bar. Bahkan dulu, salah satu teman kampus, bekerja di bar terkenal di sana. Saat itu kalau tak salah inget, setiap hari terkadang ada streaptese atau penari telanjang.

''Kalau di jalan mah kadang AIDS ga ada, kalau di rumah-rumah gitu malah rawan,'' timpal pelanggan itu.

Wah ini juga persepsi yang salah di masyarakat. Penyakit menular seksual baik sipilis atau raja singa maupun AIDS sangat berpotensi ditularkan oleh penjaja seks. Untuk AIDS sendiri yang paling tinggi memang jarum suntik, tetapi seks menjadi jalan utama lainnya penyebaran penyakit kelumpuhan kekebalan tubuh ini.

''Mending 'main' sama istri sajalah, aman, ga ada yang bisa gantiin istri biar gaya mainnya luar biasa,'' tegas tukang cukur.

''Wah itu mah abis kita bicara ini, tapi emang istri paling utama sih meski kadang bosen karena sering hahaha,'' kata pelanggan sambil tertawa lepas. Dia tak merasa ada bujangan yang duduk di belakang tempat dia bersandar yang sedang menyimak takjim.
Baguslah, akhirnya mereka sadar juga bahwa sebaik-baiknya rumput tetangga lebih baik rumput sendiri. Lagipula analoginya sendok makan yang dipakai ramai-ramai oleh orang yang tak kita kenal bagaimana rasanya? Menjijikan.

Soal wanita tuna susila, pekerja seks komersial, atau pelacur, saya jadi ingat ketika pulang kantor. Berhubung setiap hari lewat depan LP Cipinang Jakarta Timur, iseng-iseng saya tanya harga cewe-cewe yang mangkal sepanjang rel kereta Stasiun Jatinegara itu.

Sambil mematikan motor dan berpura-pura mencari korek, tiba-tiba dari remangnya lampu malam itu saya didekati dua perempuan. Satu pakai baju merah marun, satu lagi hanya dililit tangtop hitam. “Bang punya rokok?” Tanya mereka serempak.

“Wah rokok apaan nih?” goda saya.
“Yah abang,,yah rokok lah bang, emang abang mau ngapain?” tanya satu dari mereka lagi. Yang perempuan berbaju tanktop sibuk membenahi perabotannya.
“Emang berapa mba tarif atas tarif bawah?” kata saya lagi.
“Yee abang, emang taksi, pake tarif atas bawah?” “Abang mau pake kamar Rp100.000, kamarnya dari stasiun Jatinegara belok kiri.”
“Hah?Seratus mba?itu atas bawah? Balas saya.
“Yah kalo mau sama bawahnya, Rp150 deh,” katanya lagi.
“?????

Untung, iman masih kuat meski amin juga ketar ketir. Dengan uang segitu, tentu seks bukan menjadi barang yang mahal. Seks bahkan kini tak menjadi tabu. Aparat-aparat juga tak menerbitkan PSK-PSK itu, karena mereka yang mangkal di sana beralibi dengan menjadi penjual teh botol. Sebagai lelaki, mestinya membentengi diri. Seperti saran Bang Rhoma Irama, mending cari istri Solehah.

“Mas, uda mas, ayo duduk di sini” sapa si tukang cukur, tiba giliran saya rupanya.
***


Gambar: actub.orgbeta

Minggu, 09 Januari 2011

Asuransi Jaja Miharja


Antara Asuransi, Jaja Miharja, dan Jasa Raharja
Oleh M Tahir Saleh

DI SUATU siang yang terik, Jaja Miharja tiba-tiba terkaget setengah mati. Sedan putih bernomor B 234 yang ditumpanginya ujug-ujug terhenti lantaran di tengah jalan terjadi kecelakaan sepeda motor, persis di depan moncong mobilnya.

Belum habis kekagetannya tiba-tiba seorang perempuan muda berambut panjang membuat aktor dan penyanyi dangdut senior itu kembali bingung. “Tolong, tolong,…eh ada Jaja Miharja, tolong Bang ada kecelakaan, Cuma Jaja Miharja yang bisa nolong,” kata ibu muda itu sembari menarik tangan si aktor berlogat khas Betawi itu.

Jaja Miharja, yang ditarik-tarik tangannya kelimpungan. “Salah Bu salah Bu” tapi dia tak bisa melawan. Dia bingung menurut saja. Ternyata si wanita muda menyangka Jaja Miharja itu adalah Jasa Raharja, perusahaan asuransi milik pemerintah.

“Salah Bu, bujug dah, kalau kecelakaan hubungi Jasa Raharja, inget tuh Jasa R-a-h-a-r-j-a,” begitu timpalnya dengan logat Betawi seperti terekam dalam sebuah iklan promosi di salah satu televisi swasta nasional belum lama ini.

Iklan berdurasi 1 menit 2 detik itu begitu lucu, sederhana, dan amat mengena bagi masyarakat. Cerdik sekali PT Jasa Raharja (Persero) memakai komedian berusia 66 tahun itu sebagai icon perseroan dalam mensosialisikan perusahaan. Selain nama yang mirip, citra pelawak terkadang lebih ampu memudahkan masyarakat mencerap pesan ketimbang memakai artis pop.

Jasa Raharja memang saat ini getol bersosialisasi, mulai dari promosi di media elektronik, cetak, media luar ruang seperti billboard, spanduk, banner, dan lainnya hingga sosialiasi pintu ke pintu dari instansi ke instansi lain. Tak hanya itu, kampus, sekolahan, juga digarap baik di tingkat pusat maupun cabang.

Sosialisasi termasuk di dalamnya bagaimana menjaga keselamatan dalam bertransportasi dengan baik darat laut, dan udara sehingga dapat menekan angka kecelakaan transportasi yang masih tinggi saat ini.

Bahkan semangat spartan Timnas ketika melawan Malaysia pada ajang Piala AFF 2010 pada 29 Desember 2010 pun dimanfaatkan oleh Jasa Raharja Cabang DKI Jakarta dengan menggelar Nonton Bola Bareng. Yah, sambil menyelam minum air, sambil menyemangati Timnas sambil mensosialisasikan visi misi dan tugas pokok Jasa Raharja toh.

Dirut Jasa Raharja Diding Sudirdja Anwar ketika bercengkrama dengan wartawan menegaskan pihaknya tak akan berhenti dan terus berupaya mengadakan program-program yang dapat memberi pemahaman kepada pengendara atas pentingnya keselamatan diri.

Selayaknya demikian karena sosialisasi saja tidak akan cukup mengingat tingkat kecelakaan terus meningkat. Data Polda Metro Jaya mengungkapkan di Jabodetabek saja, angka kecelakaan lalu lintas 2010 meningkat 2,1% menjadi 7.487 kasus dari 2009 sebanyak 7.329 kasus. Belum lagi dihitung dengan wilayah lain, dan belum termasuk di laut dan udara.

Tingginya angka kecelakaan juga menjadi salah satu sebab jumlah pembayaran santunan Jasa Raharha terkerek menjadi Rp1,31 triliun per November 2010. Pada 2007, total santunan perseroan baru Rp530,4 miliar, lalu naik 94,3% menjadi Rp1,031 triliun pada 2008.

Pada 2009, santunan kembali terkatrol naik menjadi sebesar Rp1,363 triliun sehingga dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah santunan mencapai Rp4,73 triliun dengan didominasi oleh santunan meninggal dunia.

Jasa Raharja memang melindungi itu, karena sebagai BUMN, perusahaan hasil dari nasionalisasi sejumlah perusahaan milik Belanda pada 1960 ini diamanahkan mengelola program asuransi sosial sesuai dengan UU No.33/1964 junto PP No.171965 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan junto PP No.18/1965 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Beleid ini mengamanahkan perseroan yang sudah berulang tahun ke-50 pada Januari 2010 itu menghimpun dana dari masyarakat untuk membayar santunan melalui dua sumber. Pertama iuran wajib (premi) dari setiap penumpang alat angkutan umum.

Kedua, pengutipan premi dari para pemilik kendaraan bermotor yang dibayarkan oleh pemilik kendaraan pada saat pendaftaran atau perpanjangan STNK setiap tahunnya.

Santunan naik

Berpegang pada misi melindungi masyarakat itulah manajemen Jasa Raharja pada Agustus 2010 juga sempat berjanji mengkaji kemungkinan menaikkan besaran santunan dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas minimal sebesar 100%.

Rencananya, penaikan itu dapat terealisasi pada 2012 guna menyesuaikan inflasi dan kebutuhan hidup masyarakat.

Santunan sebelumnya memang sudah dinaikkan karena sejak terbit Permenkeu No.36/2008 tentang Besaran Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan Permenkeu No. 37/2008 tentang Besaran Santunan dan Iuran Wajib, santunan dari Jasa Raharja naik hingga 150%.
Saat ini nilai santunan meninggal untuk moda transportasi darat dan laut sebesar Rp25 juta, cacat tetap maksimal Rp25 juta, biaya rawatan maksimal Rp 10 juta, dan biaya penguburan Rp2 juta. Adapun santunan meninggal untuk moda transportasi udara sebesar Rp50 juta, cacat tetap maksimal Rp50 juta, biaya rawatan maksimal Rp25 juta, dan biaya penguburan Rp2 juta.

Nilai santunan selayaknya dinaikkan mengingat perlu ada upaya menyesuaikan dengan kebutuhan hidup masyarakat yang terus meningkat, ditambah dengan tingkat inflasi setiap tahun yang berbeda.

Oleh sebab itu, perseroan pada 2011 diharapkan mampu menggenjot lagi sosialiasi guna meningkatkan peran serta Jasa Raharja dalam membangun kesadaran publik terhadap keselamatan bertransportasi di Indonesia.

Begitu berjebah media bersosialisasi selain yang sudah dilakukan perseroan seperti menyediakan 200 bus untuk mudik khusus ketika Lebaran lalu dan mendirikan 140 pos pelayanan kesehatan gratis dan kerja sama dengan instansi Kepolisian, dan program lainnya. Itu tak cukup.

Media seperti Facebook, Twitter semestinya dapat dimanfaatkan dengan baik apalagi jika perseroan berkenan mengincar usia produktif yang terkadang masih senang ugal-ugalan di jalan raya. Sayangnya, informasi mengenai Jasa Raharja tidak komprehensif pada dua jejaring sosial yang ngetren ini.

Jasa Raharja juga semestinya menjaring mitra dengan perusahaan swasta yang punya andil besar terhadap pertumbuhan otomotif nasional di antaranya perusahaan pembiayaan.

Seiring upaya meningkatkan sosialisasi, pembinaan, pendidikan membangun kesadaran bertransportasi, satu misi pokok perseroan dalam mewujudkan pemberian jaminan sosial bagi masyarakat yang menjadi korban dari kecelakaan lalu lintas bisa diwujudkan dengan baik.

Di sisi lain, kinerja Jasa Raharja juga diharapkan positif sehingga produktivitas tercapai secara optimal demi kesinambungan perusahaan yang kini disokong oleh 28 kantor cabang dan 3 kantor perwakilan ini.

Diharapkan upaya tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dengan gencarnya sosialisasi keselamatan dalam bertransportasi. Setidaknya masyarakat bisa segera mengingat slogan dari Jaja Miharja dalam iklan tersebut. “Inget Jasa Raharja, bukan Jaja Mihaaarjaaa!”

Tak hanya mengingat, tapi terpatri di hati bahwa kita bersama perlu menjaga keselamatan diri dan orang lain demi kebersamaan.(mmh)
Tulisan ini rilis di www.bisnis.com, 30 desember 2010 dengan judul sama

Selasa, 04 Januari 2011

Asuransi Facebook


Perkenalkan, Asuransi FACEBOOK!!!
Oleh M Tahir Saleh

MARK Elliot Zuckerberg tidak kenal dengan Nur Hasan Kurniawan yang berasal dari Kudus, kabupaten terkecil di Jawa Tengah. Mark pun bukan agen dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) atau pengurus harian dari Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) di mana Nur Hasan beraktifitas.

Keduanya memang berparak, tapi mereka punya ghirah yang sama di bidang yang jauh berlainan. Mark, 26 tahun, dengan brilian mampu menciptakan jejaring sosial terhebat saat ini Facebook, sementara Nur Hasan, 37 tahun, tak mau kalah, semangatnya masih menggelora untuk mendorong sosialisasi industri DPLK secara nasional.

Si jenius Mark bulan ini [Desember 2010] ditahbiskan sebagai Person of the Year oleh majalah TIME seperti dikutip dari situs resmi majalah mingguan kenamaan di Amerika Serikat itu bulan ini. Bekas mahasiswa drop out dari Harvard University itu dianggap punya pengaruh signifikan selama 2010.

Penghargaan ini yang dulunya disebut Man of the Year diberikan kepada orang yang dianggap paling berpengaruh di dunia selama setahun dan tidak harus dalam cara yang positif.

Lalu apa hubungan Mark dengan DPLK apalagi Nur Hasan? Sebetunya Mark tak akan menyangka karya besarnya akan menjadi salah satu mesin paling ampuh di belantara jejaring sosial di dunia saat ini, pun Indonesia.

Facebook dan media jejaring sosial lainnya ternyata dinilai berpotensi digunakan oleh industri Asuransi, DPLK, dan multifinance untuk digunakan memasarkan produk dan faedah lainnya. Itu yang kini mulai disadari oleh pelaku industri keuangan.

“Potensi memasarkan produk DPLK melalui Facebook itu ada apalagi kami di ADPLK selalu mengedepankan bagaimana sosialisasi kepada masyarakat apa itu DPLK,” kata Nur Hasan yang juga Direktur DPLK Group Saving Manulife ini, awal pekan ini.

DPLK adalah program dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan baik karyawan maupun pekerja mandiri.

Nur Hasan mengatakan pihaknya membuka mata atas kemajuan jejaring sosial dan akan menyesuaikan diri seiring dengan upaya dalam mendorong sosialisasi DPLK lewat situs. “Ada banyak program DPLK yang ada disitus bisa disosialisasikan dan simulasi lewat Facebook. Kami mengarah ke sana,” katanya.

Direktur Pengembangan Bisnis PT Mitra Integrasi Komputindo Didik Sunardi menilai betapa dahsyatnya pertumbuhan situs jejaring sosial a.l Facebook, Twitter, dan kawan-kawannya.

Menurut dia, besar potensi bisnis yang diraih jika perusahaan asuransi dan lembaga keuangan lainnya dapat memanfaatkan keunggulan jejaring sosial. “Setiap perusahaan yang bergerak pada pelayanan konsumen seperti asuransi dan dana pensiun harus melihat space media. Saat ini bukan lagi media konvensional, televisi dan radio tetapi ada media baru, social media,” katanya.

Keunggulannya, kata Didik, dengan media baru tersebut konsumen dapat langsung memberikan respon terhadap apa yang ditawarkan mengingat komunikasi jejaring berbasis dua arah atau narrowcasting bukan broadcasting sebagaimana media konvensional.

Didik benar. Di situs pemeringkat seperti Alexa, terpampang 500 situs paling tinggi diakses dan Facebook meraih posisi kedua setelah Google.com. Di Indonesia, awal pekan ini Alexa mencatat Facebook berada di urutan pertama dari 100 situs paling top disusul oleh Google.co.id dan Google.com.

Facebook bukan hanya urutan pertama di Indonesia tetapi Malaysia, Singapura, Turki, dan Filipina. Sayangnya belum ada data ditel terkait dengan berapa juta pengguna. Tapi jika mengetik kata “Facebook” lewat Google, terdapat 3,8 milar. Bandingkan dengan “Twitter” sebanyak 2,2 miliar, kata “Asuransi” sebanyak 12,5 juta, dan sebanyak 41.500 kata untuk kata “multifinance”.

Sebatas promosi
Dirut PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim mengamini analisis ini. Pihaknya bahkan sudah ancang-ancang menyiapkan sistem informasi guna mendukung pemasaran lewat Facebook. Tidak hanya promosi tetapi simulasi dan keunggulan lainnya.

“Saya kira harus kami lakukan ya, karena kalau engga bisa ketinggalan. Kami sudah siapkan mengenai itu [jejaring sosial],” katanya.

Memang ada beberapa institusi yang mulai memasarkan diri tetapi baru sebatas sebatas promosi a.l Dana Pensiun Pertamina, Dana Pensiun Danareksa, Dana Pensiun BNI, dan Asuransi Jiwa Tugu Mandiri.

Bahkan Facebook digunakan oleh PT Asuransi Jiwa Bakri (Bakrie Life) untuk mengkampanyekan tagline “Gagal bayar bukan berarti tidak ada jalan keluar”.

Sayangnya, meski sudah banyak yang promosi, Didik menilai industri asuransi dan dana pensiun secara umum belum begitu memahami dampak dari media sosial mengingat masih terkendala prioritas bisnis. Seharusnya, katanya, tahun depan promosi dan simulasi produk bisa dituntaskan sehingga pemasaran jauh lebih mudah.

Sederhananya, katanya, dengan promosi lewat jejaring sosial, agen asuransi atau tenaga pemasaran DPLK dapat dinaikkan menjadi penasehat keuangan atau financial advisor.
“Yang paling berat adalah perubahan berifikir wah nanti ide diambil perusahaan lain karena ada keterbukaan dan lainnya.

Kalau seluruhnya komplit, ide brilian Mark tak hanya digunakan untuk main-main oleh sebagian masyarakat Indonesia tapi dengan Facebook bisa membantu Nur Hasan dan industri DPLK dan asuransi secara umum untuk lebih memberi makna dalam menentukan jaminan hari tua dan bisnis risiko. Dan bisa saja kedua bisa saling mengenal jika suatu saat Mark tertarik jadi peserta DPLK? (mts/ln)


Tulisan ini dirilis dari www.bisnis.com, 29 Desember 2010
Foto: www.time.com

Entri Populer

Penayangan bulan lalu