Kamis, 17 September 2009

Berkah Ramadan bagi multifinance

Sudah hampir 2 pekan Yusuf Unyil, 25, menunggu turunnya surat tanda nomor kendaraan (STNK) Honda Revo Absolute yang bulan lalu dikreditnya melalui salah satu perusahaan pembiayaan di wilayah Jati Asih, Bekasi.

Padahal hari raya tinggal menghitung hari antara 20 September atau 21 September, tetapi surat sakti tanda bukti identitas kendaraan itu tak juga nongol. Jika STNK urung didapatnya, pria asli Kalimantan yang ingin mudik ke keluarga istrinya di daerah Cirebon, Jawa Barat itu terancam tertunda.

"'Saya pengennya sih sebelum Lebaran sudah ada (STNK) biar malam takbiran di kampung istri, tetapi belum ada juga nih. Dijanjiin diler sih maksimal 14 hari kerja,'' gerutunya.

Tahun lalu, karyawan perusahaan yang bergerak di jasa penagihan (debt collector) sebuah bank swasta ini mudik ke kota istrinya itu dengan menggunakan kereta api, sedangkan tahun ini dia ingin alternatif baru menunggangi 'kuda besi' karena lebih irit dan fleksibel.

Yusuf tak sendiri, pertengahan Juli, Aswin, 29, juga mengajukan aplikasi kredit motor Yamaha Jupiter. Menurut rencana, untuk keperluan mudik Lebaran tahun ini. Bedanya, STNK sudah di tangan sehingga momen sakral tahunan itu bisa dirasakan di kampung halamannya di Purwodadi, Jawa Tengah.

"'Mudik pake motor emang berisiko. Berangkat pukul 4 pagi, sampai ke sana kadang-kadang jam 6 petang. Saya masih bujang jadi masih amanlah naik motor, lagian juga bareng rekan-rekan kerja yang sama satu kampung,"' kata Aswin, karyawan pabrik garmen di Kawasan Berikat Pulo Gadung, Jakarta Timur ini.

Mudik saat Lebaran merupakan tradisi yang tak pernah hilang. Para pemudik menempuh berbagai cara agar dapat merayakan Idulfitri bersama keluarga di kampung halaman. Hal ini pula yang dirasakan Muhammad Syuaib, 29, karyawan multifinance kendaraan bermotor, yang sudah 5 tahun terakhir memilih mudik ke Magelang dengan mengendarai sepeda motornya.

"Ogah numpang angkutan umum karena padat. Kalau naik bus kan tiket cepet banget habis. Kalau motor kan nyantai," katanya.

Pulang kampung dengan mencicil sepeda motor guna menekan pengeluaran ini setiap tahun terjadi, sehingga dimanfaatkan oleh hampir semua perusahaan pembiayaan untuk menarik konsumen dengan bunga yang rendah dan proses mudah.

Sebagian pemudik memang memilih menggunakan motor sebagai alat transportasi ketimbang kereta api, bus, dan pesawat. Selain murah, penetrasi kendaraan yang dijuluki 'raja jalanan' ini menjadi kelebihan tersendiri.

Dengan momen Lebaran ini, permintaan kredit kendaraan khususnya roda dua diperkirakan meningkat hingga 20% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Bahkan, sebagian pelaku usaha meyakini penjualan kendaraan bermotor mengalami puncaknya pada Agustus. Bulan lalu, angka penjualan motor menembus level tertinggi pada tahun ini.
"'Penjualan motor peak-nya adalah Agustus karena permintaan jelang hari raya ini naik tajam terutama motor. Entah untuk kendaraan mudik sekalian pamer di kampung halaman. Bulan puasa ini naik 15%-20% dari sebelumnya,'' ujar Hafid Hadeli, Direktur PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (Adira Finance).

Selain Adira yang juga mencatatkan kinerja booking hingga Rp8,6 triliun sampai dengan Agustus, PT Bussan Auto Finance (BAF) juga mengklaim menjadi multifinance dengan penyaluran kredit terbesar pada bulan lalu seiring dengan naiknya penjualan Yamaha dari Juli sebanyak 262.799 unit menjadi 287.560 unit pada Agustus.

"Lebaran memang memberi berkah bagi pemudik maupun perusahaan pembiayaan," kata Armando Lung, Direktur BAF.

Gunadi Sindhunata, Presdir Indomobil Group, menegaskan kebutuhan atas kendaraan roda dua terus meningkat setiap tahun bukan hanya persoalan untuk Lebaran. Apalagi di Tanah Air rasio kepemilikan kendaraan bermotor masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya.

"Kita delapan orang satu motor, Thailand dan Malaysia empat orang satu motor, maka kita harus berlari dua kali lipat. Selain itu masyarakat membutuhkan transportasi yang murah dan kebutuhan ini belum dipenuhi oleh proyek pemerintah,'' katanya.

Awasi NPL
Direktur Biro Riset Infobank Eko B Supriyanto menilai dengan meningkatnya pembelian kendaraan menjelang Lebaran maka yang perlu diperhatikan adalah peningkatan tingkat kredit bermasalah (NPL) akibat tingginya suku bunga dan penurunan aktivitas ekonomi sebelumnya.

"'Indikasi naiknya permintaan bisa dilihat dari peningkatan aktivitas di beberapa showroom yg mempunyai kerja sama dengan perusahaan pembiayaan, tetapi multifinance juga perlu memperhatikan kredit macet," katanya.

Eko mengatakan persoalan suku bunga dan likuiditas sudah tidak menjadi halangan saat ini. Pasalnya, tren penurunan suku bunga dan ketersediaan likuiditas perbankan yang mencukupi. Kondisi ini berbeda dengan triwulan pertama tahun ini.

Kehati-hatian memberikan kredit terhadap pemudik yang mengajukan kredit baru semestinya menjadi perhatian multifinance tidak hanya mengejar target bulan puasa. Saiful Ichlas, Corporate Secretary PT Summit Oto Finance (SOF), menegaskan dengan permintaan kredit menjelang Lebaran yang tinggi ini mendorong perusahaan menerapkan manajemen yang baik guna menekan kredit macet bermasalah.

Dengan usaha yang selama ini dilakukan perusahaan pembiayaan memudahkan masyarakat membeli kendaraan secara mencicil semestinya tidak dimanfaatkan secara tidak adil oleh pemudik sehingga NPL tetap terjaga dengan baik.

Jika hal ini bisa terwujud, puluhan ribu motor yang mengantarkan pemiliknya untuk bersilaturahmi dengan keluarga pada hari raya Idulfitri bisa kembali dengan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan akad yang ada. Selamat jalan... Selamat hari raya Idulfitri. (tahir.saleh@bisnis.co.id)

Ditulis oleh M Tahir, dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, edisi 17 September 2009
Gambar: tawvic.wordpress.com

Rabu, 16 September 2009

Pensiun, tak harus jadi PNS

Perempuan berkerudung putih itu terus saja mengeluh, bibirnya merapal kalimat seolah-olah tak henti mendongeng kegagalan anaknya mengikuti ujian pegawai negeri sipil (PNS) sebuah departemen belum lama ini. Nurhayati, 45 tahun, sebut saja namanya.

Dari ceritanya tampak kekecewaan setelah putra ketiganya gagal dalam tahap pertama tes pegawai negeri sehingga dia khawatir dengan masa depan anaknya yang fresh graduated sekolah menengah kejuruan itu.

"Gagal lagi nih, padahal anak saya sudah nyiapin diri buat ikut, yah mau gimana lagi saingannya banyak banget," keluhnya saat ditemui di Kampung Teluk Pucung, Bekasi Utara.

Wajar Nurhayati kecewa, toh ribuan harapan sudah disemai, berkali-kali usaha pun dilakoni, tetapi tetap saja impian anaknya mengenakan pantalon dan baju safari pegawai negeri sirna begitu saja, padahal jika terpaksa menyediakan 'persekot', dirinya pun sudah siap.

Nasib ibu enam orang anak itu adalah sebagian kecil dari sekian banyak orang tua yang sangat mendambakan putra-putrinya diterima menjadi abdi negara. Pekerjaan menjadi pelayan masyarakat itu sepertinya masih menjadi status sosial yang masih mendapat poin lebih pada era modern, saat zaman sudah berubah, tidak lagi seperti zaman kerajaan masih mendominasi nusantara.

Terbukti, setiap kali ada pendaftaran PNS, tak hanya ratusan bahkan ribuan orang turut serta. Anakronis sekaligus tragis memang. Dulu, jabatan abdi dalem memang sempat menduduki posisi status profesi paling bergengsi ketika itu.

Lantas apa sebenarnya alasan orang tua-kadang termasuk juga anaknya-masih menggantungkan harapan menjadi PNS dibandingkan dengan profesi lain? Apakah karena sistem kerja reguler, pergi pagi pulang sore, gaji tetap, atau mungkin keinginan kuat itu berangkat pada salah satu alasan yaitu tersedianya jaminan hari tua.

Kepala Bagian DPLK BRI Wahyuni Marhaenis menilai jawaban ini paling mewakili alasan sebagian anak muda mendaftar PNS. "Menjadi PNS memang terkadang masih menjadi satu prioritas sebagian anak muda karena pensiunnya terjamin nanti," begitu kata Wahyuni.
Jaminan pensiun pada kenyataannya belum wajib diakomodasi oleh perusahaan swasta selama ini sehingga PNS menjadi satu keniscayaan meski dari sisi pengelolaan tabungan pensiun pegawai negeri pun belum optimal.

Jaminan masa tua ini menjadi satu kelebihan pekerjaan ini apalagi pada 3 Agustus silam dalam pidatonya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berencana menaikkan gaji pegawai negeri.

Kepala Negara menegaskan dalam RAPBN 2010, alokasi belanja pegawai direncanakan mencapai Rp161,7 triliun atau naik 21% dari perkiraan realisasi dalam RAPBN 2009.
Alokasi anggaran juga antara lain untuk kenaikan gaji pokok dan pensiunan rata-rata 5% dan pemberian gaji ke-13 (bonus). Pegawai negeri golongan rendah juga gajinya naik dari Rp674.000/bulan menjadi Rp1.721.000/bulan, bandingkan dengan UMR Provinsi DKI sebesar Rp1.069.865.

Dengan kelebihan ini, tak heran masa kini seperti déjà vu, kembali ke paham monarki feodal kedaluwarsa dari zaman purba, PNS masih diprioritaskan sebagian masyarakat.

Alternatif baru
Jika bijak menyikapi, sebetulnya saat ini, ketika sejumlah lembaga keuangan seperti asuransi dan bank sudah melirik dana pensiun sebagai lahan usaha, mestinya masyarakat jangan terlalu berharap tinggi terhadap PNS hanya karena jaminan hari tua.

Soalnya ada yang namanya dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yang merupakan lembaga yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti (PPIP) bagi perusahaan/ pemberi kerja maupun perorangan. Di sinilah maksud dari adanya lembaga yang didirikan oleh bank umum dan perusahaan asuransi jiwa ini.

Orang-orang seperti Nurhayati, sebetulnya bisa tersenyum lantaran sejak diberlakukan UU No.11/1992 tentang Dana Pensiun, ada dua lembaga yang dapat menyelenggarakan program dana pensiun yakni dana pensiun pemberi kerja (DPPK) dan DPLK. Yang pertama adalah khusus internal perusahaan, sementara peserta DPLK terbuka bagi perusahaan atau individu.

Dengan terbukanya peluang ini, kata Wahyuni, kaum muda jangan terlalu berambisi menjadi PNS hanya karena ingin mendapat manfaat pensiun. Dengan dana relatif terjangkau tiap bulan, peserta individu bisa lebih dini mempersiapkan tabungan hari tuanya sekaligus menentukan kapan ia ingin pensiun.

"Jadi tidak usahlah ingin jadi PNS terus, kan masih banyak pekerjaan lain yang juga mulia," katanya.

Bahkan Arief Fauzan, Koordinator Bidang Investasi DPLK Muamalat, mengatakan dengan uang iuran minimal Rp50.000, peserta bisa mempersiapkan hari tuanya dengan menetapkan usia pensiunnya sendiri. "Di kami minimal Rp50.000 per bulan sudah bisa tenang pada hari tua, bila merasa kurang tinggal ditambah saja apalagi dana juga kami investasikan," kata Arief.

Presiden Direktur Dapen Pertaminan Torang M Napitupulu mengakui saat ini ada alternatif bagi individu untuk tidak terlalu bergantung kepada dana pensiun yang diadakan oleh perusahaan. Hal itu lantaran sudah tersedia lembaga benefit yang mengurus jaminan hari tua.

Ketua Pengurus Lembaga Standar Profesi Dana Pensiun (LSPDP) Arif Hartanto mengatakan masa pensiun sudah bisa dipersiapkan sejak dini, jika perusahaan tempat bekerja sudah mengikutsertakan ke DPLK, peserta juga bisa secara sukarela menambah iuran sendiri secara individu untuk menambah manfaat pensiun nanti. "Jadi bukan hanya PNS yang dapat pensiun, dari sekarang kita juga bisa."

Perusahaan memang belum diwajibkan mengikutsertakan pegawainya dalam pensiun, hanya Jamsostek dan pesangon. Jika terus menunggu rampungnya regulasi, sulit jika tidak dipersiapkan sejak dini.

Hadirnya DPLK dalam dunia yang sudah bermetamorfosis ini bisa membuka mata, karena ada begitu banyak pekerjaan mulia saat ini selain PNS. Jadi dokter, karyawan, analis, ekonom, wartawan, juga bisa dapat uang pensiun kok. (tahir.saleh@bisnis.co.id)

Ditulis oleh M Tahir, judul asli "Memperoleh Jaminan Pensiun tak Harus dengan Menjadi PNS", dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, edisi 10 Agustus 2009.
Gambar: winsufmaulana.blogpspot.com

Entri Populer

Penayangan bulan lalu