Kamis, 29 Agustus 2013

KISAH BAKRIE LIFE

Photo by Bisnis.com
Nasabah: Tuhan Tidak Buta
Tahir Saleh

SUATU siang pada pertengahan Oktober 2009. Timoer Soetanto, Direktur Utama Asuransi Jiwa Bakrie mendatangi gedung Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Timoer rencananya akan membahas penyelesaian perselisihan dengan nasabah produk Diamond Investa, salah satu produk yang dijual perseroan, bersama dengan regulator.

Saya bersama rekan wartawan di ruang pers tak membuang waktu, segera kami memburu pria berkaca mata itu hingga ke lift. “Iya saya dipanggil mau ketemu Pak Isa [Isa Rahmatarwata, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK].”

Entah sudah berapa kali Timoer menyambangi gedung otoritas jasa keuangan pasar modal dan lembaga keuangan itu sejak kasus gagal bayar produk Diamond Investa milik Bakrie Life mengemuka ke publik sejak Juli 2009.

Tapi dari tatapannya saat menjawab serentetan pertanyaan wartawan, Timoer nampak tak gugup sedikit pun meski utang gagal bayar itu miliaran. Dia begitu tenang bahkan saat kondisi perseteruan gagal bayar ini sudah menjalar ke aksi demonstrasi baik di Gedung Bapepam-LK hingga kantor pusat Grup Bakrie, Wisma Bakrie di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.

Menjadi pertanyaan bila melihat awal berdiri perusahaan ini. Bagaimana bisa sebuah perusahaan yang didukung keuangan, manajemen, dan sumber daya manusia berkualitas dari Grup Bakrie bisa terjerat dengan kasus gagal bayar ini?

Hingga pertengahan 2012, sekitar ratusan nasabah yang menanamkan dana investasi di produk Diamond Investa itu belum sepenuhnya kembali. Mereka terus menuntut skema pengembalian dana nasabah.

Dana investasi yang belum dikembalikan sekitar Rp360 miliar pada 2008 dan pertengahan 2012, Bakrie Life baru melunasi sekitar Rp90 miliar. Kabar terakhir, hingga saat ini Bakrie Life dan perwakilan nasabah terus berdiskusi terkait dengan penyelesaian masalah pengembalian dana nasabah itu.

***
ASURANSI Jiwa Bakrie Life berdiri di Jakarta pada 1996 dengan fokus bisnis asuransi jiwa. Perusahaan ini lahir dari hasil akuisisi saham Asuransi Jiwa Centris pada 24 Oktober 1996. Sebelumnya, Centris Life juga terlebih dahulu mengambilalih Asuransi Jiwa Summa pada 1993.

Dari namanya saja, publik di Indonesia sudah paham siapa pengendali di balik perusahaan asuransi ini yakni Grup Bakrie, kelompok usaha berskala multi-nasional dan internasional yang berdiri pada 1942 oleh Achmad Bakrie (alm).
Lebih dari 40 perusahaan masuk dalam grup ini a. l sektor industri manufaktur, agroindustri, pertambangan batubara, pertambangan migas, real estate & properti.

Tak hanya itu sektor infrastruktur, jasa konstruksi, jasa telekomunikasi & media televisi, investasi & jasa keuangan, perdagangan, pendidikan SDM juga digarap oleh grup usaha yang kini dijalankan oleh putra sulung Achmad Bakrie, Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar.

Belakangan, kian fokusnya Aburizal Bakrie atau Ical dalam partai politik warisan orde baru dan berencana menjadi Calon Presiden pada 2014, kendali grup disetir oleh adik kandungnya, Nirwan Dermawan Bakrie. Tapi di Majalah Tempo, Bakrie menolak memiliki keterkaitan lagi dengan Bakrie Life, sudah terpisah.

Pascakrisis 2000-2004, perusahaan ini memang melakukan konsolidasi dan reposisi basis usaha perseroan. Periode berikutnya 2005-2006, program konsolidasi terus berlanjut hingga 2007-2008. Saham Bakrie Life dipegang oleh Bakrie Capital Indonesia sebesar 94% dan sisanya Koperasi Karyawan Bakrie Life (Mitra Sejahtera).

Sebelum kasus mencuat, perusahaan nyatanya berkali-kali menggondol penghargaan dari sejumlah media di antaranya Majalah InfoBank, Majalah Investor, Harian Bisnis Indonesia, dan Majalah Media Asuransi. Jadi bukan perusahaan ecek—ecek.

Saat terjadi gagal bayar, Bakrie Life dipimpin oleh Timoer Soetanto yang pernah menjabat Komisaris Independen Lipo General Insurance Tbk, perusahaan yang didirikan oleh bos Grup Lippo, Mochtar Riady.

Timoer di mata sejawatnya adalah pribadi yang cerdas dan baik, tak neko—neko. M Nashir sahabatnya saat di Universitas Airlangga Surabaya juga mengonfimasi hal itu. Bagi Nashir yang kini menjabat Dirut Trust Finance Indonesia Tbk ini, Timoer sosok yang baik dan pintar.

“Wah dulu tuh saya kejar kejaran jadi yang terbaik di Unair, saingan saya ya Pak Timoer. Di luar itu, menurut saya kasus Bakrie Life itu tak bisa disalahkan Pak Timoer, mungkin lingkungan di sekitar beliau,” katanya.

Kronologis Peristiwa

AWALNYA, kasus gagal bayar ini bermula dari krisis keuangan yang mendera pasar modal pada akhir 2008. Bakrie Life yang terlalu agresif dengan menempatkan 80% dana investasinya ke portofolio saham ternyata merugi investasi besar-besaran.

Kondisi itu makin diperparah dengan redemption atau penarikan dana besar-besaran polis tradisional karena krisis kepercayaan pemegang polis di tengah krisis.

Diamond Investa, salah satu produk Bakrie Life, memberikan janji imbal hasil atau return tinggi dan kemungkinan pemegang polis bisa dengan mudah menarik dananya saat masa garansi investasi habis tanpa terkena penalti.
Imbasnya perseroan akhirnya tak mampu menambal kerugian investasi itu yang menyebabkan gagal bayar manfaat investasi produk asuransi itu mencapai Rp350 miliar sejak Juli 2009—Agustus 2009.

Sekitar 600 nasabah, yang sebagian besar nasabah individu meminta pengembalian investasi mereka. Nasabahnya beragam mulai dari nasabah yang ‘menggadaikan’ uang dana pensiun milik orang tuanya hingga sengaja ‘memarkir’ dana milik saudara ke produk itu.

Pemerintah, dalam hal ini Bapepam-LK—yang kini bertransformasi menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pemegang saham lalu meminta manajemen Bakrie Life agar bernegosiasi dengan nasabah mengenai mekanisme penjadwalan ulang pembayaran dana.

Sayang, hingga batas waktu negosiasi yang ditetapkan belum berhasil diperoleh kesepakatan penuh dengan 100% nasabah.

Proses selanjutnya berjalan. Akhirnya diperoleh mekanisme baru yakni nasabah mendapatkan 25% pada 2010, 2011 diperoleh 25%, dan sisanya dibayarkan pada 2012, meski ada beberapa pemegang polis yang belum setuju.

Skema itu juga memuat perjanjian mengenai bunga yang dibayar setiap bulan senilai 9,5%, yang akan dijalankan mulai triwulan I/2010. Bunga ini turun dari perjanjian semula sebesar 12%-13%.

Di tengah proses itu, beberapa nasabah Bakrie Life mulai melobi wartawan agar bisa memberikan angin segar dalam berita termasuk media tempat saya bekerja.

“Tolong bantu kami para nasabah sampai 2012 berita jangan sampai kasar. Bahaya, telp saja sekarang ke 08XXXXXX….Wahjudi [Juru Bicara Nasabah],” tulis seorang nasabah yang dikirim pada 10 Juli 2010 pukul 21.50 ke ponsel saya.

Nasabah produk Diamond Investa ini sekitar 600 orang dengan total dana sekitar Rp350 miliar, seluruhnya berasal dari nasabah individu. Adapun nasabah produk asuransi tradisional Bakrie Life sebanyak 30.000 orang dengan total dana antara Rp175 miliar--Rp200 miliar.

***

NAMANYA juga perjanjian, kadang untuk dilanggar. Ada kalanya satu pihak tak mematuhi kesepakatan dengan alasan tertentu. Entah tak punya dana sampai ke cara klasik; mengulur waktu.

Kewajiban Bakrie Life bukan angka kecil, Rp350 miliar ini angka besar sama dengan kerugian akibat banjir bandang di Bondowoso dan Situbondo pada 2008 silam.

Mengulur waktu itu terlihat dari cara Bakrie Life memenuhi kewajiban. Terkadang hanya membayar beban pokok tanpa bunga, kadang juga tak menepati janji dan mengakumulasikan pada kuartal berikutnya.

Soal ini Timoer hanya menjawab “[Kami akan membayar]…sesuai dengan kesepatakan dengan nasabah. Intinya uang masih dicari, mudah mudahan cepat terealisasi. Begitu singkatnya.

Tapi jawaban ini tak memuaskan. Nasabah butuh duit bukan janji. Mereka bahkan membuat situs yakni http://diamondinvesta.blogspot.com. Blog ini pertama kali mengunggah berita dari The Jakarta Post berjudul “Frustrated Bakrie Life Customers Waiting to Get Their Savings Back terbitan 1 Juli 2010.

Mereka juga aktif berkoresponden, bahasanya demikian, ke sejumlah wartawan. Saya juga kembali menerima pesan singkat itu. Barangkali merasa tak punya kekuatan melawan korporasi kuat di negeri ini, jadi bisa mengandalkan media.

“Seharusnya nabung di asuransi aman izin Bapepam-LK Depkeu sah secara hukum tapi negara kita hukumnya hukum rimba yang kuat yang berkuasa, yang menang. [1 Agustus 2010, pukul 09.25 pagi].

“Hanya Tuhan yang bisa menegur Bakrie Life. Saya percaya Tuhan lagi pantau terius Bakrie Life. Suatu saat BL pasti ditegur oleh-Nya. Kalau Tuhan yang sudah menegur…manusia baru bertobat. Tuhan tidak buta, Tuhan Maha Tahu, Maha Kuasa. Derita, tangis, jeritan, kekuatiran nasabah pasti didengar dan dijawab oleh-Nya.Amin. [3 Agustus 2010, 1.32 siang]

Pesan singkat berikutnya berisi:

 “Ketika engkau dalam segala perkara, kemenangan akan terjadi atas orang-orang benar dan hukuman, kehancuran akan terjadi kepada orang-orang yang tidak benar. Itu suara yang saya dengar nyaring di telinga saya. Tuhan memberkati.” [21 Agustus 2010, 5.37 pagi]

“Sejarah uang, dari jaman nabi-nabi sampai sekarang, uang adalah alat untuk menjual dan membeli sesuatu (alat pertukaran). Pada zaman nabi, uang disimpan di peti (tidak berbungan dan bisa hilang). Zaman sekarang: uang disimpan di bawah bantal, celengan semar (tidak berbungan dan bisa hilang), bank, “Asuransi”, dsb (berbungan dan bisa hilang). Yang jadi pertanyaan penting, di manakah simpan uang yang aman terutama di Indonesia? [24 Juli 2010, 9.27 pagi]

Ketua Bapepam-LK Ahmad Fuad Rahmany yang kini menjadi Dirjen Pajak mengatakan para nasabah juga terlalu mudah tergiur dengan imbal hasil tinggi padahal investasi itu berisiko ringgi.

“Betul Sekali, kasihan tetapi juuga heran melihat mereka kenapa begitu mudah tergiur pada tawaran-tawaran yang menarik tetapi berisiko ringgi, padahal di industri banyak sekali pilihan yang baik meskipun kurang tinggi return-nya tetapi rendah risikonya.” kata Fuad, Juni 2010.

Pada bulan yang sama, 3 tahun kemudian, Anggota Dewan Komisioner Bidang Industri Keuangan Non Bank OJK Firdaus Djaelani, kepada wartawan, menegaskan permasalahan yang menimpa nasabah Bakrie Life akhirnya menemui jalan terang.

Tahap pertama pembayaran Rp62,5 miliar diberikan pada Juli, tahap kedua dengan besaran yang sama diberikan pada Agustus sehingga pada akhir tahun ini pembayaran klaim itu bisa rampung. “Kabar baiknya, Bakrie Life sudah ada penyelesaian.”

Intinya kasus ini menyentil kita dalam berinvestasi.  Jangan terlalu memberi tempat pada nasfu ingin memperbesar kekayaan dalam waktu singkat tetapi lebih baik proporsional antara kentungan dan risiko.

Dari segi regulasi, masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh korporasi untuk merugikan konsumen.

Terlalu tinggi keuntungan jika risiko tinggi akan berbahaya sebaliknya terlalu rendah keuntungan tapi risiko rendah pun tidak sebanding. Bagi pemerintah, sebaiknya perlu ada pengawasan yang lebih detil terkait dengan produk—produk njlimet tapi secara laten menawarkan return jauh dari kenyataan. ***


Words: 1.519

3 komentar:

Entri Populer

Penayangan bulan lalu