Dahulu, cerita sehari-hari soal multifinance tak lepas dari pertanyaan calo-calo pencari informasi lisensi perusahaan pembiayaan mana yang mau dijual.
Maklum saja, pasar gelap izin multifinance terjadi. Pemicunya adalah KMK No.185/KMK.06/ 2002 yang dikeluarkan 24 April 2002 oleh Boediono selaku Menkeu saat itu, di mana tidak ada lagi pemberian izin usaha baru bagi perusahaan pembiayaan.
Keputusan pemerintah untuk tidak izin baru ini karena banyak perusahaan dari total 255 multifinance belum pulih sepenuhnya dari krisis moneter. Darmin Nasution, yang kala itu menjadi Dirjen Lembaga Keuangan merasa jumlah perusahaan pembiayaan yang ada sudah optimal.
Itu bicara 7 tahun lalu, kini sejak lahirnya PMK No. 84/2006, pemerintah akhirnya memberikan izin baru untuk mendirikan perusahaan pembiayaan kepada perusahaan swasta nasional, patungan maupun koperasi.
Dengan dikeluarkannya beleid itu, otomatis KMK No. 448/2000, KMK No. 172/2002, KMK No.185/002 dinyatakan dicabut. Namun, bagaimana dampaknya sekarang?
Idealnya antara kualitas dan kuantitas harus proporsional, tetapi kenyataannya terlalu banyak perusahaan 'bodong' menyulitkan pengawasan dan memberi borok yang lain. Industri jasa pembiayaan seakan memasuki periode yang berulang. Pada awal 1990-an, kondisinya mirip di mana banyak multifinance bermunculan bak jamur pada musim hujan.
Kini, pembiayaan konsumen menjadi dominan di tengah kondisi ekonomi nasional yang tetap positif serta sektor konsumsi menjadi primadona penggerak sendi perekonomian. Tak pelak, minat untuk membuka perusahaan pembiayaan sangat besar di masyarakat, para pemodal pun berharap diizinkan membuka perusahaan multifinance baru. Nama-nama pemain baru pun bermunculan di sela-sela gedung perkantoran.
Logikanya, keran izin yang dibuka sejak 2006 mampu mendongkrak jumlah pemain. Namun, yang baru hanya identitas, izinnya ternyata banyak barang lawas. Jika 7 tahun lalu ada 255 pemain yang diakui Depkeu, saat ini berkurang drastis dan hanya 204 izin multifinance yang resmi mendapatkan persetujuan dari pemerintah. Bukannya jumlah pemain harus bertambah?
Mantan Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Freddy Saragih mengatakan tak mudah mendapatkan izin baru. Freddy yang kini ditarik di kantor pusat Depkeu, menuturkan dirinya hanya meneken tiga izin baru.
Kemampuan calon investor yang ingin mendapatkan izin usaha menjadi alasan kuat bagi pemerintah. "Kalau Anda menyatakan mau menyetor Rp100 miliar, buktikan kalau Anda punya harta lebih dari itu. Bukan hanya dengan pernyataan, kalau kami tidak puas dengan bukti itu, sorry tidak bisa keluar izin," tegas Freddy.
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), satu-satunya wadah industri ini, mengungkapkan sebagian besar dari jumlah multifinance saat ini belum beroperasi dalam kapasitas penuh.
Lebih ketat
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan siapa pun yang ingin masuk ke industri pembiayaan dan ini juga sekaligus menjadi alasan berkurangnya jumlah pelaku usaha saat ini. Pertama, seperti tercantum dalam Bab III pasal 7 PMK No. 84/ 2006, multifinance harus memenuhi ketentuan minimum permodalan yang memang kian besar.
Multifinance yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT), modal disetor ditetapkan minimal Rp100 miliar, adapun bentuk koperasi minimal Rp50 miliar dan tidak berlaku surut. Apalagi ada embel-embel, modal harus disesuaikan kembali jika terjadi perubahan pemegang saham. Ini yang sebenarnya jadi faktor pemberat karena sebelumnya pemerintah hanya mensyaratkan modal Rp10 miliar bagi PT dan Rp5 miliar terhadap koperasi.
Kepala Biro Pembiayan dan Penjaminan Bapepam LK yang baru M. Ihsanuddin mengatakan persoalan permodalan menjadi salah satu yang dominan mengapa belum banyak yang mengajukan izin baru.
Jumlah multifinance baru ternyata kalah jauh dengan perusahaan yang menjadi almarhum karena dicabut izinnya.
Jika selama kurun waktu Januari-Juni 2009 saja sudah sembilan multifinance yang almarhum, sejak PMK itu terbit 3 tahun lalu, cuma ada tambahan enam perusahaan sehingga jumlah multifinance yang aktif hingga Juni mencapai 204 perusahaan, padahal akhir tahun lalu tercatat 212 perusahaan.
Kedua, selain harus ada izin menteri, ekuitas multifinance juga diwajibkan minimal 50% dari modal disetor. Banyak manajemen multifinance pun harus pintar-pintar mengatur arus kasnya. Jangan cuma dapat izin lalu tak mampu bertahan dan akhirnya musnah.
Dan persoalan terakhir ialah ketegasan regulator. Biro Pembiayaan dan Penjaminan kini punya julukan 'malaikat pencabut nyawa' dan selalu memelototi kinerja perusahaan yang tidak serius.
Bukti nyata sudah ada di depan mata, bisa dihitung berapa banyak pelaku usaha yang tinggal menunggu peringatan berikutnya (pembekuan) hingga berujung pada pencabutan izin usaha.
Ditulis oleh M Tahir dan Fahmi Achmad, dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, edisi 21 Agustus 2009
Gambar: bikez.com