
Perempuan berkerudung putih itu terus saja mengeluh, bibirnya merapal kalimat seolah-olah tak henti mendongeng kegagalan anaknya mengikuti ujian pegawai negeri sipil (PNS) sebuah departemen belum lama ini. Nurhayati, 45 tahun, sebut saja namanya.
Dari ceritanya tampak kekecewaan setelah putra ketiganya gagal dalam tahap pertama tes pegawai negeri sehingga dia khawatir dengan masa depan anaknya yang fresh graduated sekolah menengah kejuruan itu.
"Gagal lagi nih, padahal anak saya sudah nyiapin diri buat ikut, yah mau gimana lagi saingannya banyak banget," keluhnya saat ditemui di Kampung Teluk Pucung, Bekasi Utara.
Wajar Nurhayati kecewa, toh ribuan harapan sudah disemai, berkali-kali usaha pun dilakoni, tetapi tetap saja impian anaknya mengenakan pantalon dan baju safari pegawai negeri sirna begitu saja, padahal jika terpaksa menyediakan 'persekot', dirinya pun sudah siap.
Nasib ibu enam orang anak itu adalah sebagian kecil dari sekian banyak orang tua yang sangat mendambakan putra-putrinya diterima menjadi abdi negara. Pekerjaan menjadi pelayan masyarakat itu sepertinya masih menjadi status sosial yang masih mendapat poin lebih pada era modern, saat zaman sudah berubah, tidak lagi seperti zaman kerajaan masih mendominasi nusantara.
Terbukti, setiap kali ada pendaftaran PNS, tak hanya ratusan bahkan ribuan orang turut serta. Anakronis sekaligus tragis memang. Dulu, jabatan abdi dalem memang sempat menduduki posisi status profesi paling bergengsi ketika itu.
Lantas apa sebenarnya alasan orang tua-kadang termasuk juga anaknya-masih menggantungkan harapan menjadi PNS dibandingkan dengan profesi lain? Apakah karena sistem kerja reguler, pergi pagi pulang sore, gaji tetap, atau mungkin keinginan kuat itu berangkat pada salah satu alasan yaitu tersedianya jaminan hari tua.
Kepala Bagian DPLK BRI Wahyuni Marhaenis menilai jawaban ini paling mewakili alasan sebagian anak muda mendaftar PNS. "Menjadi PNS memang terkadang masih menjadi satu prioritas sebagian anak muda karena pensiunnya terjamin nanti," begitu kata Wahyuni.
Jaminan pensiun pada kenyataannya belum wajib diakomodasi oleh perusahaan swasta selama ini sehingga PNS menjadi satu keniscayaan meski dari sisi pengelolaan tabungan pensiun pegawai negeri pun belum optimal.
Jaminan pensiun pada kenyataannya belum wajib diakomodasi oleh perusahaan swasta selama ini sehingga PNS menjadi satu keniscayaan meski dari sisi pengelolaan tabungan pensiun pegawai negeri pun belum optimal.
Jaminan masa tua ini menjadi satu kelebihan pekerjaan ini apalagi pada 3 Agustus silam dalam pidatonya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berencana menaikkan gaji pegawai negeri.
Kepala Negara menegaskan dalam RAPBN 2010, alokasi belanja pegawai direncanakan mencapai Rp161,7 triliun atau naik 21% dari perkiraan realisasi dalam RAPBN 2009.
Alokasi anggaran juga antara lain untuk kenaikan gaji pokok dan pensiunan rata-rata 5% dan pemberian gaji ke-13 (bonus). Pegawai negeri golongan rendah juga gajinya naik dari Rp674.000/bulan menjadi Rp1.721.000/bulan, bandingkan dengan UMR Provinsi DKI sebesar Rp1.069.865.
Alokasi anggaran juga antara lain untuk kenaikan gaji pokok dan pensiunan rata-rata 5% dan pemberian gaji ke-13 (bonus). Pegawai negeri golongan rendah juga gajinya naik dari Rp674.000/bulan menjadi Rp1.721.000/bulan, bandingkan dengan UMR Provinsi DKI sebesar Rp1.069.865.
Dengan kelebihan ini, tak heran masa kini seperti déjà vu, kembali ke paham monarki feodal kedaluwarsa dari zaman purba, PNS masih diprioritaskan sebagian masyarakat.
Alternatif baru
Jika bijak menyikapi, sebetulnya saat ini, ketika sejumlah lembaga keuangan seperti asuransi dan bank sudah melirik dana pensiun sebagai lahan usaha, mestinya masyarakat jangan terlalu berharap tinggi terhadap PNS hanya karena jaminan hari tua.
Jika bijak menyikapi, sebetulnya saat ini, ketika sejumlah lembaga keuangan seperti asuransi dan bank sudah melirik dana pensiun sebagai lahan usaha, mestinya masyarakat jangan terlalu berharap tinggi terhadap PNS hanya karena jaminan hari tua.
Soalnya ada yang namanya dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yang merupakan lembaga yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti (PPIP) bagi perusahaan/ pemberi kerja maupun perorangan. Di sinilah maksud dari adanya lembaga yang didirikan oleh bank umum dan perusahaan asuransi jiwa ini.
Orang-orang seperti Nurhayati, sebetulnya bisa tersenyum lantaran sejak diberlakukan UU No.11/1992 tentang Dana Pensiun, ada dua lembaga yang dapat menyelenggarakan program dana pensiun yakni dana pensiun pemberi kerja (DPPK) dan DPLK. Yang pertama adalah khusus internal perusahaan, sementara peserta DPLK terbuka bagi perusahaan atau individu.
Dengan terbukanya peluang ini, kata Wahyuni, kaum muda jangan terlalu berambisi menjadi PNS hanya karena ingin mendapat manfaat pensiun. Dengan dana relatif terjangkau tiap bulan, peserta individu bisa lebih dini mempersiapkan tabungan hari tuanya sekaligus menentukan kapan ia ingin pensiun.
"Jadi tidak usahlah ingin jadi PNS terus, kan masih banyak pekerjaan lain yang juga mulia," katanya.
Bahkan Arief Fauzan, Koordinator Bidang Investasi DPLK Muamalat, mengatakan dengan uang iuran minimal Rp50.000, peserta bisa mempersiapkan hari tuanya dengan menetapkan usia pensiunnya sendiri. "Di kami minimal Rp50.000 per bulan sudah bisa tenang pada hari tua, bila merasa kurang tinggal ditambah saja apalagi dana juga kami investasikan," kata Arief.
Presiden Direktur Dapen Pertaminan Torang M Napitupulu mengakui saat ini ada alternatif bagi individu untuk tidak terlalu bergantung kepada dana pensiun yang diadakan oleh perusahaan. Hal itu lantaran sudah tersedia lembaga benefit yang mengurus jaminan hari tua.
Ketua Pengurus Lembaga Standar Profesi Dana Pensiun (LSPDP) Arif Hartanto mengatakan masa pensiun sudah bisa dipersiapkan sejak dini, jika perusahaan tempat bekerja sudah mengikutsertakan ke DPLK, peserta juga bisa secara sukarela menambah iuran sendiri secara individu untuk menambah manfaat pensiun nanti. "Jadi bukan hanya PNS yang dapat pensiun, dari sekarang kita juga bisa."
Perusahaan memang belum diwajibkan mengikutsertakan pegawainya dalam pensiun, hanya Jamsostek dan pesangon. Jika terus menunggu rampungnya regulasi, sulit jika tidak dipersiapkan sejak dini.
Hadirnya DPLK dalam dunia yang sudah bermetamorfosis ini bisa membuka mata, karena ada begitu banyak pekerjaan mulia saat ini selain PNS. Jadi dokter, karyawan, analis, ekonom, wartawan, juga bisa dapat uang pensiun kok. (tahir.saleh@bisnis.co.id)
Ditulis oleh M Tahir, judul asli "Memperoleh Jaminan Pensiun tak Harus dengan Menjadi PNS", dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, edisi 10 Agustus 2009.
Gambar: winsufmaulana.blogpspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar