Photo by Bisnis.com |
Nasabah: Tuhan Tidak Buta
Tahir Saleh
SUATU
siang pada pertengahan Oktober 2009. Timoer Soetanto, Direktur Utama Asuransi
Jiwa Bakrie mendatangi gedung Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK).
Timoer
rencananya akan membahas penyelesaian perselisihan dengan nasabah produk Diamond
Investa, salah satu produk yang dijual perseroan, bersama dengan regulator.
Saya
bersama rekan wartawan di ruang pers tak membuang waktu, segera kami memburu
pria berkaca mata itu hingga ke lift. “Iya saya dipanggil mau ketemu Pak Isa
[Isa Rahmatarwata, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK].”
Entah
sudah berapa kali Timoer menyambangi gedung otoritas jasa keuangan pasar modal
dan lembaga keuangan itu sejak kasus gagal bayar produk Diamond Investa milik
Bakrie Life mengemuka ke publik sejak Juli 2009.
Tapi
dari tatapannya saat menjawab serentetan pertanyaan wartawan, Timoer nampak tak
gugup sedikit pun meski utang gagal bayar itu miliaran. Dia begitu tenang
bahkan saat kondisi perseteruan gagal bayar ini sudah menjalar ke aksi
demonstrasi baik di Gedung Bapepam-LK hingga kantor pusat Grup Bakrie, Wisma
Bakrie di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
Menjadi
pertanyaan bila melihat awal berdiri perusahaan ini. Bagaimana bisa sebuah
perusahaan yang didukung keuangan, manajemen, dan sumber daya manusia
berkualitas dari Grup Bakrie bisa terjerat dengan kasus gagal bayar ini?
Hingga
pertengahan 2012, sekitar ratusan nasabah yang menanamkan dana investasi di
produk Diamond Investa itu belum sepenuhnya kembali. Mereka terus menuntut skema
pengembalian dana nasabah.
Dana
investasi yang belum dikembalikan sekitar Rp360 miliar pada 2008 dan
pertengahan 2012, Bakrie Life baru melunasi sekitar Rp90 miliar. Kabar
terakhir, hingga saat ini Bakrie Life dan perwakilan nasabah terus berdiskusi
terkait dengan penyelesaian masalah pengembalian dana nasabah itu.
***
ASURANSI
Jiwa Bakrie Life berdiri di Jakarta pada 1996 dengan fokus bisnis asuransi
jiwa. Perusahaan ini lahir dari hasil akuisisi saham Asuransi Jiwa Centris pada
24 Oktober 1996. Sebelumnya, Centris Life juga terlebih dahulu mengambilalih
Asuransi Jiwa Summa pada 1993.
Dari
namanya saja, publik di Indonesia sudah paham siapa pengendali di balik perusahaan
asuransi ini yakni Grup Bakrie, kelompok usaha berskala multi-nasional dan
internasional yang berdiri pada 1942 oleh Achmad Bakrie (alm).
Lebih
dari 40 perusahaan masuk dalam grup ini a. l sektor industri manufaktur,
agroindustri, pertambangan batubara, pertambangan migas, real estate &
properti.
Tak
hanya itu sektor infrastruktur, jasa konstruksi, jasa telekomunikasi &
media televisi, investasi & jasa keuangan, perdagangan, pendidikan SDM juga
digarap oleh grup usaha yang kini dijalankan oleh putra sulung Achmad Bakrie,
Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar.
Belakangan,
kian fokusnya Aburizal Bakrie atau Ical dalam partai politik warisan orde baru dan
berencana menjadi Calon Presiden pada 2014, kendali grup disetir oleh adik
kandungnya, Nirwan Dermawan Bakrie. Tapi di Majalah Tempo, Bakrie menolak
memiliki keterkaitan lagi dengan Bakrie Life, sudah terpisah.
Pascakrisis
2000-2004, perusahaan ini memang melakukan konsolidasi dan reposisi basis usaha
perseroan. Periode berikutnya 2005-2006, program konsolidasi terus berlanjut
hingga 2007-2008. Saham Bakrie Life dipegang oleh Bakrie Capital Indonesia
sebesar 94% dan sisanya Koperasi Karyawan Bakrie Life (Mitra Sejahtera).
Sebelum
kasus mencuat, perusahaan nyatanya berkali-kali menggondol penghargaan dari
sejumlah media di antaranya Majalah InfoBank, Majalah Investor, Harian Bisnis
Indonesia, dan Majalah Media Asuransi. Jadi bukan perusahaan ecek—ecek.
Saat
terjadi gagal bayar, Bakrie Life dipimpin oleh Timoer Soetanto yang pernah menjabat
Komisaris Independen Lipo General Insurance Tbk, perusahaan yang didirikan oleh
bos Grup Lippo, Mochtar Riady.
Timoer
di mata sejawatnya adalah pribadi yang cerdas dan baik, tak neko—neko. M Nashir
sahabatnya saat di Universitas Airlangga Surabaya juga mengonfimasi hal itu. Bagi
Nashir yang kini menjabat Dirut Trust Finance Indonesia Tbk ini, Timoer sosok
yang baik dan pintar.
“Wah
dulu tuh saya kejar kejaran jadi yang terbaik di Unair, saingan saya ya Pak
Timoer. Di luar itu, menurut saya kasus Bakrie Life itu tak bisa disalahkan Pak
Timoer, mungkin lingkungan di sekitar beliau,” katanya.
Kronologis Peristiwa
AWALNYA,
kasus gagal bayar ini bermula dari krisis keuangan yang mendera pasar modal
pada akhir 2008. Bakrie Life yang terlalu agresif dengan menempatkan 80% dana
investasinya ke portofolio saham ternyata merugi investasi besar-besaran.
Kondisi
itu makin diperparah dengan redemption atau penarikan dana besar-besaran polis
tradisional karena krisis kepercayaan pemegang polis di tengah krisis.
Diamond
Investa, salah satu produk Bakrie Life, memberikan janji imbal hasil atau
return tinggi dan kemungkinan pemegang polis bisa dengan mudah menarik dananya
saat masa garansi investasi habis tanpa terkena penalti.
Imbasnya
perseroan akhirnya tak mampu menambal kerugian investasi itu yang menyebabkan gagal
bayar manfaat investasi produk asuransi itu mencapai Rp350 miliar sejak Juli
2009—Agustus 2009.
Sekitar
600 nasabah, yang sebagian besar nasabah individu meminta pengembalian
investasi mereka. Nasabahnya beragam mulai dari nasabah yang ‘menggadaikan’
uang dana pensiun milik orang tuanya hingga sengaja ‘memarkir’ dana milik
saudara ke produk itu.
Pemerintah,
dalam hal ini Bapepam-LK—yang kini bertransformasi menjadi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), dan pemegang saham lalu meminta manajemen Bakrie Life agar bernegosiasi
dengan nasabah mengenai mekanisme penjadwalan ulang pembayaran dana.
Sayang,
hingga batas waktu negosiasi yang ditetapkan belum berhasil diperoleh
kesepakatan penuh dengan 100% nasabah.
Proses
selanjutnya berjalan. Akhirnya diperoleh mekanisme baru yakni nasabah
mendapatkan 25% pada 2010, 2011 diperoleh 25%, dan sisanya dibayarkan pada
2012, meski ada beberapa pemegang polis yang belum setuju.
Skema
itu juga memuat perjanjian mengenai bunga yang dibayar setiap bulan senilai
9,5%, yang akan dijalankan mulai triwulan I/2010. Bunga ini turun dari
perjanjian semula sebesar 12%-13%.
Di
tengah proses itu, beberapa nasabah Bakrie Life mulai melobi wartawan agar bisa
memberikan angin segar dalam berita termasuk media tempat saya bekerja.
“Tolong
bantu kami para nasabah sampai 2012 berita jangan sampai kasar. Bahaya, telp
saja sekarang ke 08XXXXXX….Wahjudi [Juru Bicara Nasabah],” tulis seorang
nasabah yang dikirim pada 10 Juli 2010 pukul 21.50 ke ponsel saya.
Nasabah
produk Diamond Investa ini sekitar 600 orang dengan total dana sekitar Rp350
miliar, seluruhnya berasal dari nasabah individu. Adapun nasabah produk asuransi
tradisional Bakrie Life sebanyak 30.000 orang dengan total dana antara Rp175
miliar--Rp200 miliar.
***
NAMANYA
juga perjanjian, kadang untuk dilanggar. Ada kalanya satu pihak tak mematuhi
kesepakatan dengan alasan tertentu. Entah tak punya dana sampai ke cara klasik;
mengulur waktu.
Kewajiban
Bakrie Life bukan angka kecil, Rp350 miliar ini angka besar sama dengan
kerugian akibat banjir bandang di Bondowoso dan Situbondo pada 2008 silam.
Mengulur
waktu itu terlihat dari cara Bakrie Life memenuhi kewajiban. Terkadang hanya
membayar beban pokok tanpa bunga, kadang juga tak menepati janji dan
mengakumulasikan pada kuartal berikutnya.
Soal
ini Timoer hanya menjawab “[Kami akan membayar]…sesuai dengan kesepatakan
dengan nasabah. Intinya uang masih dicari, mudah mudahan cepat terealisasi.
Begitu singkatnya.
Tapi
jawaban ini tak memuaskan. Nasabah butuh duit bukan janji. Mereka bahkan
membuat situs yakni http://diamondinvesta.blogspot.com.
Blog ini pertama kali mengunggah berita dari The Jakarta Post berjudul “Frustrated
Bakrie Life Customers Waiting to Get Their Savings Back terbitan 1 Juli 2010.
Mereka
juga aktif berkoresponden, bahasanya demikian, ke sejumlah wartawan. Saya juga
kembali menerima pesan singkat itu. Barangkali merasa tak punya kekuatan
melawan korporasi kuat di negeri ini, jadi bisa mengandalkan media.
“Seharusnya
nabung di asuransi aman izin Bapepam-LK Depkeu sah secara hukum tapi negara
kita hukumnya hukum rimba yang kuat yang berkuasa, yang menang. [1 Agustus
2010, pukul 09.25 pagi].
“Hanya
Tuhan yang bisa menegur Bakrie Life. Saya percaya Tuhan lagi pantau terius
Bakrie Life. Suatu saat BL pasti ditegur oleh-Nya. Kalau Tuhan yang sudah menegur…manusia
baru bertobat. Tuhan tidak buta, Tuhan Maha Tahu, Maha Kuasa. Derita, tangis,
jeritan, kekuatiran nasabah pasti didengar dan dijawab oleh-Nya.Amin. [3 Agustus
2010, 1.32 siang]
Pesan
singkat berikutnya berisi:
“Ketika engkau dalam segala perkara,
kemenangan akan terjadi atas orang-orang benar dan hukuman, kehancuran akan
terjadi kepada orang-orang yang tidak benar. Itu suara yang saya dengar nyaring
di telinga saya. Tuhan memberkati.” [21 Agustus 2010, 5.37 pagi]
“Sejarah
uang, dari jaman nabi-nabi sampai sekarang, uang adalah alat untuk menjual dan
membeli sesuatu (alat pertukaran). Pada zaman nabi, uang disimpan di peti
(tidak berbungan dan bisa hilang). Zaman sekarang: uang disimpan di bawah
bantal, celengan semar (tidak berbungan dan bisa hilang), bank, “Asuransi”, dsb
(berbungan dan bisa hilang). Yang jadi pertanyaan penting, di manakah simpan
uang yang aman terutama di Indonesia? [24 Juli 2010, 9.27 pagi]
Ketua
Bapepam-LK Ahmad Fuad Rahmany yang kini menjadi Dirjen Pajak mengatakan para
nasabah juga terlalu mudah tergiur dengan imbal hasil tinggi padahal investasi
itu berisiko ringgi.
“Betul
Sekali, kasihan tetapi juuga heran melihat mereka kenapa begitu mudah tergiur
pada tawaran-tawaran yang menarik tetapi berisiko ringgi, padahal di industri
banyak sekali pilihan yang baik meskipun kurang tinggi return-nya tetapi rendah
risikonya.” kata Fuad, Juni 2010.
Pada
bulan yang sama, 3 tahun kemudian, Anggota Dewan Komisioner Bidang Industri
Keuangan Non Bank OJK Firdaus Djaelani, kepada wartawan, menegaskan permasalahan
yang menimpa nasabah Bakrie Life akhirnya menemui jalan terang.
Tahap
pertama pembayaran Rp62,5 miliar diberikan pada Juli, tahap kedua dengan
besaran yang sama diberikan pada Agustus sehingga pada akhir tahun ini
pembayaran klaim itu bisa rampung. “Kabar baiknya, Bakrie Life sudah ada penyelesaian.”
Intinya
kasus ini menyentil kita dalam berinvestasi.
Jangan terlalu memberi tempat pada nasfu ingin memperbesar kekayaan
dalam waktu singkat tetapi lebih baik proporsional antara kentungan dan risiko.
Dari
segi regulasi, masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh korporasi untuk
merugikan konsumen.
Terlalu
tinggi keuntungan jika risiko tinggi akan berbahaya sebaliknya terlalu rendah
keuntungan tapi risiko rendah pun tidak sebanding. Bagi pemerintah, sebaiknya
perlu ada pengawasan yang lebih detil terkait dengan produk—produk njlimet tapi
secara laten menawarkan return jauh dari kenyataan. ***
Words:
1.519