Minggu, 11 Januari 2009

Quo vadis pialang berjangka?

Kalau Bursa Efek Indonesia punya Asosiasi Emiten Indonesia, Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) memiliki Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) atau Indonesian Futures Company Association.

Namanya juga asosiasi, himpunan, atau organisasi tentu jumlah anggotanya lebih dari satu. Begitu pula dengan APBI, sekitar 34 perusahaan mendirikan dan membesarkan organisasi ini hingga sekarang.

APBI lahir di Jakarta pada 8 Januari, sehingga pekan ini genap 9 tahun kumpulan ini eksis di industri perdagangan berjangka komoditas meski perannya masih diragukan sebagian pelaku industri berjangka.

Ibarat anak umur 9 tahun, belum banyak asam garam pengalaman yang direguk atau pahit getirnya cobaan yang dirasakan. Namun, setidaknya pergolakan yang terjadi di industri berjangka belakangan ini pada galibnya menjadi tolak ukur revitalisasi organisasi. Jika tidak, apa jadinya wajah APBI di tahun bershio kerbau ini.

Benarlah kata Rene Descarte, cogito ergo sum, bahwa keraguan menandakan eksistensi. Singkatnya keberadaan APBI masih tanda tanya. Betapa tidak, sudah lebih dari tiga pialang lenyap dari peredaran setelah dicabut izin usahanya oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Menjelang terompet tahun baru dibunyikan, otoritas yang akan pindah kantor di Salemba itu masih sempat mencabut izin usaha satu pialang yakni PT Quantum Futures pimpinan Gamal Putra, meski BBJ 'memaafkan' pialang itu dengan mencairkan pembekuan SPAB.

Apabila direnungkan, mengapa perusahaan yang dicabut izinnya itu tidak belajar dari pengalaman pialang lain? Apakah gugurnya PT Graha Finesa Berjangka, Artha Berjangka Nusantara, Caymant Trust, dan lainnya tidak bisa dijadikan pelajaran? Sekali lagi peran APBI dipertanyakan. Hendak kemana organisasi ini kalau anggotanya tidak taat peraturan?. Quantum seharusnya menjadi kontemplasi bagi pialang lainnya.

Pamor meredup
Pamor APBI terlihat mulai redup ketika Inez Fairuz, pada saat itu menjabat Bendahara APBI, merupakan Direktur Graha Finesa sehingga muncul spekulasi di mata mantan nasabahnya, jangan-jangan duit nasabah lari ke kantong lain.

Tubuh APBI kian limbung bak dihantam palu ketika Suparman, Ketua APBI periode lalu, ternyata orang nomor satu di Caymant Trust Futures.
Perusahaan pialang itu juga mendapat kartu merah dari Bappebti. Citra asosiasi kembali tercoreng.

Tujuan organisasi itu sendiri adalah melindungi dan memelihara persatuan sesama anggota.
Sebuah organisasi juga berfungsi sebagai forum silaturahmi dan kerja sama antaranggota untuk memberikan kontribusi yang positif bagi kemajuan usaha anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Ini menjadi pekerjaan rumah bagi jajaran asosiasi pialang berjangka itu, khususnya I Gede Raka Tantra yang didaulat menggantikan Suparman sebagai Ketua APBI pada 15 Oktober 2008.
Selama setahun, Direktur Utama PT Harumdana Berjangka ini bertekad memberikan perubahan yang lebih baik bagi asosiasi.

''Meski saya hanya melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, tetapi semoga bisa lebih baik lagi,'' ikrarnya pada saat itu.

Gede juga memperkenalkan beberapa misi asosiasi di antaranya pendidikan dengan memberikan penjelasan dan pemahaman atas sejumlah ketentuan-ketentuan baru yang diterbitkan Bappebti.

Ada yang bilang keroposnya wewenang asosiasi itu disebabkan pengurus APBI bukan pengambil kebijakan di perusahaan atau bahasa lainnya bukan owner pialang.

Jika memang demikian, wajar kebijakan APBI sulit untuk diterima dan dijalankan perusahaan anggotanya karena dapat dipastikan 'mentah' di tingkat atas. Oleh karenanya momen ulang tahun sebaiknya dijadikan titik pijak perubahan organisasi agar lebih bertenaga.

Apalagi beberapa tokoh yang tergabung dalam Dewan Pakar APBI cukup berpengalaman seperti Arifin Lumban Gaol yang merupakan mantan Kepala Bappebti dan kini Komisaris Utama BBJ yang tentu saja paham betul perdagangan berjangka.

Namun, tugas pembinaan bukan hanya di pundak APBI, Bappebti dan BBJ juga tidak bisa lepas. Pialang anggota layaknya anak yang terus dibina dan diperlakukan dengan adil.
Apabila ada pelanggaran, berarti ada ketidakpahaman peraturan atau telmi, telat mikir. Forza, APBI. (redaksi@bisnis.co.id)

Ditulis Oleh M Tahir, dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, edisi 8 Januari 2009.

Gambar: en.vivanews.com

4 komentar:

  1. wuih bener-bener wartawan bisnis indonesia
    maenannya saham sekarang

    komen balik her

    BalasHapus
  2. duh berat banget bahasanya
    gw pengen komentar
    cuma gw bingung komentar apa her

    BalasHapus
  3. duh berat banget bahasannya
    mantap pengetahuan lo di bidang bisnis sekarang her

    gw pengen komentar
    cuma gw bingung mo komentar apa

    yang pasti
    tetap semangat dalam berkreatifitas

    BalasHapus
  4. rif sori baru liat komen lo> hahah yah namanya juga tiap hari, lo jg bisalah. eh kosan pindah ke mana sih?gw poengen main

    BalasHapus

Entri Populer

Penayangan bulan lalu