Rabu, 16 Desember 2009

Pembiayaan Elektronik Kian Dilirik

Hampir setahun Ahmad Fajar bergabung di PT Adira Quantum Multifinance (Adira Quantum) sebagai tenaga pemasar. Setiap hari dia nongkrong di markas perusahaan, lantai 3 di gedung Bekasi Cyber Park.

Fajar, biasa dia dipanggil, masih sempat menanggapi pertanyaan saya meskipun tampaknya dia sibuk mengecek data aplikasi yang masuk. Maklum saja, dia mengungkapkan tren pembiayaan elektronik meningkat belakangan ini.

Kondisi itu, katanya, terlihat dari aplikasi yang diterima. Hal itu selaras dengan menjamurnya produk elektronik merek baru jenis televisi, pendingin ruangan (AC), layar LCD, lemari es, dan tentunya laptop yang laris bak kacang goreng.

"Kalau dihitung-hitung aplikasi yang masuk rata-rata 10 konsumen sehari tapi belum tentu di-approved [disetujui] oleh credit analyst. Permintaan memang cukup tinggi apalagi laptop ya," kata warga Jati Asih Bekasi ini ramah.

Saat ini saja, satu sales membukukan penjualan sekitar Rp60 juta atau 10-15 konsumen dengan nilai kredit kisaran Rp3 juta per konsumen. Mengantisipasi tren kenaikan itu, Ahmad mengklaim pihaknya menguasai kerja sama dengan 85% gerai elektronik di pusat perbelanjaan tersebut.

Bisnis pembiayaan elektronik memang tengah 'naik daun'. Masyarakat kini bisa bermimpi memiliki peralatan elektronik tanpa harus menabung dalam jangka waktu yang lebih lama. Itu peluang bisnis bagi jasa pembiayaan.

Berbeda dengan Adira yang membidik segmen menengah ke bawah, PT AEON Credit Service Indonesia yang hadir sejak 2006 mengincar kelas menengah atas ketika berhasil bermitra dengan gerai Best di lantai 3 Ritz Carlton Pasific Place, Jakarta.

Keduanya tak sendiri, 'pemain' lain di antaranya PT BNI Multifinance, PT Bhakti Finance, PT Finansia Multifinance, dan PT Federal International Finance (FIF). Ada beberapa yang sudah ancang-ancang target tapi ada yang pasang target awal tahun depan.

FIF misalnya dengan produknya Spektra bahkan sudah menerawang pendapatan hingga 2012. Anak usaha Astra ini tak tanggung-tanggung memasang target booking [pembiayaan baru] elektronik Rp3 triliun.

"Tahun ini, saja kira-kira booking pembiayaan elektronik mencapai Rp900 miliar, 2010 bsia Rp1,5 triliun, dan pada 2012 diprediksi mencapai Rp3 triliun," kata Presiden Direktur FIF Suhartono, yakin.

Tak mau kalah, Adira Quantum, yang sempat kena musibah ketika gempa berkekuatan 7,3 SR merobohkan kantor cabang di Padang pada 30 September, juga mematok target tinggi tahun depan meski belum spesifik.

Tahun ini, prediksi booking pembiayaan elektronik anak usaha Bank Danamon ini Rp1,2 triliun-Rp1,4 triliun, tak jauh berbeda dengan tahun lalu Rp1,2 triliun.
"Meski tahun ini sepertinya flat, kami optimistis memandang tahun depan mengingat fundamental ekonomi kuat dan daya beli naik," ungkap Ruslim Muljadi, Direktur Penjualan dan Distribusi Adira Quantum.

Margin bunga
Dengan ramainya multifinance menggeluti pembiayaan elektronik baik menempatkan kredit elektroniknya sebagai inti bisnis maupun hanya sebagai diversifikasi bisnis menyebabkan strategi yang beragam tercipta.

Salah satunya dengan kembali mendiversifikasi kebutuhan rumah tangga, menerapkan bunga yang sesuai serta kemudahan layanan dan aplikasi cepat. Multifinance yang biasanya membiayai sebatas alat rumah tangga, kini juga sudah menggarap barang complement lain seperti BNI Multifinance. Perusahaan yang 99,9% dimiliki oleh Bank Negara Indonesia ini pun membiayai alat-alat musik seperti piano dan gitar.

Pelaku industri pembiayaan tampaknya telah berhasil menangkap potensi tersebut sejalan dengan tingkat inflasi, makroekonomi, dan keadaan global yang mulai pulih. Laporan World Bank edisi September juga memperkirakan konsumsi masyarakat meningkat sejak kuartal II/2009.

Selain itu bunga pun didapuk menjadi strategi berikutnya meski perbandingannya tak jauh berbeda antara satu dengan lainnya.

Adira Quantum misalnya memberikan bunga 2% untuk barang elektronik seharga Rp6 juta tenor 12 bulan sehingga per bulan cicilan menjadi Rp620.000, sementara cicilan AEON untuk harga dan tenor yang sama Rp623.000.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Dennis Firmansjah menilai bunga menjadi satu hal yang juga menjadi poin persaingan. Toh, margin pembiayaan elektronik dibandingkan dengan pembiayaan motor atau mobil jauh lebih tinggi.

"Selisih [bunga] cukup besar dibandingkan dengan kredit motor atau mobil. Oleh sebab itu seiring dengan permintaan elektronik sebagai kebutuhan konsumen membuat bisnis ini prospektif tahun depan," katanya.

Menanggapi itu, Sekretaris Perusahaan Bhakti Finance Yudhananta sepakat margin memang besar sekitar 2%-5% antara bunga kredit yang diberikan dan bunga pinjaman yang didapat dari bank. "Tapi ini setara dengan risiko yang juga besar," katanya.

Terlepas dari itu semua, di tengah maraknya pembiayaan elektronik yang notabene juga dilakukan bank seperti Bank Central Asia, Citibank, dan lainnya, maka satu hal yang menjadi perhatian ialah proporsi keutungan yang pantas dan tidak memberatkan konsumen.

Tidak hanya itu, layanan juga ihwal yang penting terkait dengan karakter konsumen yang heterogen sehingga multifinance tak hanya memikirkan kuatnya daya setrum pembiayaan tetapi pelayanan yang baik dan bunga yang sesuai bisa benar-benar tidak memberatkan konsumen.
Kalau layanan kian mantap, segala prediksi 2010 bukan hanya isapan jempol dan Fajar pun makin tersenyum melayani nasabah. (faa) (tahir.saleh@bisnis.co.id)

Ditulis M. Tahir, dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, edisi Selasa, 15 Desember 2009
Gambar: kontan.co.id

The Giant Leap, Menteorikan Praktik

Judul buku : Making the Giant Leap, How to Unleash the Extraordinary Human Potential Penulis : Stanley Setia Atmadja
Penerbit : PT Gramedia, cetakan pertama November 2009
Tebal : 262 Halaman


Making the Giant Leap seperti kunci yang menyingkap tabir kesuksesan PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (Adira Finance) langsung dari pelaku sejarah, Stanley Setia Atmadja, Chief Executive Officer sekaligus pendiri perusahaan pembiayaan kendaraan sejak 1990 itu.

Dari narasi buku ini jelas terdedahkan bagaimana perjalanan bisnis dari proses pembelajaran, fase pertumbuhan, hingga fase pendewasaan Adira Finance sampai akhirnya saham perusahaan diminati oleh PT Bank Danamon dalam penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) pada 2004.

Seperti diungkapkan penulis saat peluncuran buku itu awal pekan ini, Making the Giant Leap lahir dari proses kilas balik terhadap fenomena perjalanan bisnis Adira Finance selama hampir 20 tahun. Fenomena tersebut menjadi perjalanan yang sangat mengesankan sehingga diabadikan menjadi prasasti tulis.

Satu kisah yang patut disimak ialah ketika pembaca digiring mengingat krisis moneter 1997-1998. Ekonomi yang terpuruk, menurunkan penjualan mobil, sangat drastis. Kenaikan penjualan mobil nasional yang sempat menebus kisaran 390.000 unit sebelum krisis moneter, akhirnya menyerah dan terempas menjadi hanya 58.000 unit. Adira Finance pun kemudian banting setir ke pembiayaan sepeda motor dan sukses hingga kini. (Hal.17,18, 229).

Yang mengagumkan adalah keputusan diversifikasi segmen bisnis itu juga tak lepas dari intuisi pemimpin, hal yang kadang dinegasikan dalam bisnis modern.

Dari sini, melalui analisis yang dalam, penulis akhirnya menemukan rahasia di balik kinerja perusahaan yang mengesankan itu adalah orang. Strategi bisnis, struktur organisasi, sistem, dan tools manajemen memang penting, tetapi di atas itu semua, oranglah sumber utama kinerja organisasi dengan lompatan raksasa.

Enam konsep Giant-Leap Organization-sekaligus menjadi bab-bab dalam buku- yang berbasis manusia itu, yakni Leader-Driven Enterprise, Managing by Values, The Power of Team Synergy, People-Focused Execution, Winning Spirit, dan Human Empathy.

Teorikan praktik
Sebagai CEO, buku ini menjadi testimoni bagaimana entrepreneur yang lahir pada 24 Agustus 1956 di Jakarta ini meneorikan praktik, tidak mempraktikan teori seperti lazimnya. Nyatanya, apa yang ditulis dalam buku ini sebetulnya bukan pertama dan luar biasa, toh banyak juga wirausahawan yang juga telah menuangkan idenya meski dengan konsep yang berbeda.

Buku setebal 262 dengan kualitas kertas nyaman ini juga menyimpan sedikit persamaan dengan buku-buku motivator ulung lainnya. Setiap halaman, terdapat dua istilah baik Inggris maupun Indonesia yang sebetulnya bisa dipilih salah satunya, agar tak mubazir, karena tak akan mengganggu pembaca.

Lain halnya jika sedari awal pembaca yang dituju lulusan MBA di University of La Verne, USA ini ialah memang entrepreneur atau ekspatriat yang paham bahasa Indonesia sehingga pengalamannya secara cepat bisa tertularkan. Buku ini kaya akan konsep ketimbang sebuah memoar seorang pemimpin bisnis yang memulai kariernya di Citibank N.A. (tahir.saleh@bisnis.co.id)

Diresensi oleh M Tahir, judul "Menterorikan Praktik", dimuat di Tabloid Bisnis Indonesia Minggu, edisi 13 Desember 2009
Gambar: forum-ngo.com

Entri Populer

Penayangan bulan lalu