Selasa, 14 September 2010

Indahnya Masjid Rasa Roma di Semarang...

Oleh Taher Saleh

Senja perlahan mengendap di kaki langit saat kami baru sampai di Kota Semarang. Tak berpanjang waktu, perjalanan pun kami teruskan ke salah satu tempat ibadah kebanggaan masyarakat muslim di sana sekaligus objek wisata rohani, Masjid Agung Jawa Tengah.

Ketika tiba menjejakkan kaki di pelataran masjid, sontak kami pun sibuk mencari sudut pandang yang pas buat mengabadikan prasasti sejarah yang mulai dibangun pada 6 September 2002 ini.

Rasanya hilang semua rasa letih perjalanan panjang kami dari Solo, yang tersisa hanya kekaguman atas bangunan yang berdiri di Jalan Gajah Mada, Kelurahan Sambirejo. Kecamatan Padurungan, Semarang ini.

Masjid Jawa Tengah juga dikenal sebagai obyek wisata rohani selain fungsi utamanya untuk ibadah apalagi di bulan suci seperti Ramadhan tentunya pengunjung bisa bertambah dari bulan biasa. Di masjid ini juga terdapat pusat pendidikan, perpustakaan, museum, dan pusat akltifitas syiar Islam.

Sebelum masuk ke masjid, kita akan melewati gerbang lengkung yang menyerupai colosseum di Romawi, satu bangunan dunia yang dikenal sebagai kuburan bagi para gladiator. Unik memang karena masjid yang diresmikan pada 14 November 2006 ini dibangun dengan desain Jawa-Islam-Romawi yang diarsiteki oleh Ahmad Fanani hasil memenangi sayembara.

Gerbang lengkung ini bernama Al-Qanatir, artinya “megah dan bernilai". Gerbang ini ditopang 25 tiang, simbol bahwa ada 25 Rasul Allah. Setelah melewati gerbang, sudah berdiri dengan pongah enam buah payung hidrolik yang menutup dan membuka secara otomatis, berfungsi sebagai atap halaman utama masjid di mana bisa menampung 10.000 jamaah. Tepat di bawah halaman utama ini tempat parkir.

Belum ada masjid di Indonesia yang mengadopsi payung hidrolik yang mirip di Masjid Nabawi ini selain masjid yang kami kunjungi ini. Sayangnya, saat tiba, payung hidrolik masih menguncup. Tapi untung juga kami tiba sore, bisa dibayangkan kalau berdiri siang bolong karena lantai marmer pelataran masjid masih terasa panas "membakar” telapak kaki. Mungkin saja payung itu dibuka kalau hujan.

Selain berbentuk joglo yang mewakili bangunan khas jawa, masjid ini memiliki kubah putih berdiameter 20 m dengan 4 minaret dengan ketinggian 62 m yang berdiri empat sisi kubah sebagaimana dikutip dari situs resmi masjid. Sebelum naik ke lantai utama masjid (lantai 2) kita mesti ke lantai dasar tempat wudhu.

Di dalam masjid, ornamen-ornamen penghias masjid begitu elok. Di pojok kanan belakang, terdapat bedug raksasa, bernama Bedug Ijo Mangunsari karya KH Achmad Sabri, Tinggarjaya Jati Lawang, Purwokerto. Panjangnya 310 meter. Konon, selama pembuatan, si pembuat (tukang) harus dalam keadaan berpuasa. Adapun alat pemukul bedug diberikan oleh sultan Hasanah Baulqiyah, Brunai Darussalam.

Setelah sibuk ria di dalam masjid, langsung kami beranjak ke salah satu keunikan masjid ini yakni Menara Al Husna. Menyusuri menara kita akan melewati Convention Hall yang berdaya tampung 2000 orang yang biasanya digunakan untuk acara resepsi pernikahan dan rapat para pejabat.

Sesampainya di menara kita mesti merogok kocek Rp3.000 untuk tiket masuk, bonusnya diberikan beberapa makanan ringan. Di menara ini hampir setiap sore ramai dikunjungi masyarakat. Tinggginya 99 meter atau simbol dari asma Allah yang terdiri dari 99 nama. Menara ini terdiri dari 19 lantai dan di puncaknya kita bisa memakai teropong seperti layaknya di Monas Jakarta.

Di lantai satu, kita bisa mendengarkan kajian-kajian Islami di Radio Dakwah Islam (DAIS) lalu di lantai dua dan tiga terdapat museum di mana kita dapat mengetahui perkembangan Islam dari tahun ke tahun. Nah untuk lantai empat sampai 17 belum ada informasi ditel sepertinya hanya lorong kosong.

Di lantai 18 terdapat restoran bertaraf Internasional dan cafe muslim. Tapi jangan kaget jika pelan pelan restoran ini akan berputar 360 derajat layaknya tempat makan Kampus yang terletak di Menara Imperium Jakarta.

Nah sampailah kami di puncak menara lantai 19 yang berdaya tampungnya 80 orang. Ada lima teropong yang bisa dimanfaatkan. Hanya dengan koin Rp500,-per menit kita bisa mengintip sekilas kontur ibu kota Jawa Tengah ini.

Dari atas kita bisa melihat pertokoan yang ada di sebelah kanan masjid, suasana cuaca kota Semarang, dan sekilas pemandangan kapal-kapal yang sedang berlalu-lalang di pelabuhan Tanjung Emas dari kejauhan.

Menikmati pemandangan dari atas lumayan menahan kami di lantai ini lagipula saat kami di sana bulan lalu masjid memang banyak di kunjungi wisatawan yang berasal dari berbagai daerah. Bahkan beberapa turis manca negara, khususnya muslim banyak yang melunangkan waktu berkunjung ke masjid ini. Dan tak terasa hari sudah menjelang magrib. Kami pun melanjutkan perjalanan ke Lawang Sewu saat senja tak malu lagi menampakkan diri.

foto: taher by nokia e71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu