Senin, 26 September 2011

Soal Data Reksa Dana


Saat Data Regulator Membingungkan
Oleh M Tahir Saleh

SUARA Rudiyanto tiba-tiba menyiratkan keraguan. Buru-buru dia bertanya lagi dan menegaskan soal data reksa dana yang terpampang di monitor komputernya. “Masa sih segini? Coba buka deh situs Bapepam.go.id/reksa dana. Pilih statistik, perkembangan NAB per RD,” ujar analis PT Infovesta Utama itu belum lama ini.

Saat itu saya hendak menulis soal perkembangan nilai aktiva bersih (NAB) atau asset under management (AUM) reksadana per akhir bulan lalu. Maklum indeks harga saham gabungan di Bursa EfekIndonsia cukup kembang kempis sejak awal bulan lalu menyusul sentimen negatif isu-isu Amerika Serikat dan Eropa.

Namun kebingungan pun terjadi. Pasalnya, data untuk industri yang sama, periode waktu yang sama, dan institusi yang sama berujung pada perbedaan.

Berdasarkan data statistik pasar modal perpekan pertama September 2011 yang diunduh dari situs otoritas pasar modal, NABtotal reksa dana sejak awal tahun hingga akhir Agustus 2011 menembusRp180,87 triliun.

Namun berdasarkan format tanpa unduh situs www.bapepam.go.id/reksadana, NAB total reksa dana pada periode tersebut justru sebesar Rp174,24 triliun naik dari Rp153,25 triliun pada Juli 2011. Artinya data statistik pasar modal menunjukan NAB bertambah hingga Rp23,18 triliun dalam sebulan, sedangkan data kedua melaporkan dalam sebulan NAB bertambahRp20,99 triliun.

Pertanyaan pun muncul, sebetulnya mana data yang mewakili industri? Apakah kedua data ini sudah menghitung reksa dana berdenominasi dolar AS?

Sebaiknya, saya memakai data yang mana untuk menulis berita soal aset kelolaan reksa dana? Apa berdasarkan data yang menunjukan angka Rp180,87 triliun atau pakai data lebih rendah yaitu Rp174,24 triliun?

Perbedaan data itu sebenarnya terjadi sejak akhir tahun lalu tetapi sebagian besar kawan-kawan media menggunakan data situs, bukan mengunduh statistik pasar modal yang nominalnya selalu lebih tinggi. Padahal kedua data itu juga bersumber dari laporan bank kustodian.

“Wah nilainya besar sekali ya…Rp180 triliun, kalau begini kami juga tidak bisa menjelaskan hal itu. Kami juga punya perhitungan sendiri meski kami juga memakai data Bapepam-LK,” kata Rudiyanto.

Adapun Infovesta punya catatan aset kelolaan yang lebih rendah. Dari sisi nilai aktiva bersih per Agustus 2011 misalnya,Infovesta hanya mencatat sebesar Rp153,69 triliun, sementara bulan sebelumnya Rp152,08 triliun tanpa perhitungan adanya reksa dana penyertaan terbatas (RDPT). Nilai itu hanya bertambah Rp1,61 triliun atau bertambah 1,05% dalam sebuan.
Jika ditambah dengan adanya RDPT, NAB per Agustus mencapai Rp174,78 triliun—beda tipis dengan data situs Bapepam-LK--,naik dari Juli 2011 Rp159,15 triliun sekali lagi dengan mengakumulasikan RDPT dalam hitungan.

Dari sisi unit penyertaan, data Infovesta mendekati data situs yakni per Agustus sebanyak 86,36 miliar unit, sementara Infovesta 86,26 miliar unit dan Statistik Pasar Modal sebanyak 84,84 miliar unit.

Sebetulnya situs ini bukan kali ini saja menuai kebimbangan. Situs ini sempat ditutup lantaran terjadi perbaikan sebelumnya. Muhammad Ma’ruf dalam bukunya Tsunami Finansial (Mizan Publika, Januari 2009) menulis portal reksa dana www.bapepam.go.id/reksadana sempat ditutup sepanjangOktober-November 2008 lantaran adanya pengembangan system dan aplikasi termasuk beberapa sistem pelaporan bagi industri reksa dana.

Media massa pun memberitakannya. Khususnya setelah rencana perombakan situs portal reksa dana yang mencengangkan, yaitu dihilangkan info harian tentang jumlah subscribeatau pembelian dan redemption atau penarikan reksa dana. Sayangnya hingga kini masih terjadi perbedaan data, apa yang salah dengan sistem informasi di situs ini?

Menjawab ini Biro Pengelolaan Investasi BadanPengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Djoko Hendratto berkomentar singkat. “Mas, laporan teman-teman saya terima tadi, kami memang lagi membenahi sistem e-monitoringnya. Kami akan mengumumkan pembenahannya seperti apa nanti,” tegasnya.

Dia menjelaskan saat ini pihaknya proses pembenahan sistem informasi termasuk soal data reksa dana. Perbedaan data menurut Djoko lantaran seringkali data reksa dana bercampur dengan data RDPT yang dilaporkan setiap 3 bulan sekali.

“Barusan teman-teman menyampaikan bahwa setiap 3 bulan sering data reksa dana bercampur dengan data RDPT di mana setiap 3 bulan harus lapor NAB-nya. Mereka sekarang lagi memperbaiki sistem,” jelas Djoko singkat.

Rudiyanto menduga tingginya data dana kelolaan per Agustus milik Bapepam-LK terakumulasi dengan RDPT meski tidak disebutkan dalam data tersebut berapa besaran jenis tersebut. Dia juga menduga ada beberapa produk reksa dana yang berubah jenis tetapi masih direkapitulasi pada jenis sebelumnya.

“Sebagai contoh, misalnya jenis reksa dana campuran tetapi kemudian dikonversi menjadi reksa dana saham tapi masih tercatatat di Bapepam itu jenis campuran. Saya engga berani bilang mereka (Bapepam-LK) tidak update. Tapi kami juga mengambil dari situs Bapepam-LK soal data itu,” katanya lagi.

Direktur Utama PT ManulifeAset Manajemen Indonesia Legowo Kusumonegoro menilai nilai yang lebih masuk akal untuk dana kelolaan reksa dana saat ini Rp153 triliun milik Infovesta. “Mungkin saja di Bapepam itu sudah masuk RDPT yang cukup besar, rasa-rasanya lebih masuk akal NAB itu Rp153triilun, tapi jika benar Rp180 triliun itu baik sekali,” katanya.

Tentunya dualisme ini patut dipertanyakan mengapa hingga kini data belum diseragamkan sehingga memudahkan pengguna baik itu pelaku industri, analis, termasuk wartawan.

Publik juga semestinya diberikan hak untuk mengakses informasi yang betul dan rasional. Bagaimana menciptakan informasi yang baik jika sumber informasi belum dapat menyediakan patokan daya sesungguhnya?


Artikel ini terbit di Harian Bisnis Indonesia edisi 21 September 2011
Gambar: fithraw.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu