Jumat, 18 Mei 2012

Duka di Bandara Halim

Ilustrasi Sukhoi, by merdeka.com
NIA SITI FATIMAH, 33 tahun, tak henti-hentinya mencubit tangannya sendiri, seakan ini sebuah mimpi. Istri dari Fazal Achmad, salah satu komisaris Indo Asia yang ikut terbang dalam pesawat naas Sukhoi Superjet 100 bersama kakaknya Ruli Dermawan ini seakan tak percaya.

Rasanya baru sehangat kuku dia bercengkrama dengan suami tercinta.  Tidak ada firasat apa—apa.

Ibu dari Caca, bocah 10 tahun itu hanya masih ingat malam terakhir sebelum Fazal berangkat mengikuti joy flight atas undangan PT Trimarga Rekatama—agen pesawat Sukhoi di Indonesia. Suaminya tampak romantis dan menatap terus, berbeda dari sebelumnya.

“Rasanya belum siap jika hidup sendiri. Suami saya baru pertama kali melakukan uji terbang dan saya sempat keberatan kalau dia ikut demo flight,” katanya tertunduk lesu.

Paginya, sebelum Fazal hendak berangkat pun Nia sebetulnya ingin ini sekali turut serta. Apa salahnya seorang istri ingin bersama suami, toh ini hanya demo penerbangan. Mungki itu fikiran Nia.

Tapi keinginannya kandas. Dari kejauhan pandangan mata, Fazal terakhir kali hanya melempar senyum ketika keluar dari pagar rumah mereka. Dan Rabu pagi itulah kesempatan terakhir bagi Nia melihat suami tercinta itu.

Fazal dan Ruli adalah dua dari 45 penumpang pesawat Sukhoi Superjet 100 yang diduga menabrak tebing Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu, 9 Mei 2012.

Bukan hanya Nia yang berduka, seluruh keluarga korban juga punya perasaaan sama; Kehilangan. “Saya menunggu tante saya Maria Marcella Dayu Larita, saya masih berharap tante saya selamat,” kata Kleopas Danang yang datang bersama dengan keluarganya.

Perlahan tapi pasti suaranya mulai menghilang dan terdiam. Maria adalah koordinator pramugari atau Chief Stewardess dari Sky Aviation, maskapai pertama yang menggunakan Sukhoi Superjet 100. Bekas pramugari terbaik Garuda Indonesia itu sempat memberitahu keponakannya bahwa akan ada joy flight Sukhoi.

Danang pun sempat merengek ingin ikut dalam rombongan joy flight. Namun seperti kisah Nia, Danang pun tak diperbolehkan Maria ikut karena memang sudah dijadwalkan membawa rombongan yang akan menguji penerbangan pertama.

Setelah peristiwa itu muncul di layar televisi, segala upaya komunikasi keluarga pun tak berbalas.

Dua hari setelah kejadian, puluhan keluarga korban yang menunggu perkembangan terbaru proses evakuasi di Bandara Halim Perdanakusuma juga tak kuasa menahan kesedihan. Tangis mereka tumpah. Di antaranya histeris saat melihat tayangan langsung televisi yang disediakan oleh Trimarga Rekatama di ruang tunggu terminal kedatangan.

Dan yang paling menyayat hati adalah tatkala helikopter yang membawa dua kantong mayat untuk pertama kalinya mendarat di landasan udara pada Sabtu pagi, 12 Mei 2012. Sebagian mungkin berfikir hanya mukzizat yang dapat menolong korban selamat mengingat kondisi Sukhoi yang sudah remuk.

Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Daryatmo mengatakan hingga Sabtu, sudah ada 16 kantong jenazah korban kecelakaan Sukhoi Super Jet 100 yang dievakuasi oleh Tim SAR dari Cijeruk, Jawa Barat.

Dari jumlah itu 15 di antaranya dilakukan melalui udara melalui helikopter, sedangkan satu kantong dilakukan melalui jalur darat. Kantong jenazah yang terakhir sampai di Lanud Halim pada pukul 17.05 WIB, Sabtu.

“Evakuasi melalui udara ditutup sementara dikarenakan hari gelap dan cuaca di Gunung Salak kurang bersahabat. Tapi bukan berarti Tim SAR berhenti mencari, kami terus melanjutkan tugas kami,” katanya.

Saat ini Pemerintah Indonesia dalam hal ini Komite Nasional Keselamatan Transportasi akan didukung oleh Pemerintah Rusia akan menginvestigasi secara cepat insiden tersebut. Pemerintah Rusia sudah mendatangkan dua tim masing—masing terdiri dari 41 dan 37 ahli dari Rusia guna membantu tim KNKT.

Pemerintah juga menegaskan pemberian asuransi kepada ahli waris korban dapat mengacu PM No.77/2001 yaitu ganti rugi korban meninggal dunia pesawat udara sebesar Rp1,25 miliar.

Dalam Pasal 3 beleid tersebut, disebutkan penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian Rp1,25 miliar.

Sunaryo, Konsultan Trimarga Rekatama, meminta maaf atas nama perusahaan dan perwakilan Sukhoi di Indonesia terkait dengan insiden tersebut dan daftar manifest penumpang yang tidak valid. “Saya mohon maaf sebesar-besarnya atas nama Trimarga dan representatif dari Sukhoi,” katanya.

Sunaryo tampak letih dengan pakaian safari yang tidak berubah sedikitpun dalam dua hari terakhir konferensi pers di Media Centre Terminal Kedatangan Bandara Halim. “Saya tidak bisa tidur,” katanya.

Tak ada yang menyangka pesawat super canggih buatan Rusia itu akan membawa petaka. Tentu dalam hal ini tak bisa saling menyalahkan siapa yang salah tetapi bagaimana peristiwa ini tidak terjadi lagi, membenahi otoritasi bandara dan infastruktur penerbangan Indonesia.

Tapi di tengah evakuasi Tim SAR, dari hati yang paling dalam seluruh keluarga korban tentu masih berharap sebuah keajaiban Tuhan bisa terjadi.


Terbit di harian Bisnis Indonesia 14 Mei 2012 dan www.bisnis.com 13 Mei 2012 dengan judul elegi di Rabu Pagi
Gambar: merdeka.com

Kamis, 03 Mei 2012

Aroma Batu Bara di Timah

Setelah 10 tahun mengabdi di perusahaan tambang batu bara milik negara PT Bukit Asam Tbk, Sukrisno ditunjuk memimpin perusahaan pelat merah  PT Timah Tbk, menggantikan Wachid Usman

Ilustrasi by Bisnis
Oleh M Tahir Saleh

WACHID USMAN terlihat santai saat itu. Selain bercerita tentang per ja lanannya memimpin PT Timah Tbk selama hampir 5 tahun, Wachid berbagi informasi tentang penggantian dirinya dari posisi tertinggi di BUMN timah tersebut.

“Soal pemilihan direksi, itu wewenang pemegang saham. Putra daerah juga punya kemampuan dan layak menjadi direksi,” katanya di Aston Soll Marina Hotel, Bangka, 16 April 2012 atau 3 hari sebelum rapat umum pemegang saham tahunan.

Pemerintah selaku pemegang saham mayoritas mengubah to tal jajaran direksi. Selain Sukrisno, Dadang Mulyadi, Purwijayanto, Ahmad Rosidi, Abrun Abubakar (sebelumnya sekretaris perusahaan Timah), dan Ahmad Subagja juga diangkat.

Wachid bergabung dengan perusa haan hasil merger tiga korporasi Belanda (Bangka Tin Winning Bedrijft, Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton, dan Singkep TIN Exploitatie Maats chappij) ini sejak 1982.

Dia diamanahi jabatan tertinggi di BUMN tersebut dalam rapat umum pemegang saham tahunan pada 17 April 2007. Dan tahun ini Wachid pun harus digantikan oleh Sukrisno setelah 30 tahun pengabdiannya.

Selama itu, kinerja Timah tak begitu moncer dan bisa dibilang naikturun. Sejak 2004, pendapatan terus naik, kecuali pada 2009 yang turun menjadi Rp7,71 triliun, dari posisi 2008 (Rp9,05 triliun), naik menjadi Rp8,34 triliun (2010), dan Rp8,75 triliun (2011).

Laba bersih juga kembang kempis. Sempat mencapai level laba tertinggi Rp1,78 triliun pada 2007, laba pun turun menjadi Rp1,34 triliun (2008), Rp313,75 miliar (2009), Rp947,94 miliar  (2010), dan tahun lalu Rp896,78 miliar.

Kinerja ini tak bisa dilepaskan dari gejolak harga komoditas. Tahun lalu, laba emiten berkode saham TINS ini juga merosot akibat penghentian sementara (moratorium) penjualan ekspor timah.

Selain faktor harga, faktor lain yang memengaruhi adalah tambang liar di luar tambang inkonvensional yang dibina Timah. Tambang liar ini menjamur di Bangka, menambang di wilayah area milik Timah, dan menjualnya kepada smelter swasta/asing.

Saat ini Timah menguasai hak penambangan timah seluas 522.460 hektare dengan 114 kuasa pertambangan (KP) baik di darat (onshore) maupun di laut (offshore) dengan wilayah operasi meliputi Bangka Belitung (Babel) dan Kepulauan Riau.

“Sebetulnya perlu koordinasi aparat sehingga tambang liar ini bisa diselesaikan. Ini sudah berlangsung lama, jadi mustahil jika aparat penegak hukum tak tahu, seluruh instansi mesti koordinasi bukan hanya Timah,” kata Kepala Humas Timah Wirtsa Firdaus.

Permasalahan
Persoalan tersebut masih mengganjal sampai sekarang, di samping permasalahan lain di antaranya tuntutan agar Timah lebih memperhatikan program sosial bagi masyarakat Babel, reklamasi sisa penambangan darat, dan konflik pertambangan.

Itulah yang akan dihadapi Sukrisno, pria berkumis kelahiran Sumenep, Jawa Timur sebagai direktur utama (dirut) baru, yang semula hanya menggeluti bisnis batu bara sebagai Dirut Bukit Asam (2006–2011).

Alumnus Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya ini memulai karir di Bukit Asam sebagai Direktur Operasi/Produksi (2001—2006) setelah bekerja di PT Semen Padang (1995-2001).

Sejak dia pimpin pada 2007, total produksi batu bara Bukit Asam naik dari 9,28 juta ton (2007) menjadi 13,5 juta ton (2011). Laba bersih juga terus naik. Tahun lalu, laba bersih BUMN ini mencapai Rp3,09 triliun, naik dari tahun sebelumnya Rp2,01 triliun.

Expertise di bisnis batu bara ini masih dia bawa ke Timah, dengan terlontarnya wacana penjajakan akuisisi tambang batu bara, meski lini bisnis utama PT Timah masih dari galian mineral logam tersebut.

Tahun lalu, pendapatan Timah dari batu bara turun menjadi Rp685,61 miliar dari Rp910,38 miliar, seiring dengan menyusutnya cadangan. “Kami berupaya perusahaan tetap tumbuh, inilah tugas kami, fokus tetap timah,” kata Sukrisno.

Analis PT OSO Securities Supriyadi menilai kinerja Sukrisno di Bukit Asam belum optimal karena terkendala infrastruktur. “Otomatis, produksi tidak optimal, nah apakah di Timah [akan] seperti itu? Lebih baik batasi produksi untuk mengerem ekspor, karena saat ini harga Timah patokannya bukan di Indonesia,” katanya dihubungi kemarin.

Menurut dia, PT Timah butuh dukungan pemerintah terkait dengan pengendalian ekspor guna menekan fluktuasi harga timah dunia. Maklum, patokan harga timah dunia masih di London, dan bukannya di Indonesia yang menjadi salah satu produsen utama.

Selain itu, perseroan harus fokus pada bisnis Timah di tambang lepas pantai (offshore), dan memastikan langkah tersebut sudah didukung jumlah cadangan riil yang memadai untuk menopang produksi.

Tahun ini emiten berkode TINS ini menargetkan produksi 50.000 metrik ton timah, dengan target moderat 40.000—45.000 ton. Selain itu, harga timah dunia diharapkan berada pada level US$23.000 per ton naik setelah anjlok pada US$19.000 per ton (2011).

Ini menjadi pekerjaan rumah mendesak bagi Sukrisno, bagaimana menggenjot kinerja produsen timah ini seperti ketika dia me mimpin Bukit Asam, agar tren bullish sektor batu bara bisa dirasakan juga di Timah oleh pemegang saham. (tahir.saleh@bisnis.co.id)

Tulisan ini terbit di Harian Bisnis Indonesia, Jumat 27 April 2012
Foto: Bisnis Indonesia



Entri Populer

Penayangan bulan lalu