Akuisisi Benakat atas Astrindo tak kunjung tuntas
Oleh M Tahir Saleh
MISTERI masih menyelimuti PT Raja Dana Indonesia,
perusahaan yang sekonyong-konyong muncul mengucurkan dana kepada PT Benakat
Petroleum Energy Tbk untuk mengakuisisi PT Astrindo Mahakarya Indonesia.
Nama perusahaan investasi tersebut santer
diberitakan sejak perusahaan ini memberi fasilitas pinjaman senilai total Rp300
miliar kepada Benakat, sebagai uang muka akuisisi PT Astrindo senilai US$600
juta.
PT Bursa Efek Indonesia mencatat Raja
Dana memegang waran emiten pengembang properti PT Bakrieland Development Tbk
sebesar 1,5 juta waran dan beralamat di Jalan Kapuk Raya Nomor 62 RT 002/003
Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.
Nomor telepon kantor perusahaan yang
tercatat di situs Jakarta-citydirectory tersebut memang bisa dihubungi, namun tersambung
dengan kantor notaris yang sudah 3 tahun menetap di Jalan Pluit Selatan Nomor
103 Jakarta Utara, bukan Raja Dana.
Penasaran, saya langsung mengunjungi
kantor Raja Dana dengan mengacu pada alamat dari data otoritas bursa, ingin tahu
bagaimana rupa kantor dengan sumber dana cukup besar ini, yang berani menopang ekspansi
Benakat dan Bakrieland.
Namun, hampir 60 menit mengitari Jalan
Kapuk Raya, anehnya alamat Raja Dana itu ternyata ditempati pabrik pulpen terkenal
merek Top, yakni perusahaan PT Zebra Asaba Industries, dan perusahaan PVC film
bernama PT Tara Ina Plastic.
Seorang petugas keamanan pabrik tersebut
mengatakan sudah lama pabrik tersebut menempati alamat itu. “Coba ke ruko
sebelah [Ruko Duta Indah Kapuk 2], mereka juga Kapuk Raya No.62, tapi 62A,
barangkali ada perusahaan itu,” katanya Kamis, pekan lalu.
Jalan Kapuk Raya ini cukup unik karena
sebelah kanan dari arah Pluit sudah masuk wilayah Penjaringan Jakarta Utara, sedangkan
sebelah kiri jalan masuk area Kapuk, Jakarta Barat. Mengacu pada alamat resmi, kantor Raja Dana mestinya
di sebelah kanan.
“Saya belum tahu kalau alamatnya berubah,
tapi soal alamat pindah itu biasa. Raja Dana adalah perusahaan swasta yang
aktif memberi pinjaman kepada sejumlah korporasi, termasuk kami,” kata
Sekretaris Perusahaan Benakat Petroleum Dina Andini Rohali akhir pekan lalu.
Head of Investor Relations Bakrieland
Nuzirman Nurdin juga tidak mengetahui secara detail pemilik Raja Dana. “Iya mereka salah satu pemegang waran, yang
penting kan duitnya masuk, saya tidak begitu tahu alamatnya, belum tahu
pemiliknya,” katanya.
Terlepas dari identitas alamat Raja Dana
yang kabur atau—mengikuti dugaan Andini—sudah pindah, sejak awal langkah upaya
Benakat mencaplok saham Astrindo dari tangan PT Indokreasi Nuansa Sejahtera
cukup berliku.
Tertunda
Rencana akuisisi Astrindo dikemukakan
manajemen emiten berkode saham BIPI ini dalam paparan publik pada 22 Desember
tahun lalu yang dihadiri pemegang saham dan sejumlah wartawan pasar modal.
Beberapa pemegang saham minoritas bahkan
masygul hingga bertanya ulang untuk mengecek ulang, tatkala perseroan
menyatakan optimistis bahwa Astrindo akan menyumbang laba bersih perseroan
hingga US$80 juta tahun ini.
Maklum saja Benakat tahun ini merugi Rp61,31
miliar, sedikit membaik dari rugi 2010 sebesar Rp96,37 miliar akibat membengkaknya
beban pokok pendapatan menjadi Rp221,70 miliar dari Rp164,01 miliar.
Emiten ini kompak merugi bareng PT
Elnusa Tbk, yang sahamnya juga dimiliki Benakat. Elnusa merugi sebesar Rp30,11 miliar,
berbalik dari posisi setahun sebelumnya yang meraih laba bersih Rp63,79 miliar.
Jika akuisisi rampung tahun ini, Benakat
memproyeksikan laba bersih US$110 juta. Bahkan tahun depan, kontribusi Astrindo
terhadap laba bersih bisa mencapai US$180 juta.
“Akuisisi ini diperkirakan berkontribusi
sebesar US$80 juta terhadap laba bersih kami 2012 sehingga secara total kami perkirakan
bisa mencapai US$110 juta,” kata Direktur Keuangan Benakat Petroleum Michael
Wong ketika itu.
Nilai akuisisi yang setara dengan Rp5,4
trilliun ini dibidani PT Danatama Makmur sebagai penasehat keuangan.
Astrindo adalah perusahaan infrastruktur
batu bara yang sebelumnya dimiliki Indokreasi. Perusahaan ini memiliki unit bisnis
di Kalimantan dan Sumatra. Bisnisnya dimulai sejak 2005 dan memiliki kapasitas pengelolaan
batu bara lebih dari 70 juta ton per tahun, yang berasal dari produksi batu
bara pihak ketiga.
Restu
publik
Meski ditargetkan rampung Maret lalu,
Benakat belum mendapat dana akuisisi sehingga meminta restu publik pemegang saham
untuk menggunakan dana hasil konversi waran Rp942,5 miliar, dan menunda akuisisi
menjadi 30 Juni.
Di sinilah Raja Dana menjadi ‘penyelamat’
dengan menggelontor Rp300 miliar. Utang bertenor 1 tahun dan bunga 20% per
tahun ini dijamin dengan saham Elnusa, plus saham Indotambang Perkasa, pemegang
41,28% saham Benakat.
Analis PT Capital Bridge Indonesia Aji
Martono menilai langkah akuisisi itu sejak awal memang patut dipertanyakan, mengingat
perseroan belum mendapat dana sebesar US$600 juta.
“Kalau dia [Raja Dana] pemegang waran
Bakrieland, artinya sudah punya nama. Tapi kalau alamatnya sudah abu-abu agak susah
juga, dan ini makin membuat proses akuisisi Astrindo layak dipertanyakan,” katanya.
Menurut dia, akuisisi mesti ditunjang
data dan fakta terhadap perusahaan yang menjadi target. “Kalau akuisisi ujungnya
cuma beli saja itu percuma. Harus ada pengembangan, dan apakah sesuai dengan
arah bisnis perusahaan sehingga bisa bersinergi.”
Masih ada waktu 3 bulan bagi Benakat
merampungkan akuisisi itu dan juga bagi publik untuk— meminjam syair Ayu Ting
Ting: Ke mana? Ke mana? Ke mana?—mencari identitas Raja Dana. (tahir.saleh@bisnis.co.id)
Terbit di Harian Bisnis
Indonesia edisi Jumat, 20 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar