Rabu, 30 Juli 2008

Islam dan Sains

ada apa dengan ISRA ’ MI ’ RAJ
Oleh : Taher heringuhir

Bahagia sekali kita masih diberi kesempatan oleh Allah Swt menikmati usia sampai kini kita memasuki salah satu bulan yang istimewa yaitu bulan rajab. Bulan ini memiliki keistimewaan seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an surat at-Taubah.
Allah Swt menyatakan ada empat bulan yang dihormati yaitu Rajab, Zulkaidah, Zulhizah, dan Muharram.

Selain itu bulan Rajab merupakan bulan bersejarah, bulan dimuliakan, diperingati kaum muslimin karena disemisil bulan ini kejadian luar biasa menimpa Rasulullah SAW yakni di-isra’ mi’rajkan beliau dari Masjidil Haram (Mekkah) menuju Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis ( Palestina / kota yang disebut juga Haikal Sulaiman), kemudian diperkenankan oleh Allah Swt naik menembus langit ketujuh serta kembali lagi setelah menerima perintah sholat lima waktu bagi seluruh umatnya.

Peristiwa besar ini kita yakini sebagai mukjizat Nabi SAW setelah Al-Quran. Namun orang-orang yang berusaha belajar Islam lalu kemudian mencari titik lemah umat Islam untuk dihancurkan (orientalis) mencoba mengedepankan logika berfikir yang berujung pada ketidakpercayaan akan peristiwa tersebut. Bagaimana penjabaran singkat akan hal tersebut. Dalam surat al-Isra’ ayat pertama Allah SWT berfirman:

“Mahasuci (subhana) yang telah memperjalankan hamba-Nya ( biabdihi-Muhammad ) pada suatu malam ( asra’) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebahagian dari tanda-tanda ( kebesaran ) Kami, sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat”.

Al-Qur’an dan tafsirnya terbitan UII Yogyakarta melansir bahwa kata subhana ( kalimat tasbih ), sebagian mufassirin mengatakan bahwa kata tersebut menandakan suatu peristiwa besar, sedangkan kata biabdihi (kesatuan antara jasad and ruh) mempertegas bahwa peristiwa itu (isra’mi’raj) dilalui Nabi dalam keadaan sadar, bukan karena tidur.

Asra’ dalam bahasa arab berarti kejadian yang terjadi di malam hari dan kata lailan adalah untuk menguatkan pengertian bahwa peristiwa itu memang benar-benar terjadi di malam hari, karena waktu itulah yang paling utama bagi para hamba untuk mendekatkan diri pada-Nya. Disini tidak diterangkan secara pasti waktunya hanya saja yang diterangkan adalah dimulai dari Mekkah ke Palestina.

Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Masjidil Aqsa yang dipilih, dikatakan pula bahwa Masjidil Aqsa itu dan daerah disekitarnya merupakan tempat turunnya wahyu kepada Nabi-Nabi dan disuburkan tanahnya diantara tempat ibadah lain.
Surat al-Isra’ hanya menjelaskan peristiwa isra’, sedangkan mi’raj ( naiknya Rasulullah dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha /mustawa) diisyaratkan oleh Allah SWT pada bagian pertama surat an-Najm, diantaranya ayat 13 dan 14.

“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain”.(13). “(yaitu) di Sidratul muntaha.” (14).

Dalam peristiwa naiknya Nabi Saw ke tempat yang paling tinggi di atas langit ke tujuh (sidratul muntaha-wajib percaya adanya tempat ini, tetapi sebaiknya tidak menerangkan sifat-sifatnya dengan keterangan yang berlebihan kecuali dari hadis, karena ini ghaib), menurut ayat di atas bahwa Nabi SAW melihat malaikat Jibril as dua kali dalam bentuk aslinya yaitu sekali pada saat menerima wahyu pertama dan kedua pada saat isra’ mi’raj.

Kejadian luar biasa ini terjadi pada malam 27 Rajab, satu tahun sebelum tahun Hijriyah – riwayat mashur demikian. Karen Amstrong – penulis buku laris A History of God – menulis dalam bukunya “Muhammad Sang Nabi”, bahwa peristiwa isra’ mi’raj terjadi pada saat Nabi SAW sedang mengunjungi saudara sepupunya Ummu Hani’, saudara perempuan Ali dan Ja’far (anak pamannya Abi Thalib) yang tinggal di dekat Ka’bah. Beliau bangun tengah malam dan membaca Al-Qur’an, kemudian beliau memutuskan tidur sejenak di Hijr, sebuah daerah tertutup di barat daya Ka’bah, kemudian beliau merasa seperti dibangunkan oleh Jibril ; dinaikan ke kuda surgawi yang dinamakan Buraq dan terbang melesat ke Masjidil Aqsa (isra’).

Karen juga melanjutkan bahwa mereka berdua (Muhammad dan Jibril) turun di kuil Mount dan disambut Ibrahim, Musa Yesus (Isa), dan sejumlah Nabi-nabi lain. Mereka memilih minum susu diantara pilihan lain – hal ini menandakan dua pilihan itu sebagai simbol bahwa Islam berusaha mengarahkan “ pertapaan” yang ekstrim dan hedoisme di sisi lain –yang ditawarkan pada mereka.

Sejarah lain dinukilkan dari hadis Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Ahmad bahwa didatangkan pada Nabi Buraq (binatang putih) lebih besar dari khamar dan susu. Selain itu riwayat Bukhari dari Anas bin malik dikatakan bahwa Jibril membeli hati lalu mencucinya kemudian dituangkan iman dan hikmah ke dada beliau.

Selepas isra’, Nabi SAW dan Jibril selanjutnya naik ke langit melalui “tangga/mi’raj”. Dari sumber yang sama dikatakan ketika Nabi naik ke tingkat pertama dari tujuh surga dan mulai menuju tahta Allah SWT (arash), beliau melihat surga pertama dikepalai oleh Nabi Adam, Yesus (Isa), dan John the Baptist (Yahya) di surga kedua, Yusuf di surga ketiga, Noch (Nuh) di surga keempat, Aaron (Harun)di surga kelima, lalu Musa di surga keenam, dan terakhir Nabi Ibrahim di surga ketujuh.

Itulah gambaran peristiwa isra’mi’raj–walaupun belum lengkap–yang sepenuhnya bagi kita merupakan sebagian dari keyakinan .

Bagaimana posisi peristiwa isra’ mi’raj sekarang? Saat ini, kita hidup di era millennium, segalanya serba modern. Hal-hal yang pada zaman dahulu belum mampu dilakukan kini terwujud misalnya pergi ke bulan dengan pesawat ruang angkasa atau menciptakan makhluk hidup dari rekayasa genetika – misalnya dolly (domba cloning), andi (monyet kloning) dan teman-temannya.

Bila kita korelasikan dengan peristiwa isra’mi’raj maka hal ini kemudian membuat orang-orang yang mulai sombong berseloroh melecehkan agama dan menganjurkannya untuk ditinggalkan.

Realita Islam–sejak,dari dahulu–lebih mengetahui IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) ketimbang kaum-kaum yang merasa baru mengecap dunia ilmiah, Islam lebih dahulu ilmiah. Bagaimana jelinya al-Qur’an menerangkan penciptaan awan, manusia, gunung, pemisah dua laut serta kejadian alam semesta yang sesuai dengan sains dan apa yang diteliti oleh para ahli fisika dan astronomi, kita tahu bahwa pada saat al-Qur’an diturunkan ilmu-ilmu tersebut belum lahir. Namun tentu saja sejarah ini bukan men-justifikasi ketertinggalan umat Islam sekarang dengan peradaban barat.

Manusia menurut mereka (orang-orang musyrik) hanyalah sekedar balutan kulit, daging, tulang dan bentuk fisik lainnya. Manusia adalah lebih dari itu.

Menurut psikologi islam manusia adalah ruh dan tubuh. Saat keduanya bertemu maka muncul jwa yang merupakan suatu sistem di mana komponen-komponen yang ada dalam diri berada dalam jiwa itu. Manusia dengan demikian memiliki potensi-potensi di antaranya kemampuan memasuli dunia ghaib dan kemampuan berada di dua lokasi (bilocation).
Isra’ mi’raj merupakan sesuatu yang harus kita percayai, yakini, dan imani karena benar-benar terjadi. Dalam surat Fushilat Allah Swt menyatakan dengan jelas adanya tujuh alam yang diciptakan-Nya bersama-sama dengan alam yang kita huni ini:

“Maka Allah menjadikan tujuh langit (ruang alam) dalam dua hari dan mewahyukan perintah-Nya pada tiap-tiap langit(ruang alam) itu; dan kami hiasi langit dunia itu dengan pelita/bintang-bintang.”

Dengan demikian ada enam alam lain yang tak dapat kita hubungi itu adalah alam ghaib yang memiliki hukum-hukumnya sendiri (sunnatullah) sesuai dengan perintahnya Allah SWT.

Menurut Quraish shihab sesuatu yang mustahil dapat dibagi menjadi dua. Mustahil karena akal kita dan mustahil menurut kebiasaan. Kita sering menilai sesuatu itu mustahil karena akal kita telah terpaku dengan kebiasaan atau dengan hukum-hukum alam/hukum sebab dan akibat yang kita ketahui sehingga bila ada peristiwa yang tidak sesuai dengan hukum itu kita langsung spontan mengatakan tidak rasional/mustahil. Enam alam ghaib yang dijelaskan oleh surat Fushilat tadi memiliki hukum yang berbeda dengan alam kita ini, oleh karenanya hal-hal yang akan kita alami di alam itu merupakan keanehan yang irasional.

Ketika isra’ mi’raj Rasulullah menyaksikan hal-hal yang tidak dapat terjadi di alam kita, maka kita dapat mengatakan bahwa perjalanan itu terjadi di alam lain yang ghaib, tidak berhubungan dengan kita, sehingga tak dapat kita teliti hukum-hukum pengaturannya.

Lain halnya dengan pendapat salah satu ahli astrofisika dengan different point of view, mengatakan bahwa jika berdasarkan teori relativitas Albert Einstein yaitu E=m.c.2, pesawat ruang angkasa apa pun apabila tidak dapat mentransformasikan massa menjadi foton (sesuatu tanpa materi, hanya energi) maka tidak akan mampu melesat secepat kecepatan cahaya (c).

Buraq, sebagaimana diibaratkan “pesawat ruang angkasa”, tentunya mampu menyamai kecepatan cahaya bahkan lebih (belum dipastikan bahwa di dunia ini apakah kecepatan cahaya adalah yang tercepat). Oleh karena itu, benda apapun bila dapat merubah massanya menjadi tak bermateri maka pastilah dapat menembus ruang angkasa ini.

Apapun penelitian mengenai isra’ mi’raj pada dasarnya bukan karena subyektifitas agama akan tetapi diikut sertakan pula alasan-alasan yang ilmiah. Ketika umat Islam memperingati peristiwa dasyat sekitar 14 abad yang lalu maka hendaklah menjadi barometer dalam meningkatkan dan memacu keimanan kita saat diingatkan dengan makna yang terkandung di dalamnya. Perintah sholat lima waktu yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim, disamping sholat menempati kedudukan yang tinggi dalam rukun Islam.

Kita patut bersyukur, bagaimana jadinya bila shalat dijalankan 50 waktu sehari? Oleh sebab itu tradisi sholat lima waktu menunjukan bahwa agama tidak dimaksudkan sebagai beban yang memberatkan akan tetapi ini merupakan penerapan disiplin waktu, kebersihan tangggung jawab sebagai manusia terhadap penciptanya.

Semoga tanda-tanda kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada Nabi-nya dapat menyadarkan dan menguatkan iman kita akan betapa luasnya jagat raya serta betapa agungnya sang pencipta. Wallahu a’lam bi shawab

01\09\200506\08/20071/08/2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu