Sabtu, 07 November 2009

Dagelan Markus

Skenario sialan
M Tahir Saleh

Maka bila melihat negeri dikuasai para bedebahUsirlah mereka dengan revolusiBila tak mampu dengan revolusi, dengan demonstrasiBila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusiTapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan (adhie m massardi)

Pekan ini menjadi kenangan terburuk penegakan hukum Indonesia. Rekaman yang diputar dalam sidang terbuka Mahkamah Konstitusi pada Selasa pekan ini selama 4,5 jam ini benar-benar memalukan, lucu, sekaligus menodai pelaksanaan penegakan hukum di Tanah Air.

Komjen Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri yang kini non-aktif, namanya ikut-ikutan masuk dalam skenario bedebah itu.

Mantan Kapolda Jabar ini merusak citra institusi Polri di mata publik. Rekaman itu tersirat ia menerima suap untuk memuluskan kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK, Bibid dan Chandra Hamzah. Entah siapa yang benar, karena kebenaran hingga kini begitu sulit menampakkan dirinya padahal people power sudah turun ke jalan, parlemen online lewat facebook pun sudah tak terhitung jumlahnya.

Para bedebah itu, orang-orang yang terlibat dalam percapakan itu nampaknya begitu berani, lihai, dan iciknya. Satu aktor utama Anggodo Widjojo, adik Anggoro yang menjadi buronan KPK dalam kasus tender Departemen Kehutanan, mampu membuat aparat polisi takluk. Ia seperti ular, belut, dan bunglon.

Dalam hal ini, uang dan kekuasaaan bagai dua mata uang yang tak bisa dilepaskan. Siapa punya uang dia menguasasi, sebaliknya siapa berkuasa tentu butuh uang untuk mepertahankan eksistensi.

Susno sebelumnya sudah menyangkal terlibat sebelumnya. Publik pun terlanjur membencinya sejak ia memperkenalkan istilah Cicak vs Buaya yang akhirnya membuat Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri turun tangan minta maaf.

Masih ingat dalam laporan majalah mingguan Tempo edisi 6-12 Juli 2009 yang memuat wawancara dengan Susno. Dia menuding penyadapan yang dilakukan oleh KPK merupakan perbuatan bodoh. Dia sekaligus membantah soal suap.

"Kok masih ada orang yang goblok. Gimana tidak goblok, sesuatu yang tidak mungkin bisa dia kerjakan kok dicari-cari. Jika dibandingkan, ibaratnya, di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya,” tulis majalah itu.

Akhirnya ia pun sesenggukan minta maaf dan klarifikasi dalam rapat dengan Komisi III DPR pekan ini. Membawa nama keluarga yang juga terganggu dengan apa yang dituduhkan padanya. Dia menangis, bersumpah, dan seperti drama cinta anggota DPR pun terpana.

***
Adalah hal yang dipahami masyarakat bahwa seorang pengusaha dekat dengan aparat. Selain pengusaha butuh pelindung jalannya bisnis halal atau haram, aparat pun perlu persekot yang bisa menambah pundi-pundi kantongnya karena menggantungkan dana dari gaji pokok mungkin tak cukup.

Namun kejahatan dalam sebuah persekongkolan tak bisa diterima oleh nurani, apapun bentuknya. Kasus perselisihan antara Polri dan KPK ini mencerminkan panegakan hukum Indonesia masih belum bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme, UUD, ujung ujungnya duit.

Kepercayaan masyarakat runtuh seketika. Satu-satunya harapan instistusi independen yang dibentuk guna mengokohkan penegakan hukum karena mandulnya Polri dan Kejaksaaan yakni KPK kini diobok-obok.

Oleh sebab itu, masyarakat kini butuh kejelasan terkait kasus ini. Hampir seluruh elemen masyarakat turun tangan dan melek isu-isu seperti ini. Kredibilitas presiden pun dipertaruhkan jika tak mampu membuka persoalan ini. Kita berharap jangan ada lagi drama palsu yang memalukan bangsa yang mulai dipandang baik di mata dunia.

Gambar: lenteradiatasbukit.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu