Kamis, 22 April 2010

Pelajaran bagi korporasi












Hari ini seorang narasumber, Gunawan, mengirimkanku sebuah surat elektronik (email). Isinya sih singkat tanpa kata-kata, tetapi hanya ada sebuah attachment atau tambahan dalam email itu. Pesan itu sebetulnya lebih ke ihwal korporasi, tetapi mungkin bermaksud memberikan gambaran betapa pelajaran kehidupan termasuk memimpin sebuah perusahaan ini bisa diambil contoh dari hal-hal remeh dan kecil yang sama sekali luput dari perhatian termasuk. Justru itu menjadi salah satu filosofi yang mendalam.

Gunawan saat ini menjabat sebagai Direktur PT Indomobil Finance Indonesia, perusahaan yang bergerak pada jasa pembiayaan atau kredit sepeda motor dan mobil. Gunawan memang masih muda, penuh gairah, dan ekspresinya penuh semangat makanya kemudian kesamaan itulah yang [mungkin] mendorong dia mengirim pesan itu-yang juga diambil dari sebuah situs.

Isinya begini:

Alkisah, seekor Semut setiap hari, bekerja di waktu awal. Dia memproduksi banyak hal dan merasa begitu menikmati pekerjaannya. Sang bos, Singa, heran melihat semut bekerja dengan baik padahal tanpa pengawasan.

Dia pun berfikir, jika Semut begitu rajin dan produktif tanpa diawasi, apakah bisa lebih baik lagi kalau diberi pengawasan? Begitu pikir Singa.


Berangkat dari ide itu, Singa merekrut Lipas atau Kecoa, serangga hama yang biasa kita temukan jika terjadi masalah sanitasi lingkungan. Dalam fikiran Singa, Lipas punya pengalaman sebagai supervisor handal juga terkenal pandai menulis laporan.

Langkah pertama yang lipas lakukan ialah mengatur sistem absensi dan pekerjaan ini membutuhkan sekretaris. Ia pun merekrut Laba-laba yang bertugas mengatur arsip dan mengawasi telepon masuk.

Si bos Singa senang dengan kinerja Lipas lalu memerintahkannya membuat grafik untuk menggambarkan tingkat produksi, menganalisa trend an bisa dia gunakan untuk bahan presentasi pada pertemuan dewan direksi nanti. Lipas pun membeli komputer dan mesin cetak dan-sekali lagi-merekrut Lalat guna bertanggung jawab masalah teknologi informasi.

Si Semut, yang pada awalnya semangat dan lebih santai kini malah membenci kerjaan saat ini yang berlebihan dan penuh dengan pertemuan yang menghabiskan waktunya.

Melihat kondisi ini, bos Singa pun mengambil kesimpulan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat menominasikan orang yang bertanggung jawab di departemen di mana Semut berada.

Posisi tersebut diberikan pada Tonggeret, Serangga ini mempunyai mata yang kecil dan terpisah jauh di kepalanya dan biasanya juga memiliki sayap yang tembus pandang. Tonggeret hidup di daerah beriklim sedang hingga tropis dan sangat mudah dikenali di antara serangga lainnya.


Hampir sama dengan karyawan baru pendahulunya, Tonggeret pun belanja modal untuk mendukung kinerjanya. Dia membeli permadani dan kursi kantor ergonomis, kursi yang dapat diatur sandaran punggungnya, kursi yang memberikan kenyamanan dan kesehatan bagi punggung sehingga kerja pun menjadi lebih bersemangat.

Tak hanya itu, Tonggeret juga butuh komputer dan asisten pribadi untuk menyusun strategi optimalisasi rencana kerja lebih matang lagi.

Kini departemen di mana semut bekerja menjadi tempat yang tidak menyenangkan, tak ada lagi canda tawa, yang ada hanya kerja dan kerja, semua sedih.

Ketika situasinya demikian, maka ini waktu yang tepat bagi Tonggeret meyakinakn si bos Singa agar melakukan studi mengenai lingkungan.

Setelah menerima laporan mengenai departemen di mana semut bekerja, Singa menemukan jumlah produksi kini jauh berkurang dari sebelumnya.

Ada yang salah fikirnya lalu dia merekrut Burung Hantu, seorang konsultan termashur diberi wewenang mengaudit dan memberi soluasi. Akhirnya dalam waktu 3 bulan, Burung Hantu datang membawa hasil yang mengejutkan.

“Departemen ini kelebihan orang”

Lalu coba tebak siapa yang dipecat Singa lebih dulu?

Ya, tepat sekali,

Semut, karena dinilai menunjukkan kinerja yang stagnan dan berprilaku negatif.

Dari kisah ini bisa ditarik kesimpulan sederhana, bahwa bekerja bukan semata-mata mencari rizki mengisi perut tetapi mesti dipandang dalam konteks aktualiasi diri. Artinya bekerja juga membutuhkan lingkungan kondusif, orang-orang yang saling menghargai, member motivasi sehingga tercipta kompetisi sehat. Buat apa gaji besar tetapi batin tersiksa karena sebetulnya dari hati tidak menyukai pekerjaan itu, atau terpaksa, atau lebih parah lagi terdampar.

Pesan lainnya, jika banyak batasan yang justru menghambat kerja meski dengan dalih perbaikan mutu dan produktifitas perusahaan, justru itu perlu ditinjau kembali dengan seksama. Apakah kebijakan itu akan memberi sinyal positif atau negatif? Saat ini suh belum punya perusahaan, andai suatu hari nanti punya usaha sendiri semoga bisa diterapkan. Amin..

21/04/10

Foto2: wikipedia.com, pasarkreasi.com, zainalasrory.multiply.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu