Novel perdana Pizaro
KAWAN saya, Pizaro, akhirnya merilis novel perdananya “The
Brain Charger”. Bisa dibilang lebih dari setahun dia menanti, sampai akhirnya
dia memberi kabar bahwa bukunya sudah terbit.
“Novel gw dah terbit Her, cover-nya mantab,” begitu pesan
singkatnya. Saya memintanya menginfokan di facebook, penasaran juga bagaimana wujud
buku itu. Pizaro adalah kawan satu kampus, satu fakultas, dan satu jurusan Bimbingan
Konseling di UIN Jakarta.
Kalau ingat masa-masa kampus, tertawa bersama, saling
mengejek, kongkow, dan tentu diskusi di kosan yang penat dan sempit buat saya terharu sekaligus bangga dia bisa menjadi penulis muslim yang cukup brilian, meski ketika disanjung dia merendah diri. “Masih jauh kawan dan terus belajar,” katanya.
Sebelum beli bukunya di Islamic Book Fair 2012, simak dulu sinopsis berikut ini:
“Pasar Ciputat mendadak Ramai. Sebuah mayat mahasiswi
terbaik ditemukan pada posisi mengenaskan. Satu petunjuk disisakan pelaku
hanyalah tiga huruf bertuliskan ”MDR” dan angka 42. Seminggu kemudian, kampus
Islam terbesar di Indonesia itu kembali dibuat geger. Ghefira Maylana Fasha,
mahasiswa terbaik tahun 2006, ditemukan terbunuh. Di kaki kiri mahasiswi
jurusan Kimia itu ditemukan tiga kata bertulis: Zweifel, Zweitracht, Zwitter.
Ia terkubur di taman Fakultas Sains dan Teknologi yang didalamnya tertera relief
Sudamanda, sebuah gambar ritual penyembahan Pagan pada era Dewi Isytar di
Babilonia Kuno yang sarat dengan dunia numerologi.
Akan tetapi mahasiswa cantik memang banyak, tapi mahasiswi
yang membedah kasus mutilasi dengan insting psikoanalisis hanyalah Anisatu Lexa
Meteorika. Satu-satunya Mahasiswa ITB yang sengaja pindah ke kampus Islam hanya
untuk membuktikan apakah Tuhan itu ada? Ironisnya, baru saja pindah ia sudah
menjadi mahasiswa terbaik dan berkesimpulan Tuhan itu absurd. Ya persis seperti
umpatan kaum Freudian pada umumnya. Baginya Tuhan,tuhan, dan TUHAN itu relatif.
Mau ditaruh dimana saja huruf vokal itu tetap saja ilmu Tuhan adalah profan.
“Tuhan sudah mati dan yang membunuhnya adalah kita,” kata Anisa menukil
Nietszhe didepan mahasiswa Fakultas Dakwah yang menjadikan Sayyid Quthb sebagai
idolanya.
Kasus mutilasi ini akhirnya mengundang sekolompok mahasiswa
untuk memecahkannya. Mereka melihat jejak pembunuhan ternyata menyimpan
sederetan kode-kode angka kuno yang menantang untuk dipecahkan. Mereka harus
bertarung dengan waktu. Pelaku mengincar setiap mahasiswa terbaik di tiap
tahunnya. Dan ironisnya, mereka adalah target seterusnya untuk dimutilasi.
Padahal mereka belum juga usai melawan liberalisme pemikiran kampus demi
mewujudkan sebuah cita: Membangun Peradaban!
Ya benturan peradaban yang akhirnya mempertemukan Anisatu
Lexa sebagai mahasiswa liberal dengan Rizki yang begitu hanif. Jarak ideologi
mereka bagaikan Madinah dan Argentina. Rizki adalah mahasiswa muslim yang
begitu tawadhu sedangkan Anisa adalah dosen Psikologi pertama di kampus meski
baru semester tiga.
“Bolehkah jika aku jatuh hati kepada seorang pria alim,
baik, jujur? Kendati aku hanya sanggup berjilbab sebelum sampai garis finish:
Tidak panjang, tidak lebar, terlebih longgar. Membiarkan poniku mencuri-curi
keluar diterpa angin dan tidak ada manset mengelilingi gelangan tanganku,” ujar
Anisa di dalam hati.
Selamatkah mereka dari incaran mutilasi? Betulkah kampus
Islam adalah target mistisisme kuno di Indonesia? Apakah orang pintar mesti
bahagia? Dikemas dengan bahasa mengalir dan mudah dicerna, novel ini akan
membawa pembaca pada petualangan menegangkan dan sarat pengetahuan. Dari dunia
numerologi, sains, psikologi hingga pergulatan cinta antara seorang hamba
dengan TuhanNya. Dramatis. Menegangkan. Selamat menahan napas!
__Endorsment___
Serumit apapun suatu pemikiran, namun jika disajikan dalam
bentuk novel, maka wacana itu akan lebih enak untuk dibaca. Novel The Brain
Charger menunjukkan bagaimana kepiawaian penulisnya, bahkan bisa menjadi ikon
bagi tren novel ilmiah seperti Roman Falasafi-nya Ibn Thufail. Saya terfikir
suatu saat akan ada yang mengangkat novel ini ke layar lebar. (Prof. Abdul
Mujib, Guru Besar Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Sebuah novel atraktif dan menarik. Pembaca tidak akan dibawa
pada cerita melankolis dan picisan, melainkan pada dunia pemikiran yang menarik
dan kritis. Penulisnya yang adalah juga alumni UIN Syarif Hidayatullah seolah
sedang melakukan oto kritik terhadap kampus yang telah membesarkan dan
memberikannya ilmu. Sayang sekali bila pembaca melewatkan untuk membacanya.
(Tiar Anwar Peneliti INSISTS)
Novel yang cukup apik dan kreatif ini mengajak kita untuk
masuk ke dalam dunia misteri yang penuh teka-teki dan sarat dengan pengetahuan.
Menceritakan pencarian panjang seorang perempuan feminis keturunan Jepang namun
ateis dalam menemukan kembali cinta dan Tuhannya. Novel ini merupakan bentuk
kegelisan dari penulisnya atas fenomena sekulerisasi dan liberalisasi dalam
dunia pendidikan akhir-akhir ini. Trimanto (Penasehat Forum Lingkar Pena
Depok).
Disaat yang lain sudah berlari dengan menciptakan karya-karya luar biasa, gw masih berkutat nyari lagu terbarunya Trio Macan yang berjudul Iwak Peyek hir.. Hahahahaha... Kusut..
BalasHapus