Kamis, 08 Maret 2012

The Brain Charger

Novel perdana Pizaro

KAWAN saya, Pizaro, akhirnya merilis novel perdananya “The Brain Charger”. Bisa dibilang lebih dari setahun dia menanti, sampai akhirnya dia memberi kabar bahwa bukunya sudah terbit.

“Novel gw dah terbit Her, cover-nya mantab,” begitu pesan singkatnya. Saya memintanya menginfokan di facebook, penasaran juga bagaimana wujud buku itu. Pizaro adalah kawan satu kampus, satu fakultas, dan satu jurusan Bimbingan Konseling di UIN Jakarta.

Kalau ingat masa-masa kampus, tertawa bersama, saling mengejek, kongkow, dan tentu diskusi di kosan yang penat dan sempit buat saya terharu sekaligus bangga dia bisa menjadi penulis muslim yang cukup brilian, meski ketika disanjung dia merendah diri. “Masih jauh kawan dan terus belajar,” katanya.

Sebelum beli bukunya di Islamic Book Fair 2012, simak dulu sinopsis berikut ini:

“Pasar Ciputat mendadak Ramai. Sebuah mayat mahasiswi terbaik ditemukan pada posisi mengenaskan. Satu petunjuk disisakan pelaku hanyalah tiga huruf bertuliskan ”MDR” dan angka 42. Seminggu kemudian, kampus Islam terbesar di Indonesia itu kembali dibuat geger. Ghefira Maylana Fasha, mahasiswa terbaik tahun 2006, ditemukan terbunuh. Di kaki kiri mahasiswi jurusan Kimia itu ditemukan tiga kata bertulis: Zweifel, Zweitracht, Zwitter. Ia terkubur di taman Fakultas Sains dan Teknologi yang didalamnya tertera relief Sudamanda, sebuah gambar ritual penyembahan Pagan pada era Dewi Isytar di Babilonia Kuno yang sarat dengan dunia numerologi.

Akan tetapi mahasiswa cantik memang banyak, tapi mahasiswi yang membedah kasus mutilasi dengan insting psikoanalisis hanyalah Anisatu Lexa Meteorika. Satu-satunya Mahasiswa ITB yang sengaja pindah ke kampus Islam hanya untuk membuktikan apakah Tuhan itu ada? Ironisnya, baru saja pindah ia sudah menjadi mahasiswa terbaik dan berkesimpulan Tuhan itu absurd. Ya persis seperti umpatan kaum Freudian pada umumnya. Baginya Tuhan,tuhan, dan TUHAN itu relatif. Mau ditaruh dimana saja huruf vokal itu tetap saja ilmu Tuhan adalah profan. “Tuhan sudah mati dan yang membunuhnya adalah kita,” kata Anisa menukil Nietszhe didepan mahasiswa Fakultas Dakwah yang menjadikan Sayyid Quthb sebagai idolanya.

Kasus mutilasi ini akhirnya mengundang sekolompok mahasiswa untuk memecahkannya. Mereka melihat jejak pembunuhan ternyata menyimpan sederetan kode-kode angka kuno yang menantang untuk dipecahkan. Mereka harus bertarung dengan waktu. Pelaku mengincar setiap mahasiswa terbaik di tiap tahunnya. Dan ironisnya, mereka adalah target seterusnya untuk dimutilasi. Padahal mereka belum juga usai melawan liberalisme pemikiran kampus demi mewujudkan sebuah cita: Membangun Peradaban!

Ya benturan peradaban yang akhirnya mempertemukan Anisatu Lexa sebagai mahasiswa liberal dengan Rizki yang begitu hanif. Jarak ideologi mereka bagaikan Madinah dan Argentina. Rizki adalah mahasiswa muslim yang begitu tawadhu sedangkan Anisa adalah dosen Psikologi pertama di kampus meski baru semester tiga.

“Bolehkah jika aku jatuh hati kepada seorang pria alim, baik, jujur? Kendati aku hanya sanggup berjilbab sebelum sampai garis finish: Tidak panjang, tidak lebar, terlebih longgar. Membiarkan poniku mencuri-curi keluar diterpa angin dan tidak ada manset mengelilingi gelangan tanganku,” ujar Anisa di dalam hati.

Selamatkah mereka dari incaran mutilasi? Betulkah kampus Islam adalah target mistisisme kuno di Indonesia? Apakah orang pintar mesti bahagia? Dikemas dengan bahasa mengalir dan mudah dicerna, novel ini akan membawa pembaca pada petualangan menegangkan dan sarat pengetahuan. Dari dunia numerologi, sains, psikologi hingga pergulatan cinta antara seorang hamba dengan TuhanNya. Dramatis. Menegangkan. Selamat menahan napas!

__Endorsment___

Serumit apapun suatu pemikiran, namun jika disajikan dalam bentuk novel, maka wacana itu akan lebih enak untuk dibaca. Novel The Brain Charger menunjukkan bagaimana kepiawaian penulisnya, bahkan bisa menjadi ikon bagi tren novel ilmiah seperti Roman Falasafi-nya Ibn Thufail. Saya terfikir suatu saat akan ada yang mengangkat novel ini ke layar lebar. (Prof. Abdul Mujib, Guru Besar Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Sebuah novel atraktif dan menarik. Pembaca tidak akan dibawa pada cerita melankolis dan picisan, melainkan pada dunia pemikiran yang menarik dan kritis. Penulisnya yang adalah juga alumni UIN Syarif Hidayatullah seolah sedang melakukan oto kritik terhadap kampus yang telah membesarkan dan memberikannya ilmu. Sayang sekali bila pembaca melewatkan untuk membacanya. (Tiar Anwar Peneliti INSISTS)

Novel yang cukup apik dan kreatif ini mengajak kita untuk masuk ke dalam dunia misteri yang penuh teka-teki dan sarat dengan pengetahuan. Menceritakan pencarian panjang seorang perempuan feminis keturunan Jepang namun ateis dalam menemukan kembali cinta dan Tuhannya. Novel ini merupakan bentuk kegelisan dari penulisnya atas fenomena sekulerisasi dan liberalisasi dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini. Trimanto (Penasehat Forum Lingkar Pena Depok).

1 komentar:

  1. Disaat yang lain sudah berlari dengan menciptakan karya-karya luar biasa, gw masih berkutat nyari lagu terbarunya Trio Macan yang berjudul Iwak Peyek hir.. Hahahahaha... Kusut..

    BalasHapus

Entri Populer

Penayangan bulan lalu