|
Unjuk rasa masyarakat Pangkep di kantor pusat PT Semen Tonasa
by Antarafoto |
Oleh M. Tahir Saleh
BERTOPI merah, Bupati Pangkep Syamsuddin
Hamid Batara berorasi di depan podium. Suaranya lantang menyerukan keadilan
bagi masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan.
Dengan pengeras suara, alumnus
Universitas Muslim Indonesia itu berorasi sekitar 10 menit di depan kantor
pusat PT Semen Tonasa.
Ratusan massa menyimak khidmat sembari
meneruskan pemboikotan jalan menuju pabrik Semen Tonasa di Jalan Poros Tonasa
II, Desa Biringere, Kecamatan Bungoro, Pangkep, Senin 25 Juni 2012.
Foto Syamsuddin berorasi dengan pakaian
linmas itu terpampang dihalaman utama sejumlah media lokal di Sulawesi Selatan
(Sulsel) sepekan terakhir. Dia tak sendiri, aksinya diikuti oleh Ketua DPRD
Pangkep, Wakil Ketua DPRD, anggota DPRD, sejumlah LSM, masyarakat, tokoh agama,
tokoh pemuda, para camat, lurah, dan sebagian besar PNS Pemkab.
Tuntutannya sederhana, tak muluk—muluk
tapi primordial, menyerukan agar PT Semen Gresik Tbk sebagai pemegang 99,99%
saham Semen Tonasa memasukkan dua orang putra daerah dalam susunan komisaris.
Semen Gresik adalah BUMN yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham SMGR. Sahamnya dimiliki oleh
pemerintah 51,01% dan masyarakat 48,99%.
Adapun Semen Tonasa yang berdiri 44
tahun lalu itu merupakan korporasi kebanggaan masyarakat Sulsel selain PT Semen
Bosowa yang didirikan oleh keluarga Aksa Mahmud.
Ketika Semen Gresik menggelar rapat umum
pemegang saham tahunan dan luar biasa (RUPST/LB) di Jakarta esoknya (26/6),
perwakilan massa turut ‘memantau’ rapat itu meski akhirnya tuntutan tak diakomodir,
kecewa.
Kelima komisaris baru adalah Idrus
Paturusi (komut), Andi Herry Iskandar, Wahab Talaohu, Widodo Santoso, dan
Ansyaad Mbai. Sebelumnya susunan komisaris dijabat Taslim Arifin (komut),
Ansyaad Mbai, Andi Samad Tahir, Thariq Abudan, dan Abdul Muis Bakkidu.
“Pendapat daerah ada batasannya, semua
sudah kami akomodir. Yang penting kalau soal daerah itu kami melihat secara
umum Sulsel bukan hanya Pangkep,” kata Direktur Utama Semen Gresik Dwi Sutjipto dihubungi, Jumat (29/6).
Pihaknya juga sudah menyisihkan dana
program sosial kemasyarakatan. Jumlahnya cukup besar. Bahkan perseroan sudah
menjalin kerja sama dengan bupati, pernyataan ini menyiratkan Sang Bupati punya
bisnis.
“Semua orang tahulah itu [bisnis
bupati], kami selama ini sudah bekerja sama dengan baik,” tegasnya.
Data situs Semen Gresik menyebut pada 2
tahun lalu, dana tanggung jawab sosial Semen Gresik buat masyarakat mencapai
Rp119,7 miliar terbagi atas Rp77,7 miliar untuk program kemitraan dan Rp42
miliar untuk bina lingkungan.
Di Semen Tonasa, total dana sosial
mencapai Rp11,1 miliar (Rp4,3 miliar kemitraan dan Rp6,8 miliar bina
lingkungan), jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan saudaranya; PT Semen
Padang, sebesar Rp12,6 miliar (Rp9 miliar kemitraan dan Rp3,6 miliar bina
lingkungan).
“Kinerja bagus juga berimbas pada CSR
[program sosial masyarakat]. Dana CSR itu juga akan naik untuk masyarakat.
Selain juga pajak kami terhadap Pemda kan meningkat jika kinerja bagus,”
katanya.
Soal primordial, Dwi juga tak
mengada—ada. Ansyaad orang Buton, Sulawesi Tenggara dan pernah menjabat Kapolda
Sumatera Utara.
Di televisi, Ansyaad terkenal karena
sering menjadi narasumber soal terorisme, sedangkan Idrus Paturusi—rektor
Universitas Hasanuddin—juga perwakilan akademisi dan lahir di Makasar.
“Pak Andi [Andi Herry] paham Sulsel, Pak
Ansyaad pengalaman soal keamanan di sini, dan orang sini. Pak Rektor juga sama,
lahir di sini,” tegas Dwi lagi.
Akbar
Faisal,
anggota DPR RI Komisi II yang terpilih dari Sulsel II, menilai upaya yang
dilakukan oleh bupati wajar. “Solusinya, apa salahnya sih ambil saja satu atau
dua ditambah menjadi tujuh komisaris. Toh nama-nama yang diajukan dari Pangkep
juga punya kapabilitas,” tegasnya.
Politisi Partai Hanura ini justru
mempertanyakan dasar pemilihan dari komisaris Semen Tonasa itu.
“Saya bisa mengidentifikasi bahwa dasar
pemilihan manajemen Semen Gresik terhadap komisaris itu apakah memang
berdasarkan profesionalitas, tidak juga,” katanya.
Dalam rapat dengan parlemen, dua hari
setelah aksi boikot itu, Menteri BUMN Dahlan Iskan menegaskan akan menempuh dua
opsi; mengganti salah seorang komisaris asal Sulsel atau menambah komisaris
baru, tapi gaungnya belum kedengaran sejauh ini.
Dirut Semen Tonasa Sattar Taba pun
enggan berkomentar. Dipepet wartawan usai Rapat Koordinasi Pengurus Apindo
Sulsel di Wisma Kalla pada 28 Juni, pria berambut putih ini menjahit mulutnya
rapat—rapat.
“No Comment, no comment,” katanya.
Sattar hanya berkenan menjawab soal
kinerja Semen Tonasa, bukan soal isu primordial itu.
“Saya no comment yah soal itu. Saya
tidak akan memberikan komentar apa pun.”
Isu primordial atau kedaerahan ini
sebetulnya satu dari sejumlah riak—riak di tubuh BUMN. Sebelumnya juga terjadi
penolakan masyarakat lokal soal pergantian Dirut PT Timah Tbk, BUMN tambang di
Provinsi Bangka Belitung.
Apakah ada bagi hasil usaha yang tidak
sesuai, ada kepentingan lain dalam aksi ini, ataukah ini murni aspirasi
masyarakat di Pangkep yang mengalami kekecewaan karena tanah dan gunung mereka
digunduli untuk menjadi semen, sementara keuntungan perusahaan atau dividen
disetor ke Semen Gresik?
Saya mencoba menemui Bupati Pangkep
Syamsuddin di kediamannya untuk bertanya soal ini. Perjalanan dari Makassar ke
Pangkep bisa mencapai lebih kurang 2,5 jam melalui jalur Daya—Maros, jalur yang
sama untuk menuju Bandara Internasional Hasanuddin.
Perjalanan ini cukup berpeluh. Dari
kejauhan mata memandang memang nampak tebing—tebing kekuningan yang mengandung
batu kapur, gamping dan tanah liat sebagai bahan utama semen. Jalur ini juga
melewati pabrik Semen Bosowa, arah air terjun Bantimurung, Kabupaten Maros.
“Kami tidak terima hasil RUPS, kami mau
ada keterwakilan anak lokal, Orang—orang yang direkrut itu tidak kalah
kemampuannya dengan orang sini. Di sini [Pangkep] ada 17 profesor, masa iyah
tidak bisa?” tegasnya ditemui di Warung Hayati, sebuah warung kopi terkenal di
Pangkep, Minggu (1/7).
Pihaknya mengancam akan memboikot
kembali jika tak ada kata sepakat atas tuntutan itu. Syamsuddin membandingkan
keadaan di Semen Padang yang mampu mengakomodir perwakilan tiga orang dari
wilayah pabrik tersebut.
Soal isu bisnis yang dihembuskan,
Syamsuddin mengakui menjalin bisnis distribusi untuk Semen Tonasa, tetapi sejak
menjadi bupati, semua aktivitas bisnis tersebut sudah ditinggalkan.
“Bukan saya jadi bupati terus saya
bisnis itu [distributor], saya bisnis itu sudah 20 tahun,” katanya.
“Itu profesional, bisa tanya kapan saya
pernah meminta kemudahan? Pribadi jangan dong. Begini, setelah saya jadi
bupati, semua sudah saya lepas, saya kasih ke anak—anak saya.”
Syamsuddin tak gentar dengan posisinya
bahkan bertekad terus mengawal aspirasi masyarakat. “Saya bukan provokator,
saya mengantar aspirasi masyarakat yang saya pimpin. Saya siap tanggung risiko
karena saya sebagai pemimpin daerah tentu ada kewajiban dong.”
Keberanian Syamsuddin itu patut dihargai
meski unjuk rasa adalah cara terakhir ketika negosiasi dan komunikasi tidak
berjalan dengan baik atau gagal.
Perjuangan Pangkep mendapatkan jatah
komisaris bagi putra daerah sebetulnya wajar meski konteknya terlalu kecil
karena ada yang lebih besar seperti berupaya agar Pangkep atau Pemprov Sulsel
bisa menjadi bagian dari pemegang saham. Opsi ini mungkin dilakukan karena induk
usaha, Semen Gresik—yang digadang—gadang dirubah namanya menjadi PT Semen
Indonesia dalam program holding BUMN semen—sudah tercatat di BEI menjadi
perusahaan publik.
Andaikan Pemkab membeli saham Semen
Gresik, tarolah misalnya 5% saja (atau 296,58 juta saham dari total saham
beredar Semen Gresik 5,93 miliar saham) dengan harga saham per perdagangan
siang 3 Juli 2012 di BEI Rp12.000 per saham, Pangkep mesti merogoh kocek hingga
Rp3,55 triliun agar bisa punya 5% saham di induk usaha Semen Tonasa.
Tentu penjualan saham Semen Tonasa bukan
hal yang mudah. Melihat kontribusi Semen Tonasa terhadap Semen Gresik cukup
besar rasanya sulit saham Semen Tonasa akan dilepas apalagi labanya saat ini
hampir mendekati Rp600 miliar dari 2004 sekitar Rp60 miliar.
Dari laporan keuangan Semen Gresik per
31 Maret 2012, aset Semen Tonasa bahkan mencapai Rp6,05 triliun bandingkan
dengan aset Semen Padang Rp3,98 triliun. Artinya kontribusi aset Semen Tonasa
mencapai 28% dari aset Semen Gresik yang menembus Rp21,42 triliun.
“Tidak akan dilepas saham Semen Tonasa.
Karena selama ini kami berbisnis itu sinergi, bukan urus satu satu. Semua kami
urus bersama. Ketiga perusahaan semen ini. Misalnya pada 2009—2010 terjadi
perlambatan produksi Tonasa, kami bantu untuk pasokan batu bara,” tegas Dwi.
Soal saham ini Syamsuddin belum begitu
tertarik membicarakannya. Dia hanya tetap fokus pada tuntutan awal, soal jatah
komisaris. Setelah itu, dia meneruskan aktivitas merokoknya sore itu didampingi
oleh ajudannya, Arisal Hasan dan sejumlah Provost berpakain sipil.
Di warung kopi itu Syamsuddin memang tak
bekerja secara formal karena itu hari Minggu, tetapi kesibukan sebagai bupati
tetap memaksanya bekerja membahas desain sebuah bangunan yang bakal dibangun di
Pangkep.
Di tengah panasnya Pangkep siang itu,
dia hanya memakai t-shirt putih, celana pendek dan kembali memakai topi abu,
tetapi bukan topi merah yang digunakan saat orasi. (Mts/Yes)
Tulisan
ini terbit di Harian Bisnis Indonesia, Rabu, 4 Juli 2012