Kamis, 23 Agustus 2012

Memburu Investor di Ujung Pandang

Oleh M Tahir Saleh

SEPOTONG iklan di koran awal pekan ini menuntun Rudy menuntaskan kegalauannya mengenai apa itu reksa dana, produk investasi yang belum akrab di telinga sebagian masyarakat Sulawesi Selatan.

Maklum investasi yang berhubungan dengan istilah pasar modal ternyata belum banyak dipilih. Jangankan dipilih, membuat masyarakat tertarik dan berminat saja butuh sosialisasi intens apalagi soal reksa dana, saham, pasar modal, dan lainnya masih dinilai ‘mainan orang kaya’.

Karyawan DIVA Family Karaoke ini pun lantas mendatangi Hotel Aryaduta Makassar, tempat digelarnya Pameran dan Sosialisasi Reksa Dana yang diadakan pada 14 Juni 2012 sesuai dengan apa yang tertera dalam iklan itu.

Setidaknya pria 34 tahun itu menghampiri 12 stand manajer investasi (MI) yang menjadi sponsor acara hasil kerja sama Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) dan Kementerian Keuangan itu.
Mulai dari stand PT CIMB Principal Asset Management, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, PT Batavia Properindo Aset Manajemen, PT Panin Asset Management, hingga PT Trimegah Asset Management.

“Saya tadi sudah tanya—tanya ji, kebetulan saya punya rekening bank, jadi mungkin nanti lebih mudah saya beli,” kata Rudy ditemui pada Kamis malam (14/6). Pria yang baru bekerja 3 bulan di tempat karaoke dengan brand ambassador artis Rossa itu mengajak koleganya untuk datang.

Ketika ditanya apa itu reksa dana, Rudy mulai paham reksa dana adalah salah satu produk investasi. Bentuk pengelolaan dana dari sekumpulan investor untuk berinvestasi pada instrumen—instrumen investasi dengan cara membeli unit penyertaan.

Dana itu akan dikelola oleh MI dalam portofolio investasi, baik saham, obligasi (surat utang), pasar uang maupun efek atau sekuriti lain. “Di tempat saya tak ada dana pensiun, jadi saya mulai pikir untuk ke depan, toh bisa Rp100.000 per bulan untuk investasi kan,” katanya.

Baginya investasi tak hanya emas dan properti meski dia mengakui belum banyak masyarakat Sulsel mahfum soal investasi terutama berbau pasar modal atau saham. Justru paradigma keliru cukup banyak terjadi.

Jennifer Winarso, Retail Team Leader Trimegah Asset Management Cabang Makassar, mengakui hal itu. Dia mengatakan tipikal investasi masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) sebetunya konservatif.

Artinya produk investasi pilihan itu belum sampai ke ranah pasar modal tapi emas atau properti. Sebagian masyarakat juga cenderung memillih investasi dengan embel—embel return atau imbal hasil tinggi, tetapi mau risiko rendah. Suatu mekanisme yang tak sesuai.

Contohnya, beberapa kejadian penipuan di Makassar soal investasi dengan iming—iming imbal hasil selangit nyatanya berbau sangit, baik berkedok koperasi maupun berkedok investasi valuta asing (forex). Beberapa juga menanggap unit link (asuransi jiwa plus investasi) dan reksa dana itu sama, padahal keduanya berbeda.

“Kasian juga dengar cerita beberapa investor kami, ada yang tertipu, duitnya dipakai untuk trading forex, dan lain—lain, kan memang konservatif banget yah di sini,” katanya.

Paradigma salah
Kabag Pengawasan dan Pengelolaan Investasi di Biro Pengelolaan Investasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Agus Mayo menyadari butuh waktu agar investor reksa dana di Makassar atau Sulsel bertambah.

Saat ini investor reksa dana total nasional mencapai 150.000 orang dengan dana kelolaan Rp170 triliuun. Sebagian besar masih di Jakarta dan Jawa Barat, juga Jawa Timur. Sulsel, masih urutan kesekian.

“Emas masih jadi investasi besar yah, emas itu kan di sini selain investasi juga status sosial,” kata Agus yang juga orang asli Makassar atau Ujung Pandang ini.

Bagi Direktur PT CIMB Principal Asset Management Reita Farianti, peningkatan investor di Sulsel sebetulnya bisa dilakukan bersama. Rendahnya jumlah investor, katanya. karena berangkat dari paradigm salah dan ketidakpahaman.

Paradigma salah soal reksa dana itu di antaranya butuh biaya besar, padahal tidak. Toh ada reksa dana dengan besaran setoran Rp100.000. Reksa dana itu sulit? Tidak, karena sudah ada MI sebagai pengelola dan ada agen penjual (perbankan). Bagaimana dengan risiko? Apa duit bisa hangus?

“Ini paradigma yang salah, duit nasabah tidak disimpan dalam satu rekening menyatu tapi ada bank kustodian, terpisah, ada perencanaan investasi, ada alokasi, dan yang bekerja sebagai MI punya sertifikasi dari regulator,” katanya.

Dia membandingkan dana yang disimpan di bank dengam dana tersimpan di reksa dana sangat berbeda imbal hasil. Dana tabungan akan tergerus inflasi. “Sekali lagi, tentu tidak mudah. Saat ini baru sosialisasi belum tahap penjualan, dan ini mesti dilakukan bersama—sama MI,” ujar Wakil Ketua APRDI Denny Rizal Thaher menambahkan.

Tentu namanya investasi tak bisa dilepaskan dari risiko, artinya jika ingin mendapatkan return tinggi, tentu harus menerima risiko tinggi, sebaliknya mau risiko rendah tentu imbal hasil juga rendah. Tinggal nanti disesuaikan jenis reksa dana yang diinginkan; reksa dana saham, campuran, pendapatan tetap, atau pasar uang.

Tidak ada investasi yang instan, keuntungan memerlukan perencanaan dan itu menjadi tugas MI agar investor—investor pemula seperti Rudy tak pulang dengan pikiran galau.

Terbit di Harian Bisnis Indonesia, 19 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu