Kamis, 22 November 2012

SIDANG KAPAL BAHUGA; Juru Mudi Melamun, Nakhoda Menangis

Sidang kedua Mahkamah Pelayaran soal tabrakan
KM Bahuga Jaya dan Norgas Cathinka, 22/11/12
by Merdeka.com
M. Tahir Saleh


SUARA Sahat Marulitua Manurung mendadak berat. Perlahan suara nakhoda Kapal Motor Bahuga Jaya ini makin pelan lalu akhirnya menghilang. Matanya mulai berkaca-kaca sampai bulir air matanya pun jatuh.

Seorang wanita menghampirinya sambil membawa kertas tisu.

Kenangan saat kapal penumpang jurusan Merak--Bakauheni yang tenggelam pada 26 September silam dan menewaskan tujuh penumpang itu membuatnya tak sanggup menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Mahkamah Pelayaran Kapten Utoyo Hadi. Bahuga tenggelam usai terjadi tabrakan dengan kapal tanker asal Norwegia, Norgas Cathinka di perairan Selat Sunda. 

“Apakah saudara Tersangkut ingin menyampaikan sesuatu sebelum sidang ini ditutup, agar menjadi pesan—pesan sehingga kejadian ini tidak terulang?” tanya Utoyo dalam sidang kedua di Mahkamah Pelayaran soal tabrakan KM Bahuga Jaya dan Norgas Cathinka, Kamis, (22/11).

“Ada,” jawabnya.

Tapi perlahan suaranya hilang, suasana menjadi hening dan dia pun menangis.

“Tenangkan diri dulu, wah sedih yah, kalau memang berat untuk menyampaikan, jangan disampaikan, nanti tertulis saja, atau tolong penasehat ahli dari Tersangkut bisa memberikan pesan,” kata Utoyo.

Penasehat ahli Hengky Lumenta yang mendampingi Sahat akhirnya maju menyampaikan pesan bahwa majelis hakim perlu mempertimbangkan aspek psikologis mengapa Sahat tidak membunyikan alarm saat tabrakan terjadi. Dia takut penumpang menjadi lebih panik dan nekat melompat ke laut.

“Dia [Sahat] yang paling mengerti kondisi psikologis penumpang, jadi mohon dipertimbangkan alasan ketika tak menyalakan alarm,” kata Hengky.

Ketidakpatuhan terhadap prosedur membunyikan alarm tanda bahaya itu terungkap saat Mahkamah Pelayaran menggelar sidang kedua pada Kamis (22/11) bertempat di Jalan Boulevard Gading Timur, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Sidang pertama sudah digelar pada 20 November yang menghadirkan pihak Norgas Cathinka, sedangkan sidang ketiga akan dilakukan pada 27 November mendatang dengan mendatangkan pihak di luar awak kapal.

Sesuai dengan jadwal, Mahkamah Pelayaran yang merupakan pengadilan profesi ini akan merilis keputusan pada 11 Desember 2012 dengan hukuman bersifat administratif.

Pada sidang Kamis itu, hadir awak Bahuga yakni Sahat Marulitua (nakhoda, ditetapkan sebagai tersangkut) Ujang Nanang Suryana (kepala kamar mesin, saksi,), Wahiman (masinis I, saksi), Imam Syafii (juru mudi, saksi), Anton Harahap (juru mudi, saksi), dan Dedi Irawan (juru minyak, saksi).

Sebanyak empat awak dari Norgas yakni Lat Ernesto Jr Silvina (master, Tersangkut), Su Jibing (perwira jaga, Tersangkut), He Xiao Feng (first engineer, Saksi), dan Sioson Christian Bryan (ordinary seamen, Saksi) sudah hadir pada sidang sebelumnya.

Dalam sidang yang berlangsung sekitar 6 jam itu Sahat mengatakan dirinya memenuhi prosedur pelayaran tindakan kecelakaan atau collision regulation saat peristiwa naas itu terjadi.

“Saya tidak menggunakan alarm karena takut penumpang nambah panik, saya ambil tiup suling tujuh kali pendek, satu kali panjang artinya siap meninggalkan kapal segera,” katanya.

Saat kejadian, dirinya berada di kamar mandi. Dia merasakan benturan keras, lalu langsung berlari ke anjungan kapal mengambilalih komando karena saat itu telah terjadi peralihan komando ke mualim I.

Menurut dia Bahuga layak jalan karena 3 bulan sebelumnya masuk dok untuk perbaikan. Seluruh kelengkapan kapal sesuai dengan standar. Jumlah lifjacket, jaket pelampung, tersedia hingga 1.110, lebih dari cukup.

Selain itu terdapat delapan sekoci dengan kapasitas 52 orang per sekoci meski cuma hanya satu yang bisa diturunkan di sebelah kiri kapal karena Bahuga berbenturan dengan Norgas di sebelah kanan. Kapal tenggelam, katanya, karena ditabrak Norgas Cathinka.

Tekanan psikologis dan memori kejadian naas bak kapal Titanic itu juga dirasakan oleh Imam Syafii. Saat ditanya oleh Hakim Anggota Chief Engineer Rusman Hoesein dan Supardi, pandangan matanya kosong. Dia melamun dan sempat tidak fokus, Utoyo akhirnya memotong pertanyaan.

“Tunggu—tunggu, kok saudara melamun?”

“Bingung? Inget kejadian? Kok matanya ke mana--mana kaya orang stress?

Utoyo memintanya berdiri.

“Tarif nafas tiga kali, tarik lagi,” kata Utoyo. Imam hanya mengikuti tanpa suara dan anggukan kepala.

Dalam kesaksiannya Imam bercerita sebelum tabrakan terjadi dia naik ke anjungan kapal sekitar pukul 03.45 sebagai juru mudi pengganti Anton Harahap yang bertugas sebelumnya, gantian.

Tugas Imam mengemudikan kapal atas perintah nakhoda. Sesaat sebelum tabrakan terjadi sekitar 04.45, mualim I tiba—tiba kaget adanya kapal mendekat lalu langsung berteriak “Kiri 20, kiri Cikar [belok mendadak], tapi langkah antisipasi itu nyatanya terlambat karena tabrakan akhirnya terjadi.

Dari kamar mandi, Sahat yang naik ke anjungan akhirnya mengambilalih komando dari mualim I lalu berteriak di radio sambil memberi perintah teramsuk ke Imam. Sang juru mudi yang sudah 5 tahun bekerja di Bahuga itu akhirnya turun ke bawah member perintah penggunakan lifejacket setelah dirinya memakai lebih dahulu.

Pascatubrukan di haluan kanan Bahuga itu, kapal miring ke kiri, sempat kembali lagi stabil lalu akhirnya kembali miring 20 derajat—25 derajat. Tubrukan Bahuga dan Norgas di pagi buta itu akhirnya membuat kapal milik PT Atosim Lampung Pelayaran itu pun tenggelam.

Itulah terakhir kalinya baik Imam dan Sahat melihat mualim I yang ikut tewas tenggelam. (tahir.saleh@bisnis.co.id)

Terbit di Harian Bisnis Indonesia, edisi Sabtu, 24 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu