M. Tahir Saleh
POSTER bertuliskan Dicari Orang Hilang diangkat
tinggi-tinggi oleh seorang pengunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta
Pusat. Panasnya mentari pada Senin (14/1) tidak menyurutkan lengkingan
teriakannya.
Di poster itu terpampang jelas gambar tiga orang
yang dinilai paling bertanggung jawab atas pengggusuran lapak dagangan mereka
di sejumlah stasiun.
Ketiga orang itu adalah Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan Dirut PT Kereta Api Indonesia
Ignasius Jonan.
Kepada ketiganyalah mereka menyandarkan
kesalahan. Minimnya sosialisasi penertiban pedagang kaki lima (PKL) di areal
stasiun kereta api wilayah Jabodetabek membuat mereka terusir dari tempat
mereka mencari nafkah selama puluhan tahun.
“Tiga orang itu bertanggung jawab atas
penggusuran tempat usaha kami,” teriak salah satu orator di atas mobil aksi di
depan Istana Merdeka, Senin (14/1).
Aksi unjuk rasa kali ini digelar oleh ratusan
pedagang kaki lima memprotes pembongkaran lapak dagangannya oleh operator
tunggal kereta api di Indonesia itu. Beberapa pendemo bahkan mengecat wajah
mereka dengan cat hitam dan putih.
Namun, keriuhan aksi massa itu bergerak tak
sesuai agenda karena terpaksa bergeser menuju Stasiun Pondok Cina, Depok, karena
pada saat bersamaan terjadi unjuk rasa di stasiun itu dipicu pembongkaran paksa
puluhan kios PKL.
Sri Wahyuni, pedagang Stasiun Universitas
Indonesia, mengatakan rombongan Persatuan Pegiat Usaha Stasiun Se-Ja bodetabek
itu terpaksa beralih ke Stasiun Pondok Cina (Pocin) lantaran kios mereka
dibongkar paksa saat PKL di sana ikut unjuk rasa di Istana Merdeka.
“Saat kami sedang unjuk rasa di istana dapat
kabar Stasiun Pocin sudah digusur kios-kiosnya, karena itu kami langsung ke sini.
Mereka, tiga pejabat itulah yang bertanggung jawab!”
Di Stasiun Pondok Cina, ratusan pedagang dan
mahasiswa juga bentrok dengan petugas keamanan stasiun. Sedikitnya 20 kios di
stasiun itu dibongkar.
Pengunjuk rasa yang kesal kemudian menghadang
laju kereta api dengan berdiri di atas rel. Pendudukan rel kereta itu membuat
jadwal kereta pun terganggu.
Pantauan di Stasiun Manggarai, petugas pengeras
suara di stasiun menyatakan kereta dari Bogor yang melewati Pondok Cina masih
tertahan karena stasiun itu masih dikerumuni massa.
Aksi pendudukan jalur KA di Stasiun Pondok Cina
baru yang dilakukan sejak pukul 12.00 WIB baru berakhir pukul 17.20 WIB. Ribuan
penumpang KRL sempat terlantar di sejumlah stasiun selama beberapa jam.
Perjalanan KRL relasi JakartaBogor belum berjalan
normal hingga malam sebagai dampak ikutan keterlambatan perjalanan.
KLAIM
SOSIALISASI
Kepala Humas PT KAI Sugeng Priyono mengatakan
pihaknya sudah berkali—kali melakukan sosialisasi penertiban aset perseroan
sehingga masalah dengan PKL sebetulnya sudah terjadi berulang kali.
Sebetulnya, katanya, perseroan tidak ada
kewajiban sebagai pemilik aset tempat kios itu dikontrakan untuk memindahkan
pedagang atau relokasi karena bukan menjadi tanggung jawab pemilik lahan.
Penertiban area KA yang kini sudah sekitar 50%
itu dilakukan di seluruh jaringan kereta Jabodetabek setelah sebelumnya jaringan
kereta jarak jauh itu guna menerapkan sistem tiket elektronik atau electronic
ticketing (e-ticketing).
“Kendalanya tidak ada kesepakatan, yang ditata
itu aset PT KAI, ada kontrak dengan pengguna kios, bisa jadi pengguna kios itu
mengontrakan lagi kios itu kepada pedagang. Kontrak, ada batasan waktu,”
ujarnya.
Sugeng yang dipromosikan menjadi Deputi PT KAI Daerah
Operasi I Jakarta Bidang Pelayanan per 9 Januari mengatakan pihaknya
menargetkan Maret mendatang penerapan e-ticketing mulai berlaku.
“Semua aset kami ditata, kalau enggak ditata
bagaimana kapasitas naik, area parkir juga diperluas, cuma di Jakarta yang
selalu bermasalah,” katanya.
Handika Febrian, pengacara publik dari Lembaga
Bantuan Hukum yang menjadi pendamping Persatuan Pegiat Usaha Stasiun
Se-Jabodetabek, menyatakan PT KAI memang gencar menggusur paksa kios pedagang
di berbagai stasiun.
Penolakan dilakukan oleh pedagang karena tidak
ada sosialiasi yang memadai, tidak pernah ada dialog dan tawaran solusi apapun
kepada pedagang yang sudah puluhan tahun menjadi mitra PT KAI berdagang di
stasiun.
“Bahkan teguran Komnas HAM dan Kementrian BUMN
pun tidak digubris. Mereka terus menggempur paksa kios-kios pedagang dengan
dalih melaksanakan Perpres No. 83/2001,”
tegasnya dalam surat undangan aksi massa.
Dia menyayangkan PT KAI yang mengerahkan aparat
TNI dan polisi untuk menggusur paksa kios mulai dari Stasiun Cilebut, Bojong
Gede, Stasiun Citayam, Stasiun Bogor, Stasiun Depok Baru, Stasiun Lenteng
Agung, dan Pondok Cina.
Menurutnya, dampak penggusuran paksa itu membuat
ratusan pedagang korban penggusuran itu menjadi pengangguran baru Indonesia,
menjadi korban pemiskinan struktural
oleh PT KAI.
Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat
Transportasi Indonesia Djoko Setidjowarno menyarankan agar pemerintah daerah
setempat jangan lepas tanggung jawab terhadap PKL yang selama ini berdagang di
stasiun
Dia menilai masalah PKL tak hanya dibebankan
pada PT KAI, melainkan juga pemda sehingga bisa saling bekerja sama agar
pedagang bisa menggunakan lahan lain untuk berdagang.
“PKL menjadi urusan pemda setempat karena
kondisi stasiun yang steril itu akan sangat membantu penerapan tiket
elektronik. Jadi sebetulnya pemda setempat jangan lepas tangan, mengembalikan
semuanya ke PT KAI,” katanya. (Berliana Elisabeth S/Hendra Wibawa)
Tulisan ini terbit di Harian Bisnis Indonesia,
edisi Selasa, 15 Januari 2013 dengan judul asli ‘Kala Pedagang Menduduki Jalur
Kereta’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar