Senin, 14 Januari 2013

Karena e-Ticketing, Mereka Diusir

Sejumlah pedagang menyelamatkan barang yang masih berharga saat petugas dari PT KAI dibantu Polisi dan Satpol PP menertiban ratusan kios pedagang kaki lima (PKL) di sekitar Stasiun Depok Baru, Depok, Jawa Barat, Kamis (13/12), Photo by ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
M. Tahir Saleh

POSTER bertuliskan Dicari Orang Hilang diangkat tinggi-tinggi oleh seorang pengunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Panasnya mentari pada Senin (14/1) tidak menyurutkan lengkingan teriakannya.

Di poster itu terpampang jelas gambar tiga orang yang dinilai paling bertanggung jawab atas pengggusuran lapak dagangan mereka di sejumlah stasiun.

Ketiga orang itu adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan Dirut PT Kereta Api Indonesia Ignasius Jonan.

Kepada ketiganyalah mereka menyandarkan kesalahan. Minimnya sosialisasi penertiban pedagang kaki lima (PKL) di areal stasiun kereta api wilayah Jabodetabek membuat mereka terusir dari tempat mereka mencari nafkah selama puluhan tahun.

“Tiga orang itu bertanggung jawab atas penggusuran tempat usaha kami,” teriak salah satu orator di atas mobil aksi di depan Istana Merdeka, Senin (14/1).

Aksi unjuk rasa kali ini digelar oleh ratusan pedagang kaki lima memprotes pembongkaran lapak dagangannya oleh operator tunggal kereta api di Indonesia itu. Beberapa pendemo bahkan mengecat wajah mereka dengan cat hitam dan putih.

Namun, keriuhan aksi massa itu bergerak tak sesuai agenda karena terpaksa bergeser menuju Stasiun Pondok Cina, Depok, karena pada saat bersamaan terjadi unjuk rasa di stasiun itu dipicu pembongkaran paksa puluhan kios PKL.

Sri Wahyuni, pedagang Stasiun Universitas Indonesia, mengatakan rombongan Persatuan Pegiat Usaha Stasiun Se-Ja bodetabek itu terpaksa beralih ke Stasiun Pondok Cina (Pocin) lantaran kios mereka dibongkar paksa saat PKL di sana ikut unjuk rasa di Istana Merdeka.

“Saat kami sedang unjuk rasa di istana dapat kabar Stasiun Pocin sudah digusur kios-kiosnya, karena itu kami langsung ke sini. Mereka, tiga pejabat itulah yang bertanggung jawab!”

Di Stasiun Pondok Cina, ratusan pedagang dan mahasiswa juga bentrok dengan petugas keamanan stasiun. Sedikitnya 20 kios di stasiun itu dibongkar.

Pengunjuk rasa yang kesal kemudian menghadang laju kereta api dengan berdiri di atas rel. Pendudukan rel kereta itu membuat jadwal kereta pun terganggu.

Pantauan di Stasiun Manggarai, petugas pengeras suara di stasiun menyatakan kereta dari Bogor yang melewati Pondok Cina masih tertahan karena stasiun itu masih dikerumuni massa.
Aksi pendudukan jalur KA di Stasiun Pondok Cina baru yang dilakukan sejak pukul 12.00 WIB baru berakhir pukul 17.20 WIB. Ribuan penumpang KRL sempat terlantar di sejumlah stasiun selama beberapa jam.

Perjalanan KRL relasi JakartaBogor belum berjalan normal hingga malam sebagai dampak ikutan keterlambatan perjalanan.

KLAIM SOSIALISASI
Kepala Humas PT KAI Sugeng Priyono mengatakan pihaknya sudah berkali—kali melakukan sosialisasi penertiban aset perseroan sehingga masalah dengan PKL sebetulnya sudah terjadi berulang kali.

Sebetulnya, katanya, perseroan tidak ada kewajiban sebagai pemilik aset tempat kios itu dikontrakan untuk memindahkan pedagang atau relokasi karena bukan menjadi tanggung jawab pemilik lahan.

Penertiban area KA yang kini sudah sekitar 50% itu dilakukan di seluruh jaringan kereta Jabodetabek setelah sebelumnya jaringan kereta jarak jauh itu guna menerapkan sistem tiket elektronik atau electronic ticketing (e-ticketing).

“Kendalanya tidak ada kesepakatan, yang ditata itu aset PT KAI, ada kontrak dengan pengguna kios, bisa jadi pengguna kios itu mengontrakan lagi kios itu kepada pedagang. Kontrak, ada batasan waktu,” ujarnya.

Sugeng yang dipromosikan menjadi Deputi PT KAI Daerah Operasi I Jakarta Bidang Pelayanan per 9 Januari mengatakan pihaknya menargetkan Maret mendatang penerapan e-ticketing mulai berlaku.

“Semua aset kami ditata, kalau enggak ditata bagaimana kapasitas naik, area parkir juga diperluas, cuma di Jakarta yang selalu bermasalah,” katanya.

Handika Febrian, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum yang menjadi pendamping Persatuan Pegiat Usaha Stasiun Se-Jabodetabek, menyatakan PT KAI memang gencar menggusur paksa kios pedagang di berbagai stasiun.

Penolakan dilakukan oleh pedagang karena tidak ada sosialiasi yang memadai, tidak pernah ada dialog dan tawaran solusi apapun kepada pedagang yang sudah puluhan tahun menjadi mitra PT KAI berdagang di stasiun.

“Bahkan teguran Komnas HAM dan Kementrian BUMN pun tidak digubris. Mereka terus menggempur paksa kios-kios pedagang dengan dalih melaksanakan Perpres No. 83/2001,”  tegasnya dalam surat undangan aksi massa.

Dia menyayangkan PT KAI yang mengerahkan aparat TNI dan polisi untuk menggusur paksa kios mulai dari Stasiun Cilebut, Bojong Gede, Stasiun Citayam, Stasiun Bogor, Stasiun Depok Baru, Stasiun Lenteng Agung, dan Pondok Cina.
Menurutnya, dampak penggusuran paksa itu membuat ratusan pedagang korban penggusuran itu menjadi pengangguran baru Indonesia, menjadi  korban pemiskinan struktural oleh PT KAI.

Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setidjowarno menyarankan agar pemerintah daerah setempat jangan lepas tanggung jawab terhadap PKL yang selama ini berdagang di stasiun

Dia menilai masalah PKL tak hanya dibebankan pada PT KAI, melainkan juga pemda sehingga bisa saling bekerja sama agar pedagang bisa menggunakan lahan lain untuk berdagang.

“PKL menjadi urusan pemda setempat karena kondisi stasiun yang steril itu akan sangat membantu penerapan tiket elektronik. Jadi sebetulnya pemda setempat jangan lepas tangan, mengembalikan semuanya ke PT KAI,” katanya. (Berliana Elisabeth S/Hendra Wibawa)


Tulisan ini terbit di Harian Bisnis Indonesia, edisi Selasa, 15 Januari 2013 dengan judul asli ‘Kala Pedagang Menduduki Jalur Kereta’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu