Minggu, 09 Juni 2013

Lunturnya Forum Dialog di Priok

Seorang peserta aksi mogok melarang
sebuah truk kontainer memasuki Pelabuhan Tanjung Priok
Jakarta Utara, Senin (3/6/13). ANTARAFOTO/Dhoni Setiawan
Oleh M. Tahir Saleh

MATAHARI rembang saat puluhan orang berkaos hitam dengan tulisan “Stop Operasi, 03 Juni 2013” menyemut di depan Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dekat kantor pusat PT Jakarta International Container Terminal.

Suasana lalu lintas di pintu masuk Pos 9 itu tampak lengang di tengah kerumunan massa pada Senin siang 3 Juni itu.

Hanya ada satu-dua truk yang melintas. Sama halnya terjadi di sepanjang proyek pembangunan elevated road dan arteri road JORR menuju Cawang Cilincing. Sepi dari biasanya.

Para anggota dari Organda Angkutan Khusus Pelabuhan dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) ini benar-benar merealisasikan ancaman setop operasi yang didengungkan sejak bulan lalu.

Mereka bukan gertak sambal tapi menepati komitmen mereka untuk tak mengoperasikan jasa transportasi dari dan ke pelabuhan. Aksi ini wujud protes kepada Menteri BUMN yang memberikan hak istimewa kepada Pelindo I, II, III, dan IV dalam mengelola pelabuhan, termasuk langkah mendirikan setidaknya 21 anak usaha yang juga bergerak pada jasa pendukung kepelabuhanan.

“Ini ditantangin Lino [Dirut Pelindo II RJ Lino] yah kami jabanin,” celetuk Ketua Umum ALFI Iskandar Zulkarnaen ketika menemui puluhan wartawan yang ‘mangkal’ sejak pagi hari.

Bentuk protes itu tidak hanya di Priok, tapi menyebar ke 32 perwakilan ALFI di seluruh Tanah Air. Begitu pun Angsuspel mengultimatum seluruh perwakilan mulai dari Priok (Jakarta), Semarang, Teluk Bayur, Palembang, Medan, Dumai, Banjarmasin hingga Sorong.

Data Angsuspel mencatat sekitar 50.000 truk kontainer ‘dikandangkan’ pada Senin itu sampai pukul 06.00 sore dan Jakarta menyumbang sekitar 18.000 truk. Adapun ALFI mencatat 200 anggota memiliki truk peti kemas dengan jumlah total sekitar 2.000 truk yang vakum.

Bukan hanya Angsuspel dan ALFI, asosiasi lain yang juga ikut ‘menggempur’ langkah Pelindo itu yakni asosiasi pelayaran atau INSA (Indonesia National Shipowners Association). Diperkirakan kerugian sehari itu mencapai sekitar Rp2,1 triliun, entah dari mana kalkulasinya.

“Hari ini [Senin] sampai jam 06.00 sore, kalau tidak juga didengar kami akan setop operasi lagi pada awal pekan depan,” ancam Gemilang Tarigan, Ketua Organda Angsuspel, saat konferensi pers.

Ketua Organda DKI Sudirman menambahkan aksi setop operasi itu sebetulnya baru tahapan upaya mempertahankan hidup. Bahkan dia sendiri mempertanyakan posisi Organda dan Angsuspel bagi pemerintah.

“Apakah kami ini dianggap aset atau sampah? katanya.

Pernyataan itu juga menyinggung terbukanya persaingan global dengan perusahaan asing tapi pengusaha lokal justru dihadapkan pada persaingan dengan BUMN di negeri sendiri yang disokong permodalan dan infrasteruktur kuat.

Padahal tujuan pendirian BUMN dalam Pasal 2D UU No.19/2003 tentang BUMN disebutkan pendirian BUMN itu menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dilaksanakan sektor swasta dan koperasi.

Selain itu pendirian BUMN juga agar turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Iskandar sebetulnya sudah mengirimkan surat kepada pemerintah tapi hingga saat ini tak berbalas, forum dialog sudah luntur.

“Ini bagai petinju kelas berat lawan petinju bantam, head to head, kami kalah. Kami mendesak agar pemerintah mendengar ini. BUMN dan swasta itu bagai gerbong dan lokomotif harus saling mendukung,” kata Iskandar.

Bagaimana pun itu, dampak setop operasi itu cukup signifikan terhadap penumpukan barang. Ambil contoh apa yang terjadi pada terminal peti kemas yang dikelola oleh JICT, anak usaha Pelindo II dan Hutchison Port Holdings.

Dirut JICT Albert Pang mengatakan bongkar muat tetap berlangsung, seluruh karyawan juga tetap bekerja seperti biasa.

Hanya saja, kondisi lapangan penumpukan (yard) dalam keadaan padat dengan tingkat penggunaan lapangan penumpukan (yard occupancy ratio/YOR) mencapai 100%. Biasanya tingkat 100% itu terjadi manakala musim Lebaran.

“Setop operasi truk membuat kegiatan receiving (eksport), delivery (import), dan overbrengen terhambat. Kami akan mengambil langkah yang diperlukan untuk tetap menjaga kelancaran pelayanan dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait hal ini,” katanya.

Setidaknya, JICT mencatat sekitar 16.000 truk peti kemas tidak beroperasi pada hari itu. Tercatat YOR JICT pada 3 Juni pukul 08.00 WIB rata-rata mencapai 88% dan pukul 14.30 WIB mencapai 100%.

Di luar mediasi yang dilakukan pihak-pihak terkait, Pang berharap persoalan itu dapat diselesaikan dengan cepat, secara tepat dan proporsional sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menawarkan solusi bahwa ada baiknya anak usaha yang didirikan oleh Pelindo itu beberapa sahamnya juga ditawarkan kepada mitra usaha, terutama mitra usaha yang berskala ekonomi kecil.

“Yang skala keekonomiannya kurang baik legowo untuk ditutup, namun mereka dikompensasi dengan saham anak usaha dari Pelindo. Karena tidak semua mitra usaha Pelindo skala keekonomiannya bagus,” katanya.

Arman Yahya, Ketua ALFI Soekarno Hatta, menambahkan persoalan yang dihadapi oleh Angsuspel juga dirasakan pengusaha di bandara setelah dua BUMN yakni PT Angkasa Pura I dan II (AP) juga mendirikan anak usaha logistik dan pergudangan.

“Kami bukan cari populer, ini momennya pas, media lebih di dengar. Ini salah. BUMN mestinya masuk ke bidang usaha lebih besar bukan kelas kecil seperti swasta sudah masuk, cobalah itu bisnis dok, kalau AP bikin perawatan pesawat,” tegasnya.

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II atau Indonesia Port Corporation (IPC) Richard Joost Lino memastikan aksi mogok angkutan di Priok tidak menyebabkan lumpuhnya kegiatan jasa kepelabuhanan karena hanya 1 hari.

“Kalau 5 hari baru terganggu karena akan ada penumpukan barang.”

Lino memaparkan pihaknya melayani jasa sandar dan bongkar muat 20 kapal dan pihaknya juga meminta para importir untuk segera mengeluarkan barang jika proses administrasi telah selesai sehingga tidak menyebabkan adanya penumpukan barang.

Pihaknya juga telah menyurati Ketua Organda Angsuspel Tanjung Priok dan Ketua DPP Organda terkait dengan pendirian anak usaha PT Marine Service Indonesia pada akhir Mei 2013, yang menggarap jasa pemanduan kapal, bukan pelayanan angkutan pelabuhan.

Dia juga menantang pengusaha angkutan melaporkan masalah dugaan monopoli kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). (Hendrykus F. N. Wedo).

Terbit di Harian Bisnis Indonesia edisi Selasa, 4 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu