![]() |
Seorang peserta aksi mogok melarang sebuah truk kontainer memasuki Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara, Senin (3/6/13). ANTARAFOTO/Dhoni Setiawan |
Oleh M. Tahir Saleh
MATAHARI
rembang saat puluhan orang berkaos hitam dengan tulisan “Stop Operasi, 03 Juni 2013”
menyemut di depan Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dekat kantor pusat PT
Jakarta International Container Terminal.
Suasana
lalu lintas di pintu masuk Pos 9 itu tampak lengang di tengah kerumunan massa
pada Senin siang 3 Juni itu.
Hanya ada satu-dua truk yang melintas. Sama halnya
terjadi di sepanjang proyek pembangunan elevated road dan arteri road JORR
menuju Cawang Cilincing. Sepi dari biasanya.
Para
anggota dari Organda Angkutan Khusus Pelabuhan dan Asosiasi Logistik dan
Forwarder Indonesia (ALFI) ini benar-benar merealisasikan ancaman setop operasi
yang didengungkan sejak bulan lalu.
Mereka
bukan gertak sambal tapi menepati komitmen mereka untuk tak mengoperasikan jasa
transportasi dari dan ke pelabuhan. Aksi ini wujud protes kepada Menteri BUMN
yang memberikan hak istimewa kepada Pelindo I, II, III, dan IV dalam mengelola
pelabuhan, termasuk langkah mendirikan setidaknya 21 anak usaha yang juga bergerak
pada jasa pendukung kepelabuhanan.
“Ini
ditantangin Lino [Dirut Pelindo II RJ Lino] yah kami jabanin,” celetuk Ketua
Umum ALFI Iskandar Zulkarnaen ketika
menemui puluhan wartawan yang ‘mangkal’ sejak pagi hari.
Bentuk
protes itu tidak hanya di Priok, tapi menyebar ke 32 perwakilan ALFI di seluruh
Tanah Air. Begitu pun Angsuspel mengultimatum seluruh perwakilan mulai dari
Priok (Jakarta), Semarang, Teluk Bayur, Palembang, Medan, Dumai, Banjarmasin
hingga Sorong.
Data
Angsuspel mencatat sekitar 50.000 truk kontainer ‘dikandangkan’ pada Senin itu
sampai pukul 06.00 sore dan Jakarta menyumbang sekitar 18.000 truk. Adapun ALFI
mencatat 200 anggota memiliki truk peti kemas dengan jumlah total sekitar 2.000
truk yang vakum.
Bukan
hanya Angsuspel dan ALFI, asosiasi lain yang juga ikut ‘menggempur’ langkah Pelindo
itu yakni asosiasi pelayaran atau INSA (Indonesia National Shipowners
Association). Diperkirakan kerugian sehari itu mencapai sekitar Rp2,1 triliun,
entah dari mana kalkulasinya.
“Hari
ini [Senin] sampai jam 06.00 sore, kalau tidak juga didengar kami akan setop
operasi lagi pada awal pekan depan,” ancam Gemilang
Tarigan, Ketua Organda Angsuspel, saat konferensi pers.
Ketua
Organda DKI Sudirman menambahkan aksi setop operasi itu sebetulnya baru tahapan
upaya mempertahankan hidup. Bahkan dia sendiri mempertanyakan posisi Organda
dan Angsuspel bagi pemerintah.
“Apakah
kami ini dianggap aset atau sampah? katanya.
Pernyataan
itu juga menyinggung terbukanya persaingan global dengan perusahaan asing tapi
pengusaha lokal justru dihadapkan pada persaingan dengan BUMN di negeri sendiri
yang disokong permodalan dan infrasteruktur kuat.
Padahal
tujuan pendirian BUMN dalam Pasal 2D UU No.19/2003 tentang BUMN disebutkan
pendirian BUMN itu menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dilaksanakan
sektor swasta dan koperasi.
Selain itu pendirian BUMN juga agar turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Iskandar sebetulnya sudah mengirimkan surat kepada pemerintah tapi hingga saat ini tak berbalas, forum dialog sudah luntur.
“Ini
bagai petinju kelas berat lawan petinju bantam, head to head, kami kalah. Kami
mendesak agar pemerintah mendengar ini. BUMN dan swasta itu bagai gerbong dan
lokomotif harus saling mendukung,” kata Iskandar.
Bagaimana
pun itu, dampak setop operasi itu cukup signifikan terhadap penumpukan barang.
Ambil contoh apa yang terjadi pada terminal peti kemas yang dikelola oleh JICT,
anak usaha Pelindo II dan Hutchison Port Holdings.
Dirut
JICT Albert Pang mengatakan bongkar
muat tetap berlangsung, seluruh karyawan juga tetap bekerja seperti biasa.
Hanya
saja, kondisi lapangan penumpukan (yard) dalam keadaan padat dengan tingkat penggunaan
lapangan penumpukan (yard occupancy ratio/YOR) mencapai 100%. Biasanya tingkat
100% itu terjadi manakala musim Lebaran.
“Setop
operasi truk membuat kegiatan receiving (eksport), delivery (import), dan
overbrengen terhambat. Kami akan mengambil langkah yang diperlukan untuk tetap
menjaga kelancaran pelayanan dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait
hal ini,” katanya.
Setidaknya,
JICT mencatat sekitar 16.000 truk peti kemas tidak beroperasi pada hari itu.
Tercatat YOR JICT pada 3 Juni pukul 08.00 WIB rata-rata mencapai 88% dan pukul
14.30 WIB mencapai 100%.
Di
luar mediasi yang dilakukan pihak-pihak terkait, Pang berharap persoalan itu dapat
diselesaikan dengan cepat, secara tepat dan proporsional sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Direktur
The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto
Rusdi menawarkan solusi bahwa ada baiknya anak usaha yang didirikan oleh
Pelindo itu beberapa sahamnya juga ditawarkan kepada mitra usaha, terutama
mitra usaha yang berskala ekonomi kecil.
“Yang
skala keekonomiannya kurang baik legowo untuk ditutup, namun mereka
dikompensasi dengan saham anak usaha dari Pelindo. Karena tidak semua mitra
usaha Pelindo skala keekonomiannya bagus,” katanya.
Arman Yahya, Ketua ALFI Soekarno
Hatta, menambahkan persoalan yang dihadapi oleh Angsuspel juga dirasakan
pengusaha di bandara setelah dua BUMN yakni PT Angkasa Pura I dan II (AP) juga
mendirikan anak usaha logistik dan pergudangan.
“Kami
bukan cari populer, ini momennya pas, media lebih di dengar. Ini salah. BUMN
mestinya masuk ke bidang usaha lebih besar bukan kelas kecil seperti swasta
sudah masuk, cobalah itu bisnis dok, kalau AP bikin perawatan pesawat,”
tegasnya.
Direktur
Utama PT Pelabuhan Indonesia II atau Indonesia Port Corporation (IPC) Richard Joost Lino memastikan aksi
mogok angkutan di Priok tidak menyebabkan lumpuhnya kegiatan jasa kepelabuhanan
karena hanya 1 hari.
“Kalau
5 hari baru terganggu karena akan ada penumpukan barang.”
Lino
memaparkan pihaknya melayani jasa sandar dan bongkar muat 20 kapal dan pihaknya
juga meminta para importir untuk segera mengeluarkan barang jika proses
administrasi telah selesai sehingga tidak menyebabkan adanya penumpukan barang.
Pihaknya
juga telah menyurati Ketua Organda Angsuspel Tanjung Priok dan Ketua DPP
Organda terkait dengan pendirian anak usaha PT Marine Service Indonesia pada
akhir Mei 2013, yang menggarap jasa pemanduan kapal, bukan pelayanan angkutan
pelabuhan.
Dia
juga menantang pengusaha angkutan melaporkan masalah dugaan monopoli kepada
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). (Hendrykus
F. N. Wedo).
Terbit di Harian Bisnis
Indonesia edisi Selasa, 4 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar