Minggu, 09 Juni 2013

Tegurlah Daku Kau Ku Tampar

Nur Febriyani,
saat konferensi pers di Kemang, Jumat (7/6),
photo by Merdeka
Oleh M Tahir Saleh

MENJELANG pesawat tinggal landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Cengkareng, Nur Febriyani mulai antusias dan bersemangat.

Saat itu, Rabu malam (5/6), Febriyani menjadi salah satu petugas awak kabin pada penerbangan Sriwijaya Air dengan kode penerbangan SJ 078 rute Jakarta menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, Bangka Belitung.

Awalnya baik-baik saja, tapi kegusaran muncul saat dia melihat seorang penumpang di kursi 12E ternyata belum menonaktifkan telepon seluler (ponsel). Sopan dan tegas Febby akhirnya menegur pria yang tak lain ialah Kepala Dinas Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Bangka Belitung Zakaria Umar Hadi.

Teguran itu bukan yang pertama diterima, rekan Febby sebelumnya juga sudah menegur pejabat daerah itu tapi tak mempan.

“Maaf, tolong matikan HP-nya, Pak,” tegur Febby seperti diceritakan oleh adiknya, Shita Destya, di Jakarta, Sabtu (8/6).

Zakaria malah menyorongkan ponselnya ke arah Febby dan dengan suara cukup keras bilang bahwa ponsel itu sudah dinonaktifkan.

“Maaf, Bapak kenapa kasar? Saya hanya meminta Bapak mematikan HP,” kata Febby.

Zakaria sudah nampak marah tapi Febby tak menduga kemarahan lantaran ditegur dua kali itu berlanjut sampai tiba di Pangkal Pinang. Ketika mendarat, Zakaria mendatangi Febby. Sembari meminta Febby sopan dalam menegur, Zakaria juga memukulkan Koran ke tubuh pramugari itu

“Jangan kasar kamu, lain kali sopan!”

Dipukul seperti itu, Febby berusaha lari memanggil kapten pilot. Namun, Zakaria malah menahan dan memberi pukulan kedua, lebih kencang di telinga kiri. “Pok!!”

Singkat cerita Zakaria lalu diamankan oleh kapten pilot dibantu sejumlah penumpang yang mengejar dan menangkapnya.

Ellisa, adik Zakaria sekaligus kuasa hukumnya hingga saat ini belum menginformasikan kronologis versi Zakaria dalam kasus itu berikut dengan perkembangan kasus itu. Pesan singkat dan panggilan telepon tak berbalas.

Kapolres Pangkal Pinang AKBP Bariza Sulfi mengatakan pihaknya kini menangani perkara Zakaria. Tersangka ditahan di Polsek Pangkalanbaru karena tahanan Polres sudah penuh. "Dari pengakuan tersangka, karena teguran pramugari tidak sopan," katanya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (9/6).

Zakaria dijerat dengan Pasal 351 Ayat 1 KUHP tentang Pengainayaan dan atau Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan dengan ancaman hukuman kurungan 2 tahun 8 bulan dan Pasal 335 ancaman maksimal 1 tahun penjara. "Kalau kasus 351 dan 335 beberapa kami tangani, tapi kalau pemukulan pramugari baru kali ini," katanya.

Selang sehari kemudian, kasus pemukulan kembali terjadi. Kali ini menimpa Fatma Ika Hayati, petugas keamanan kereta rel listrik (KRL) Commuter Line yang dioperasikan oleh PT KAI Commuter Jabodetabek (PT KJC), anak usaha PT Kereta Api Indoensia.

Eva Chairunisa, Manajer Humas KCJ menceritakan pemukulan itu terjadi sekitar pukul 20.00 WIB, Kamis malam (6/6) di atas kereta 588 jurusan Bogor-Jakarta saat melintas antara Stasiun Kalibata menuju Stasiun Pasar Minggu.

Fatma dipukul setelah menegur lima orang penumpang yang hanya mengantongi satu tiket. Dia dipukul mata kirinya setelah menyuruh penumpang turun di stasiun berikutnya, sesuai dengan prosedur jika penumpang kedapatan tak memiliki tiket. Hingga kini para pelaku yang kabur itu masih dalam pengejaran petugas kepolisian. "Iya belum (ditangkap), kacau," kata Eva.

Pihaknya menghimbau kepada seluruh penumpang untuk tertib dan mengikuti peraturan yang berlaku. Manajemen KJC juga berharap dan menghimbau kepada penumpang agar tidak melakukan tindakan anarkis saat melakukan perjalanan KRL.

"Kami juga sangat mengapresiasi para pengguna jasa yang telah ikut serta berpartisipasi menjaga keamanan dan ketertiban pada KRL di Jabodetabek," kata Eva.

Pengamat hukum transportasi Universitas Trisakti Siti Nurbaeti menilai langkah standar yang sudah dijalankan oleh pramugari sebetulnya sudah benar karena sesuai dengan prosedur, tapi dalam kasus pemukulan petugas di kereta dia belum mendapatkan latar belakang kronologis.

"Kan ada saksinya juga, kalo yang kereta api saya engga pasti, siapa yang salah karena belum tahu ada saksi yang melihat bagamana cara menegur penumpang, tapi terlepas dari itu semua budaya hukum masyarakat kita baru sebatas taat hukum, belum sampai pada taraf sadar hukum," katanya.

Sekjen Indonesia National Air Carries Association (Inaca) Tengku Burhanuddin mengatakan Sriwijaya Air sebetulnya berhak memasukan nama Zakaria dalam daftar hitam sehingga dia tidak akan pernah bisa naik maskapai itu lagi, seumur hidup.

Langkah itu sebetulnya pernah dilakukan oleh Garuda Indonesia dalam kasus penumpang yang membentak dan memukul awak kabin.

"Garuda waktu zaman almarhum Pak Soeparno (Dirut Garuda 1988-1992) pernah melakukannya (blacklist), kasusnya membentak dan memukul," katanya.

Belakangan ini, katanya, cukup banyak penumpang yang cenderung mengabaikan peraturan penerbangan mulai dari keengganan memakai sabuk pengaman, mencoba merokok di kamar kecil, sampai keisengan mengambil jaket. Meski begitu, belum ada rencana dari maskapai itu untuk meletakan nama Zakaria dalam blacklist. "Belum," kata Agus Soedjono, Senior Manager Corporate Communication Sriwijaya.

Soal ponsel Zakaria yang masih menyala itu membuat juga Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo Gatot S Dewa Broto angkat bicara. Pihaknya kembali mengingatkan kepada berbagai pihak untuk mematuhi peringatan larangan penggunaan perangkat telekomunikasi saat dalam penerbangan.

"Tanpa bermaksud menujukkan keberpihakan pada salah satu pihak karena masalahnya (pemukulan pramugari) sudah ditangani pihak berwajib, kami kembali mengingatkan. Peringatan ini bukan sekali ini saja, sudah berulang kali disampaikan," tegasnya dalam siaran pers Kominfo, Kamis (6/6).

Setelah terjadi musibah pesawat komersial Adam Air pada 2007 dan Sukhoi Superjet pada tahun lalu, sempat muncul wacana penggunaan ponsel dimungkinkan dalam penerbangan baik domestik maupun internasional, pertimbangannya agar mengantisipasi jika terjadi musibah diharapkan dapat dihubungi. Namun Gatot menegaskan seandainya wacana itu disepakati publik, dikhawatirkan justru berpotensi membahayakan keselamatan penerbangan.

Ponsel tidak hanya mengirim dan menerima frekuensi radio, tapi juga memancarkan radiasi tenaga listrik untuk menjangkau BTS. Jadi dalam kondisi 'on', ponsel bisa memancarkan sinyal dan tetap melakukan kontak dengan BTS terdekat. Federal Aviation Administration (FAA) menilai ponsel, televisi, dan radio merupakan portable electronic devices (PED) yang berpotensi mengganggu peralatan komunikasi dan navigasi pesawat.

Terlepas dari itu baik Febby maupun Fatma serta seluruh petugas pendukung transportasi komersil lainnya memang bertugas membantu tetapi bukan dalam artian pembantu, mereka melayani secara profesional tapi bukan pelayan, sedangkan penumpang ialah tamu terhormat. Apapun kondisi psikis penumpang tak sepantasnya menggunakan cara barbar, tak perduli pangkat dan jabatannya.

Dan pemukulan itu tentu paling besar dampaknya secara psikis. Bagi Febby semangat dan rasa antusiasnya saat menjadi awak kabin dalam penerbangan Sriwijaya pada Rabu malam itu sepertinya tinggal trauma yang tersisa.

“ Iyah kondisi psikisnya agak terganggu dengan kasus ini, capek,” kata Shita Destya, adik Febby.

Tulisan ini versi lengkap dari tulisan berjudul sama yang terbit di Bisnis Indonesia, 10 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu