Antrian truk masuk ke salah satu dermaga Pelabuhan Penyeberangan Merak, Jumat (28/6) |
TRUK itu berhenti di depan jalur masuk Dermaga 4
Pelabuhan Penyeberangan Merak, Banten, Jumat siang, 28 Juni. Seorang pria
berpantalon bergegas turun, melengok kanan kiri lalu duduk di dekat bemper
mobilnya.
Sembari melihat truk antrean di depannya, sopir
Perum Damri, sebut saja namanya Badu,
39 ta hun. Sejak pukul 6 pagi, dia tiba di Pelabuhan Merak dan ikut antrean
menuju kapal penye berangan atau kapal feri (roll onroll off/roro) yang sandar
di dermaga 4. Namun, hingga pukul 12.30 siang, antrean hanya bergerak
sejengkal.
“Bosan juga Mas, begini-begini terus,” kata
bapak tiga anak itu, Jumat (28/6).
Menjelang Ramadan ini, Badu mendapatkan banyak
order membawa barang PT Pos Indonesia yang menyewa jasa Perum Damri. Barang itu
diangkut dari Kantor Pos Jakarta Pusat di Lapangan Banteng menuju Merak. Dia
membayar tarif masuk Rp825.000.
Tiba di Bakauheni, dia akan menempuh jalan darat
ke Jambi lewat Batu Raja dan Muara Enim, tetapi tak ada yang bisa dilakukannya
saat itu kecuali menunggu.
Antrean panjang di Merak bukan hal baru bagi
pelabuhan penyeberangan yang dikelola oleh ASDP Cabang Utama Merak, anak cabang
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Pela buhan ini bahkan diklaim menjadi pelabuhan
feri terpadat di dunia.
BUMN yang didirikan pada 1973 ini tak hanya
punya cabang di Merak. Total ada 31 cabang tersebar di Indonesia di antaranya
Merauke, Biak, Ambon, Kupang, Bakauheni, hingga Jepara. Ruas Merak-Baka uheni
dan Ketapang-Gilimanuk menjadi lintasan gemuk.
Saat Lebaran tahun lalu, data ASDP Merak
mencatat terdapat 27.419 pejalan kaki dan 94.254 penumpang di atas kendaraan
sehingga total 121.673 penumpang menyeberang dari Merak ke Bakauheni dalam
sehari pada puncak mudik H-3.
Sepeda motor saat itu juga mencapai 19.085 unit,
kendaraan kecil 8.325 unit, bus 619 unit, dan truk 9.263 unit dalam sehari.
Adapun selama mudik Lebaran tahun lalu total
mencapai 909.281 penumpang, 72.759 sepeda motor, 86.810 mobil kecil, dan
11.293 truk.
Data sepanjang tahun lalu belum diperoleh,
tetapi selama 2010 seluruh ASDP mengangkut penumpang mencapai 5,72 juta,
kendaraan roda dua dan tiga mencapai 2,43 juta, dan kendaraan roda empat ke
atas 1,36 juta.
Manajemen ASDP Merak mengatakan ada lima faktor
penyebab kepadatan Merak yakni cuaca, kapal yang sering masuk dok, prasarana dermaga,
hari libur, dan hari libur dadakan atau kejepit.
Waktu kedatangan pemudik dan kendaraan yang
serentak mengejar hari H Lebaran juga menjadi faktor tambahan dibandingkan
dengan arus balik mudik yang lebih fleksibel.
Tahun ini, sejumlah langkah memang dilakukan
ASDP sebagai operator dermaga sekaligus operator kapal. Perbaikan misalnya
terlihat dari perluasan area parkir dengan daya tampung sekitar 400 kendaraan
kecil, perawatan, dan perbaikan dermaga secara bertahap.
Selain itu BUMN ini juga menambah satu unit
kapal baru yakni Por tlink III untuk memperkuat armada lintas Merak-Bakauheni
pada angkutan Lebaran tahun ini. Kapal bekas 1979 bernama Sechang Kordelia itu
bisa menampung 1.000 penumpang, 350 kendaraan kecil, dan 250 kendaraan
campuran.
Pengelolaan jadwal juga sudah diambilalih oleh
Otoritas Pelabuhan Penyeberangan (OPP), wakil Kementerian Perhubungan, dari
tahun lalu yang masih diatur oleh ASDP.
Namun sejauh mata memandang, nampaknya kesiapan
yang di dengung kan belum nyata di lapangan. Betul bahwa prasarana membaik karena
ada koridor penumpang ke kapal layaknya garbarata di bandara.
Namun beberapa fasilitas dermaga mesti dibenahi
guna meningkatkan layanan dan terpenting mendukung keselamatan penumpang.
Berdasarkan pantauan langsung, dari lima dermaga
hanya dermaga 1 dan 3 yang kondisinya lebih baik dibandingkan dengan tiga
dermaga lain. Dermaga 1,2,3, dan 5 dikelola oleh ASDP, sedangkan Dermaga 4 dikelola
oleh swasta, PT Infinity.
Di dermaga 2, fasilitas side ramp tidak
difungsikan meski dibangun 2 tahun lalu. Fasilitas ini berfungsi sebagai jalan
masuk bagi mo bil pribadi ke dek atas kapal di burit an.
Akibatnya, antrean masuk truk ke dalam haluan
kapal feri menjadi lama karena mobil pribadi terpaksa mengular di jalur yang
sama dengan truk besar melalui mobile bridge.
Dolphin nomor dua juga tidak dilengkapi dengan
fender. Dolphin ini semacam undakan semen yang berfungsi mengikat kapal tetap
berada di tepi dermaga, sedangkan fender ialah bantalan guna menjaga lambung
kapal tidak rusak saat membentur dermaga.
Dermaga 5 setali tiga uang. Ada koridor
penumpang tapi pintu masuk ke kapal tidak ada. Pejalan kaki juga menyemut
bersama kendaraan via mobile bridge, side ramp juga belum dioperasikan.
Selain itu, breakwater yang dibangun juga tak
berfungsi baik. Kapal Shalem yang berlabuh Jumat siang itu di Dermaga 5
beberapa kali membentur fender, mengguncang dermaga karena pemecah ombak itu tak
berfungsi.
Terparah adalah Dermaga 4. Hampir semua
fasilitas tidak normal kecuali mobile bridge. Tidak ada side ramp dan koridor
penumpang. Al hasil, pejalan kaki masuk ke jalur masuk truk. Sampah juga berserakan
di Dermaga 4.
SALING
LEMPAR
Lalu siapa yang bertanggung jawab untuk
melakukan perbaikan dermaga 4? Kepala Cabang ASDP Merak Supriyanto tak mau berkomentar banyak.
“Saya juga sudah rewel [soal perbaikan],
mestinya begitu [ASDP saja yang atasi] tapi bukan kewenangan saya, sampeyan
tanya ke ASDP pusat,” katanya di Kantor Cabang ASDP Merak, Jumat (28/6).
Christine
Hutabarat,
Sekretaris Perusahaan ASDP pusat, enggan menjawab pertanyaan soal tanggung jawab
dermaga 4. Apakah dermaga ini masih di bawah wewenang Infinity atau ASDP?.
Pesan singkat yang dikirimkan juga tak berbalas.
Padahal bagi Djohanipar, wakil dari Infinity,
secara pengelolaan memang Infinity tetapi kerusakan menjadi tanggung jawab ASDP
sesuai dengan peraturan.
“Kami berniat perbaiki, tapi belum ada kejelasan
kerja sama dengan ASDP. Kami sudah ajukan surat, bahkan Ditjen Darat juga sudah
meminta mereka [ASDP] tapi belum juga,” katanya.
Sudirman
Lambali,
Direktur Lalu Lintas ASDP Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, merasa kontrak antara
ASDP dan Infinity sudah berakhir jadi BUMN itu bisa memperbaiki, sedangkan
operasional koridor pe numpang di dermaga 5 belum uji coba.
“Kalau tidak salah sudah berakhir [kerja sama],
artinya sudah boleh, langkah ASDP [perbaiki],” katanya.
Bambang S
Ervan,
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub, menegaskan perbaikan menjadi tanggung jawab
business to business antara ASDP dan Infinity, pemerintah hanya membantu untuk
membangun dermaga 6 dan rehabilitasi dermaga 3 dan 5.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai,
Danau dan Ferry (Gapasdaf) Syarifuddin
Malarangeng menyayangkan hal ini. Sebagai pengelola, mestinya lempar tanggung
jawab semacam ini tidak terjadi. Pengelola seharusnya mendorong agar fasilitas
dermaga diperbaiki dan tidak mencari keuntungan semata.
Ditemui di kantor Gapasdaf, Ketua DPC Gapasdaf
Cabang Bakauheni, Sunaryo bahkan mempertanyakan biaya perawatan perusahaan pelat merah
itu. Toh kondisi dermaga baik di
Merak maupun Bakauheni belum membaik, jembatan timbangan juga kurang.
Padahal pelaku usaha yang tergabung dalam
Gapasdaf dibebankan biaya yang mestinya dipakai mer awat dermaga.
“Biaya sandar itu Rp65 dikali GT dan jam, hitung
saja berapa tuh,” kata Sunaryo yang juga Kepala Cabang PT Dharma Lautan Utama
ini.
Sejak BBM subsidi dinaikkan, tarif penyeberangan
pun disesuaikan. Per menhub No.63/2013 yang dirilis pada 24 Juni lalu, mengatur
tarif penumpang dewasa naik dari Rp11.500 menjadi Rp13.000 dan tarif golongan kendaraan
paling besar (IX) mencapai Rp2,84 juta dari Rp2,35 juta.
Dari tarif penumpang Rp13.000 itu, ASDP mendapat
Rp1.675 sebagai jasa pas masuk, biaya Asuransi Jasa Raharja Rp800, dan biaya
tanggung jawab pengangkut (asuransi muatan) Rp525. Sisanya Rp10.000 masuk ke
kas perusahaan feri
Jumlah Rp10.000 itu dipakai untuk biaya
operasional langsung yakni biaya tetap dan tidak tetap di antaranya penyusutan,
bunga modal, asuransi kapal, awak kapal, BBM,
pelumas, air tawar, lingkungan di pelabuhan, leasing, perniagaan dan
promosi, dan perbaikan serta pemeliharaan suku cadang.
Ambil contoh kendaraan golongan IX dengan tarif
Rp2,84 juta. Dari angka ini, masuk ke kantong ASDP untuk pas masuk Rp259.515 dan
jasa dermaga Rp204.415, sedangkan kas perusahaan feri mendapatkan Rp2,35 juta.
Pada 2010, pendapatan ASDP mencapai Rp921 miliar
naik dari 2009 Rp884 miliar, dengan laba bersih Rp72 miliar naik dari 2009 Rp56
miliar.
“Kalau tidak ada [perawatan] ambruk dong.
Perbaikan tidak mudah, dalam beberapa hal jika ada yang diganti, dermaga harus
ditutup karena bahaya,” kata Kepala Humas ASDP Merak Mario Sardadi Oetomo.
Pihaknya siap menyambut angkutan Lebaran setelah
saban sepekan berkoordinasi dengan Gapasdaf dan OPP. Kapal juga sudah ditambah menjadi
28 unit per hari dengan minimal operasi 26 unit dari total 42 unit kapal di lintasan
Merak-Bakauheni dari 18 perusahaan feri.
Satu kendala ialah kondisi angin antara 25 knot-30
knot dan gelombang hingga 3 meter. Sosialisasi juga terus dilakukan
mengantisipasi kemacetan.
“Intinya kami siap,” tegas Mario.
Direktur The National Maritime Institute Siswanto Rusdi memandang perlunya swasta
lain masuk mengelola dermaga mengingat kinerja ASDP belum maksimal. Gapasdaf juga
harus perlu mengevaluasi diri.
“Mereka [Gapasdaf] hampir tanpa terobosan selama
ini selain meminta tarif naik. Mereka tidak kompak dalam melakukan upaya
memperbaiki sektor merek sendiri. Tidak seperti asosiasi lain mereka masih
nafsi-nafsi,” katanya.
Gambaran Merak menjadi potret bagaimana sebuah
tradisi mudik Lebaran selalu berulang; antrean padat tanpa diimbangi kesiapan
pra sarana yang baik. Pantas, bisa di pahami mengapa orang-orang k ecil macam
Badu atau supir lainnya banyak mem buang
waktu di pelabuhan, ongkos logistik yang terlalu mahal.
Tulisan
ini terbit di Harian Bisnis Indonesia, edisi Jumat, 5 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar