Jumat, 24 April 2015

NASIB SUSPENSI AAA SECURITIES

Oleh M. Tahir Saleh

SENIN pagi (5/12), Agus mencoba mengontak PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas (AAA Securities) karena ingin tahu cara berinvestasi saham. Ia direkomendasikan oleh temannya sejak lama supaya membeli saham lewat broker ini karena tidak repot. Akan tetapi, Agus kurang beruntung, suara seorang staf di seberang telepon menjelaskan kalau perusahaan belum bisa bertransaksi karena aktivitas perdagangan mereka dihentikan sementara oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Pegawai swasta ini akhirnya mencari jawaban ke perusahaan sekuritas lain. “Kaget juga kok enggak bisa daftar, kasihan juga investor lamanya,” Agus menuturkan awal pekan lalu.

Informasi penghentian sementara atau suspensi itu memang tak salah. Sejak 3 Desember 2014, BEI menyuspensi kegiatan usaha AAA Securities sebagai perantara pedagang efek. Alasannya, modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) broker itu tidak memenuhi syarat.

Mengacu pada Peraturan OJK No.V.D.5 tentang Pemeliharaan dan Pelaporan MKBD, modal kerja broker dihitung dari jumlah aset lancar perusahaan efek dikurangi seluruh kewajiban dan kewajiban terperingkat (kewajiban belum pasti atau kontinjen dan kewajiban di luar laporan keuangan), ditambah dengan utang subordinasi, dan penyesuaian-penyesuaian lain. Batas minimalnya Rp25 miliar atau 6,25% dari total kewajiban. Singkatnya, MKBD ialah modal minimal yang harus dimiliki perusahaan efek berdasarkan aset dan modal yang dikurangi kewajiban.

Berdasarkan data situs BEI yang diakses pada 8 Januari, nilai modal kerja bersih AAA Securities nol, sedangkan modal dasar dan modal disetor masing-masing Rp300 miliar dan Rp97 miliar. Per November tahun lalu, rata-rata MKBD perseroan Rp27,88 miliar, turun dari November 2013 Rp69,05 miliar. Rata-rata MKBD tertinggi perseroan dibukukan pada Maret 2013 yang menembus Rp95,61 miliar. Suspensi itu menjadi awal pemeriksaan lebih lanjut mengapa jumlah modal bisa menyusut dan di bawah batas minimal.

Sayangnya sejumlah pemangku kepentingan enggan bicara terbuka. Direktur PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Margareth Tang juga mendadak mundur menjauh saat ditemui pada pembukaan perdagangan bursa, 2 Januari. “Wah saya no comment deh soal itu, coba tanya bursa saja,” katanya melipir. Informasi juga tak banyak keluar dari Direktur Utama PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia Hasan Fauzi. “Tapi secara umum, utang perusahaan efek bisa menggerus modalnya. Soal AAA, apakah MKBD-nya berkurang karena utang atau bagaimana? Itu yang tengah diperiksa otoritas,” katanya.

Cerita pemeriksaan ini bermula ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar pemeriksaan rutin terhadap perusahaan sekuritas. Dari pemeriksaan periodik itu, ketahuanlah bahwa MKBD milik AAA Securities nyatanya di bawah ketentuan sehingga perlu penelisikan lebih jauh. Dugaaan sementara terjadi pelanggaran terkait efek nasabah, terindikasi broker itu menggadaikan saham atau repo (repurchasing agreement) nasabah tanpa izin. Benarkah demikian?

Manajemen BEI tak menampik alasan suspensi karena berkurangnya MKBD. Namun, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Uriep Budhi Prasetyo tak mau bicara terbuka soal ini karena masuk ranah otoritas pasar modal. “Awalnya soal MKBD kurang, kalau soal itu [repo saham yang nyangkut] masih diinvestigasi OJK. Baru indikasi terkait repo, jumlahnya saya belum tahu,” katanya.

Jika melongok laporan keuangan AAA Securities per September tahun lalu, perusahaan memiliki utang efek jual dengan janji dibeli kembali sebesar Rp9,30 miliar dan utang lembaga kliring dan penjaminan Rp67,21 miliar. Total kewajiban AAA Securities mencapai Rp171,71 miliar, sedangkan ekuitasnya Rp161,56 miliar, artinya rasio utang terhadap ekuitas hanya 1,02 kali. Barang yang diperjanjikan adalah efek PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk. dengan tanggal transaksi pada 10 Juli, 18 Juli, 21 Juli, 23 Juli 2014. Adapun tanggal dibeli kembali, yakni 10 Januari, 19 Januari, dan 23 Januari tahun ini. Pemeriksaan OJK belum tuntas. “Ini baru indikasi. Kalau indikasi, tidak berarti terbukti. Kalau enggak terbukti, tapi kami sudah sebut nama orang dan pihaknya, dan ternyata tidak terbukti, itu kan sudah merusak citra,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida di Jakarta, pekan lalu. “Namanya pemeriksaan yah belum boleh diinformasikan ke publik sebelum selesai.”

Sebetulnya tidak ada yang salah dengan repo saham. Kesalahan terjadi jika tidak ada izin dari pemilik efek. Broker pun lazim melakukan salah satu transaksi yang cukup diminati pelaku pasar modal ini. Repo adalah transaksi penjualan efek antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali atas efek yang sama dengan jumlah, harga, dan tanggal yang disepakati. Menurut data KSEI, awalnya transaksi ini tidak dibedakan dalam sistem sehingga regulator tak tahu dan tidak punya data penyelesaian transaksi repo. Tapi kini sudah ada penyempurnaan yang mensyaratkan pemakai jasa KSEI harus menyebutkan underlying transaksi.

Ketika Bloomberg Businessweek Indonesia mencoba menemui Direktur Utama AAA Securities Theodorus Andri Rukminto, yang bersangkutan melimpahkan kepada SRS Lawyers, kantor pengacara di lantai lima Bakrie Tower, Jakarta. Sellya Candrasari, salah satu kuasa hukum AAA Securities, mengatakan yang terjadi sebenarnya hanya perbedaan pencacatan dari perusahaan dengan OJK. “Kami sudah laporkan ke OJK sesuai standar, cuma OJK memandang berbeda. Perbedaan ini yang coba kami klarifikasi pada Jumat 9 Januari,” katanya. Sellya mengaku baru mendengar indikasi tersangkut gadai saham tak berizin.

Bagi AAA Securities, penyusunan laporan MKBD sudah sesuai dengan standar akuntansi, tapi ada beberapa transaksi—termasuk repo—yang tampaknya beda tafsir. “Timnya Pak Andri sudah menyusun, tapi mungkin OJK merasa ‘oh kamu salah menyusunnya, cara menyusun repo misalnya gini’. Nah apakah repo itu punya pemilik gadai atau penerima?” kata Richard Adam dari SRS Lawyers. “Kalau kita pahami hukum, gadai berarti hanya jaminan, nah timbullah perbedaan dengan OJK.”

Hingga saat ini AAA Securities belum bisa memberi informasi lebih jauh mengingat pemanggilan direktur utama perusahaan baru dijadwalkan pada 9 Januari. OJK baru meminta keterangan dari direksi lain, Lulu E. Soekardi, pada Senin 5 Januari. Namun Richard berandai, bila kliennya terbukti tak memenuhi ketentuan, perusahaan akan menempuh permintaan regulator. “Perusahaan dengan size seperti AAA itu, jumlah minimal Rp25 miliar bukan jumlah yang sulit, ekstremnya begitu,” kata Richard. 

“Katakanlah saham [nasabah] diambil, ini andai-andai ya, lapor polisi dong. Jika ada yang merasa sahamnya diembat, logikanya lapor ke polisi. Sepanjang pengetahuan saya, belum ada laporan. Kalau repo kan lazim semua main kayak gini.”

Dia menampik bahwa penunjukan kantor pengacara karena perusahaan tersangkut kasus hukum dengan nasabah, tetapi lebih pada penyusunan dokumentasi hukum. “Selama ini bagian legal mereka enggak ada yang permanen, rata-rata orang keuangan. Kami membantu menyusun semuanya, enggak ada rekayasa,” katanya. Jika pun OJK mengharuskan AAA menyelesaikan seluruhnya, kuasa hukum pun tidak akan menempuh jalur hukum.

Hanya saja suspensi sudah terjadi. Dengan penghentian ini, tentu kerugian ada pada nasabah lama AAA Securities karena tidak bisa melakukan perdagangan. Salah seorang eksekutif perusahaan sekuritas yang menolak disebut namanya mengatakan peralihan nasabah lazimnya tidak dikenakan biaya karena hanya pindah ‘barang’. “Kalau crossing di pasar iya [kena biaya], tapi kalau enggak salah biaya cuma Rp20.000 per jenis efek, terlepas dari volume, jadi memang kerugiannya karena nasabah enggak bisa transaksi dan repot pindah-pindah,” katanya. Dia berharap persoalan tersebut segera selesai dan tidak merugikan nasabah. Richard menegaskan AAA Securities berkomitmen membantu nasabah memindahkan aset ke sekuritas lain karena menjadi tanggung jawab perusahaan. “Kami bantu dong memindahkan supaya mereka bisa dagang, kalau sahamnya jeblok kan kasihan mereka.”

Sampai saat ini BEI masih menunggu hasil pemeriksaan OJK sebelum membuka suspensi. “Tergantung kasusnya. Bisa cepat, ada yang beberapa bulan saja, tapi ada juga yang enggak dibuka-buka [suspensinya],” kata Uriep. Secara tak langsung Uriep menyinggung PT Brent Securities yang disuspensi sejak 22 September 2014, tapi sampai saat ini belum dibuka. “Saya enggak tahu berapa lama untuk AAA Securities ini.”

Tulisan ini terbit di majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, edisi 12 Januari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu