Oleh M. Tahir Saleh
SENIN pagi (5/12), Agus
mencoba mengontak PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas (AAA Securities) karena
ingin tahu cara berinvestasi saham. Ia direkomendasikan oleh temannya sejak
lama supaya membeli saham lewat broker ini karena tidak repot. Akan tetapi,
Agus kurang beruntung, suara seorang staf di seberang telepon menjelaskan kalau
perusahaan belum bisa bertransaksi karena aktivitas perdagangan mereka
dihentikan sementara oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Pegawai swasta ini
akhirnya mencari jawaban ke perusahaan sekuritas lain. “Kaget juga kok enggak
bisa daftar, kasihan juga investor lamanya,” Agus menuturkan awal pekan lalu.
Informasi
penghentian sementara atau suspensi itu memang tak salah. Sejak 3 Desember
2014, BEI menyuspensi kegiatan usaha AAA Securities sebagai perantara pedagang
efek. Alasannya, modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) broker itu tidak
memenuhi syarat.
Mengacu
pada Peraturan OJK No.V.D.5 tentang Pemeliharaan dan Pelaporan MKBD, modal
kerja broker dihitung dari jumlah aset lancar perusahaan efek dikurangi seluruh
kewajiban dan kewajiban terperingkat (kewajiban belum pasti atau kontinjen dan
kewajiban di luar laporan keuangan), ditambah dengan utang subordinasi, dan
penyesuaian-penyesuaian lain. Batas minimalnya Rp25 miliar atau 6,25% dari
total kewajiban. Singkatnya, MKBD ialah modal minimal yang harus dimiliki
perusahaan efek berdasarkan aset dan modal yang dikurangi kewajiban.
Berdasarkan
data situs BEI yang diakses pada 8 Januari, nilai modal kerja bersih AAA
Securities nol, sedangkan modal dasar dan modal disetor masing-masing Rp300
miliar dan Rp97 miliar. Per November tahun lalu, rata-rata MKBD perseroan
Rp27,88 miliar, turun dari November 2013 Rp69,05 miliar. Rata-rata MKBD
tertinggi perseroan dibukukan pada Maret 2013 yang menembus Rp95,61 miliar.
Suspensi itu menjadi awal pemeriksaan lebih lanjut mengapa jumlah modal bisa
menyusut dan di bawah batas minimal.
Sayangnya
sejumlah pemangku kepentingan enggan bicara terbuka. Direktur PT Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) Margareth Tang juga mendadak mundur menjauh saat
ditemui pada pembukaan perdagangan bursa, 2 Januari. “Wah saya no
comment deh soal itu, coba tanya bursa saja,” katanya melipir.
Informasi juga tak banyak keluar dari Direktur Utama PT Kliring Penjaminan Efek
Indonesia Hasan Fauzi. “Tapi secara umum, utang perusahaan efek bisa menggerus
modalnya. Soal AAA, apakah MKBD-nya berkurang karena utang atau bagaimana? Itu
yang tengah diperiksa otoritas,” katanya.
Cerita
pemeriksaan ini bermula ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar
pemeriksaan rutin terhadap perusahaan sekuritas. Dari pemeriksaan periodik itu,
ketahuanlah bahwa MKBD milik AAA Securities nyatanya di bawah ketentuan sehingga
perlu penelisikan lebih jauh. Dugaaan sementara terjadi pelanggaran terkait
efek nasabah, terindikasi broker itu menggadaikan saham atau repo (repurchasing
agreement) nasabah tanpa izin. Benarkah demikian?
Manajemen
BEI tak menampik alasan suspensi karena berkurangnya MKBD. Namun, Direktur
Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Uriep Budhi Prasetyo tak mau bicara
terbuka soal ini karena masuk ranah otoritas pasar modal. “Awalnya soal MKBD
kurang, kalau soal itu [repo saham yang nyangkut] masih diinvestigasi
OJK. Baru indikasi terkait repo, jumlahnya saya belum tahu,” katanya.
Jika
melongok laporan keuangan AAA Securities per September tahun lalu, perusahaan
memiliki utang efek jual dengan janji dibeli kembali sebesar Rp9,30 miliar dan
utang lembaga kliring dan penjaminan Rp67,21 miliar. Total kewajiban AAA
Securities mencapai Rp171,71 miliar, sedangkan ekuitasnya Rp161,56 miliar,
artinya rasio utang terhadap ekuitas hanya 1,02 kali. Barang yang diperjanjikan
adalah efek PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk. dengan tanggal transaksi
pada 10 Juli, 18 Juli, 21 Juli, 23 Juli 2014. Adapun tanggal dibeli kembali,
yakni 10 Januari, 19 Januari, dan 23 Januari tahun ini. Pemeriksaan OJK belum
tuntas. “Ini baru indikasi. Kalau indikasi, tidak berarti terbukti. Kalau enggak
terbukti, tapi kami sudah sebut nama orang dan pihaknya, dan ternyata tidak
terbukti, itu kan sudah merusak citra,” kata Kepala Eksekutif Pengawas
Pasar Modal OJK Nurhaida di Jakarta, pekan lalu. “Namanya pemeriksaan yah belum
boleh diinformasikan ke publik sebelum selesai.”
Sebetulnya
tidak ada yang salah dengan repo saham. Kesalahan terjadi jika tidak ada
izin dari pemilik efek. Broker pun lazim melakukan salah satu transaksi yang
cukup diminati pelaku pasar modal ini. Repo adalah transaksi penjualan
efek antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali
atas efek yang sama dengan jumlah, harga, dan tanggal yang disepakati. Menurut
data KSEI, awalnya transaksi ini tidak dibedakan dalam sistem sehingga
regulator tak tahu dan tidak punya data penyelesaian transaksi repo. Tapi kini
sudah ada penyempurnaan yang mensyaratkan pemakai jasa KSEI harus menyebutkan underlying
transaksi.
Ketika
Bloomberg Businessweek Indonesia mencoba menemui Direktur Utama AAA
Securities Theodorus Andri Rukminto, yang bersangkutan melimpahkan kepada SRS
Lawyers, kantor pengacara di lantai lima Bakrie Tower, Jakarta. Sellya
Candrasari, salah satu kuasa hukum AAA Securities, mengatakan yang terjadi
sebenarnya hanya perbedaan pencacatan dari perusahaan dengan OJK. “Kami sudah
laporkan ke OJK sesuai standar, cuma OJK memandang berbeda. Perbedaan ini yang
coba kami klarifikasi pada Jumat 9 Januari,” katanya. Sellya mengaku baru
mendengar indikasi tersangkut gadai saham tak berizin.
Bagi
AAA Securities, penyusunan laporan MKBD sudah sesuai dengan standar akuntansi,
tapi ada beberapa transaksi—termasuk repo—yang tampaknya beda tafsir.
“Timnya Pak Andri sudah menyusun, tapi mungkin OJK merasa ‘oh kamu salah menyusunnya, cara menyusun repo misalnya gini’. Nah apakah repo itu
punya pemilik gadai atau penerima?” kata Richard Adam dari SRS Lawyers. “Kalau
kita pahami hukum, gadai berarti hanya jaminan, nah timbullah perbedaan
dengan OJK.”
Hingga
saat ini AAA Securities belum bisa memberi informasi lebih jauh mengingat
pemanggilan direktur utama perusahaan baru dijadwalkan pada 9 Januari. OJK baru
meminta keterangan dari direksi lain, Lulu E. Soekardi, pada Senin 5 Januari.
Namun Richard berandai, bila kliennya terbukti tak memenuhi ketentuan,
perusahaan akan menempuh permintaan regulator. “Perusahaan dengan size
seperti AAA itu, jumlah minimal Rp25 miliar bukan jumlah yang sulit, ekstremnya
begitu,” kata Richard.
“Katakanlah saham [nasabah] diambil, ini andai-andai ya,
lapor polisi dong. Jika ada yang merasa sahamnya diembat, logikanya
lapor ke polisi. Sepanjang pengetahuan saya, belum ada laporan. Kalau repo kan
lazim semua main kayak gini.”
Dia
menampik bahwa penunjukan kantor pengacara karena perusahaan tersangkut kasus
hukum dengan nasabah, tetapi lebih pada penyusunan dokumentasi hukum. “Selama
ini bagian legal mereka enggak ada yang permanen, rata-rata orang
keuangan. Kami membantu menyusun semuanya, enggak ada rekayasa,”
katanya. Jika pun OJK mengharuskan AAA menyelesaikan seluruhnya, kuasa hukum
pun tidak akan menempuh jalur hukum.
Hanya
saja suspensi sudah terjadi. Dengan penghentian ini, tentu kerugian ada pada
nasabah lama AAA Securities karena tidak bisa melakukan perdagangan. Salah
seorang eksekutif perusahaan sekuritas yang menolak disebut namanya mengatakan
peralihan nasabah lazimnya tidak dikenakan biaya karena hanya pindah ‘barang’.
“Kalau crossing di pasar iya [kena biaya], tapi kalau enggak
salah biaya cuma Rp20.000 per jenis efek, terlepas dari volume, jadi memang
kerugiannya karena nasabah enggak bisa transaksi dan repot
pindah-pindah,” katanya. Dia berharap persoalan tersebut segera selesai dan
tidak merugikan nasabah. Richard menegaskan AAA Securities berkomitmen membantu
nasabah memindahkan aset ke sekuritas lain karena menjadi tanggung jawab
perusahaan. “Kami bantu dong memindahkan supaya mereka bisa dagang,
kalau sahamnya jeblok kan
kasihan mereka.”
Sampai
saat ini BEI masih menunggu hasil pemeriksaan OJK sebelum membuka suspensi.
“Tergantung kasusnya. Bisa cepat, ada yang beberapa bulan saja, tapi ada juga yang
enggak dibuka-buka [suspensinya],”
kata Uriep. Secara tak langsung Uriep menyinggung PT Brent Securities yang
disuspensi sejak 22 September 2014, tapi sampai saat ini belum dibuka. “Saya enggak
tahu berapa lama untuk AAA Securities ini.”
Tulisan ini terbit di majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, edisi 12 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar