Senin, 22 Maret 2010

Quo Vadis Jaminan Kesehatan?

M. Tahir Saleh, Sylviana Pravita, dan Natalina Kasih


Orang Menteng yang menjadi Presiden AS itu menunda kunjungannya ke Indonesia. Ah, rupanya gara-gara pembahasan jaminan asuransi kesehatan.


Padahal, persiapan pasukan pengaman internasional, TNI dan Polri sudah digadang-gadang untuk menjaga presiden Negeri Paman Sam itu. Ada celetukan bernada cemoohan. Pasalnya, soal jaminan kesehatan belum jadi prioritas pada banyak negara di dunia.


Bahkan, isu yang kencang beredar banyak dikaitkan dengan selentingan isu terorisme yang sedang diganyang di Tanah Air. Meski demikian, ada pula yang mengacungkan jempol.

Saat itu, Bloomberg mengutip juru bicara kepresidenan AS Robert Gibss yang menuturkan reformasi asuransi kesehatan itu dinilai sangat penting, sehingga presiden pun perlu melihat perjuangan itu di kongres.

Ya, keputusan presiden yang sempat mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri 01 Menteng, Jakarta Pusat untuk berkunjung ke Indonesia itu akhirnya berbuah manis.

Pengambilan suara soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Kesehatan pada parlemen AS dimenangi oleh Presiden Barack Obama. Parlemen sepakat agar pemerintahan Obama memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat, seperti janjinya sebelum dia terpilih.

Parlemen AS menyetujui RUU Kesehatan tersebut dengan proyeksi dana sebesar US$940 miliar untuk 10 tahun ke depan. Lolosnya regulasi yang sempat terkatung-katung ini menjadi tonggak baru bagi sistem jaminan kesehatan di AS yang tidak pernah berubah dalam empat dekade terakhir.

Sistem ini akan menjangkau hingga 95% masyarakat AS dan menekan kenaikan biaya medis di Negeri Paman Sam itu. Biro Sensus Amerika Serikat menyatakan sekitar 15% dari penduduk AS atau 46 juta orang tidak memiliki asuransi pada 2008. Dengan skema itu, semua warga AS akan mendapatkan asuransi kesehatan.


Begitulah yang terjadi pada negara yang dikenal kapitalis, yaitu AS. Namun, ternyata pemerintahannya menjunjung tinggi komitmen untuk menjaga kepentingan masyarakat.

Lantas, sorotan kami pun bergerak ke Tanah Air. Bagaimana dengan jaminan kesehatan masyarakat di Indonesia? Apakah pemerintah sudah menjamin kesehatan masyarakat secara komprehensif dengan penerapan aspek hukum yang komplet?

Saat ini, UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sudah 6 tahun diterbitkan, tetapi statusnya seperti hidup segan mati tak mau.

Ingatan kami pun melayang pada medio Juni-Juli tahun lalu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dalam sebuah debat yang disiarkan langsung di televisi berjanji penerapan SJSN sudah siap pada 2010 dengan perhitungan yang jelas sumber pendanaannya.

Kalau di AS, Obama benar-benar mewujudkan regulasi itu. Namun, Indonesia sebenarnya sudah punya UU, tinggal membuat peraturan pemerintah. Itu pun belum kelar.

Jaminan sosial

Begitu juga, RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) sebagai turunan dari UU SJSN yang seharusnya segera dibahas DPR, tetapi malah wait and see, padahal, Pasal 52 Ayat (3) UU No. 40 tentang SJSN menyatakan kalau semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS perlu disesuaikan dengan Pasal 5 UU SJSN paling lambat 19 Oktober 2009.

Buntutnya, sebanyak empat BUMN yang dicanangkan sebagai BPJS, yaitu PT Jamsostek (Persero), PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen), PT Asuransi Sosial ABRI (Asabri), dan PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes) pun masih menunggu: apa tetap berbentuk BUMN dengan tugas khusus sebagai BPJS atau membentuk BPJS baru.

Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga yang juga Ketua Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia mengatakan pemerintah perlu segera memfinalisasi soal BPJS dan pengawasan ke depan.

Selain itu, Direktur Askes I Gede Subawa juga urun bicara soal jaminan kesehatan masyarakat itu. Dia bilang pihaknya telah menjalankan prinsip dan sistem yang bakal diimplementasikan di AS itu.

Saat ini, 138 pemerintah daerah telah mengasuransikan penduduk kepada Askes dan ditanggung oleh APBD. Namun, sistem jaminan kesehatan yang menyeluruh tetap perlu digenjot.

Perjuangan mengusung jaminan sosial ini memang penuh tantangan, tetapi pemerintah dan parlemen perlu menunjukkan political will yang kuat untuk mengegolkan sistem tersebut.

Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri menuturkan pemerintah telah mengusulkan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahkan, pemerintah sudah menghitung proyeksi premi senilai Rp20 triliun per tahun melalui dana APBN/APBD.

Langkah tersebut merupakan tindak lanjut dari jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin yang saat ini melindungi 76,40 juta penduduk dengan merogoh kocek APBN Rp5,10 triliun per tahun.

"Rencana pemberian jamkesmas bagi seluruh rakyat Indonesia sudah ada dalam roadmap kami. Meski demikian, target pencapaiannya baru pada 2014. Kami masih menunggu finalisasi UU BPJS dari DPR," ujar Usman.

Obama mungkin akan berkisah tentang perjuangannya dalam mengegolkan RUU Kesehatan itu pada kunjungannya ke Indonesia Juni nanti.

Namun, kami pikir, Indonesia perlu memotivasi diri lebih kuat dalam menjawab tantangan domestik itu. Toh, tak sedikit keluhan warga miskin yang sudah digelontorkan dana Rp5,10 triliun itu. Bukankah kesehatan yang lebih baik juga akan berujung pada produktivitas bangsa yang unggul? (06) (tahir.saleh@bisnis. co.id/sylviana.pravita@bisnis.co.id)

Dikutip dari artikel Harian Bisnis Indonesia edisi 23 Maret 2010 berjudul: "Quo Vadis Jaminan Kesehatan, Berkaca Pada Konsistensi Obama Soal RUU Kesehatan.

Foto: www.portlandart.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu