![]() |
Dewi Idol saat bernyanyi di Shisha Cafe, photo by EqualEvent |
Musik live kini ditawarkan
dengan model bisnis MLM
Oleh M. Tahir Saleh
MALAM mulai merambat ketika Dewi Puspita, penyanyi
jebolan Indonesia Idol 2014, melantunkan sebuah lagu dalam konser di Shisha
Cafe, Kemang, Jakarta. Berbalut gaun pink
indah tanpa lengan, sosoknya tampak anggun berkerlap-kerlip saat lampu panggung
menyorotnya. Ia tak canggung menggoda penonton, meski baru seumur jagung tampil sebagai finalis di kontes bernyanyi
paling populer di Indonesia.
Beberapa menit sebelumnya, pendatang baru Afan
Mahesa menghibur penonton lewat lagu ‘Imposible‘ milik juara The X
Factor Britania Raya 2012, James Arthur. Penonton menikmati, terbawa suasana
romantis yang dihadirkan kedua muda-mudi berbakat ini. Tapi bukan Dewi dan Afan
semata, konser live pada 7 Mei itu juga diisi oleh penampilan
musisi lain. Beberapa belum kondang, tapi berkualitas, seperti Ucok Baba beserta BABA Band-nya, Hasan Faruq, Young
Boys, Adam Jackson, Whirling Darvish, Graffiti Artists, dan Groove N’Roll. Di akhir acara, kelompok musik
sufi DEBU menjadi penampil pamungkas. Mereka dipimpin oleh Mustafa
Daod, penyanyi utama dan penata musik band
tersebut.
Semua musisi ini hadir dalam rangka
memperkenalkan EqualEvent, perusahaan promosi online yang menerapkan sistem baru dalam mengelola acara musik.
Sesuai nama, konsep bisnisnya menjadikan semua pihak yang terkait sama-sama
berbagi risiko. Setiap orang dengan akun Facebook punya kesempatan untuk
menjadi promotor acara musik live dan
mendapatkan keuntungan dari persentase harga tiket. Sistemnya seperti multi-level marketing (MLM). “Sekarang, siapa pun bisa menjadi promotor hanya dengan memakai akun media sosial,”
kata Mustafa. “Basis promosinya lewat internet supaya para penggemar dan pelaku
seni bisa sukses membuat acara yang berkualitas dan menarik tanpa risiko rugi.”
Mustafa menjadi salah satu investor
EqualEvent dengan menggandeng seorang kawan dari Wales yang bekerja sebagai
produser televisi, David Erza-Evans. Keduanya punya kesamaan visi untuk menumbuhkembangkan
musik live di Tanah Air. “Saya malang
melintang 13 tahun di musik. Kenapa saya terjun ke bisnis? Karena saya melihat
kurangnya apresiasi,” ujar Mustafa ketika ditemui kembali di sebuah kafe di
Fatmawati, Jakarta Selatan. Pria berambut gondrong pirang ini datang ditemani
rekan bisnisnya, David Erza.
Ide mendirikan EqualEvent
muncul dari sulitnya menemukan acara musik live, bahkan di Jakarta sekalipun.
Kesulitan ini salah satunya akibat kurang informasi dan promosi. Ketiadaan
informasi tidak hanya dirasakan warga lokal, melainkan juga ekspatriat yang tengah
mengunjungi Indonesia dan ingin menonton acara musik langsung. Padahal, publik
cukup gandrung dengan musik live—ini dibuktikan dengan banyaknya konser musisi
mancanegara.
“Semua orang suka live music,
membawa kebahagiaan. Maka itu butuh satu sistem, sistem yang bisa membuat live
music hidup dan terus-menerus,” katanya.
“Kurangnya musik live juga
disebabkan penyedia tempat atau venue
terbebani dengan tarif artis terkenal yang tinggi sementara bila memakai artis
baru cenderung berisiko rugi.“ Promotor atau pemilik tempat sering kali akan menanggung rugi apabila acaranya
tidak sesukses perkiraan.
Menariknya, dalam model bisnis
ini, semua pecinta musik yang punya akun Facebook bisa menjadi promotor. Kesederhanaan
sistemnya mengizinkan semua orang di kota mana pun untuk
menciptakan EqualEvent. Dalam menjalankan sistem sejenis MLM ini, ada beberapa
pihak yang terlibat, yakni: EqualEvent sebagai perusahaan, venue, artis, agen (Blue Bird, puluhan hotel, perusahaan bus Pahala
Kencana), dan show runner atau
promotor yang mengandalkan akun media sosial.
Promotor terlebih dulu mendaftar
untuk mendapatkan kode. Ambil contoh akan digelar satu musik live di sebuah kafe, tiket lalu dicetak
dan dibagikan kepada khalayak dengan mencantumkan kode promotor yang sebelumnya
mendaftar. “Persentasenya dari tiket dipotong 20% untuk agen, setelah itu 80%
nanti dibagi lagi. Dari nilai itu 60% untuk artis penampil, sisanya 20% untuk
perusahaan dan 20% untuk showrunner atau
promotor,” jelas David.
Mustafa dan Saleem Debu, photo by EqualEvent |
Dengan konser live rutin, artis bakal tertarik ikut mengingat
tak hanya uang akumulasi tiap pekan, tapi apresiasi menjadi hal paling
penting buat musisi. “Misalnya artis tampil delapan kali, tiap tampil dapat Rp10 juta, lebih menarik daripada satu kali tampil dapat
Rp50 juta. Itu besar, tapi belum pasti terus, ditambah lagi ada apresiasi,”
jelas Mustafa. Manajemennya pun tak mensyaratkan kriteria artis penampil. Itulah yang membuat
komedian Ucok Baba penasaran. “Mas Mustafa, artis-artis macam kami bisa tidak
tampil di sini?” teriak Ucok yang bertubuh mungil. Malam itu dia tampil bersama
BABA Band, grup beranggotakan musisi-musisi ‘mini’. “Semua bisa tampil,” jawab Mustafa seketika.
Model bisnis ini, menurut David dan
Mustafa, belum dikembangkan di Indonesia—bahkan ini pertama kalinya
di dunia. Mereka menyatukan semua elemen yang dibutuhkan guna membuat sebuah
acara terealisasi dengan baik. “Metodenya didasarkan pada hubungan kontrak serta pembagian persentase
yang telah disepakati dari pendapatan acara, dan itu bukan biaya
tetap,” jelas Mustafa. “Dengan cara ini, risiko kerugian diminimalkan sehingga
acara–acara berkualitas yang saling menguntungkan bisa lebih sering dilakukan.”
Dengan potensi
penonton Tanah Air yang menggemari acara musik live, mereka optimistis bisa bekerja sama dengan artis berkualitas
dan bermitra dengan venue seperti kedai kopi
atau hotel di seluruh dunia. Tentu dengan menciptakan hubungan saling
menguntungkan. Mereka beroperasi tidak hanya di Jakarta, tetapi juga menggelar acara musik di
Surabaya, Bali, dan Singapura. Konsep EqualEvent diharapkan meluas ke seluruh
Asia Tenggara serta mampu menembus Eropa dan Amerika. “Tak ada yang mampu meningkatkan
penjualan makanan dan minuman seperti mendengarkan live
music,” kata Mustafa. □
Tulisan ini terbit di Majalah Bloomberg
Businessweek Indonesia, 26 Mei 2014
Words: 929
Tidak ada komentar:
Posting Komentar