Senin, 09 Juni 2014

Revolusi Promotor Musik

Dewi Idol saat bernyanyi
di Shisha Cafe, photo by EqualEvent
Musik live kini ditawarkan dengan model bisnis MLM

Oleh M. Tahir Saleh

MALAM mulai merambat ketika Dewi Puspita, penyanyi jebolan Indonesia Idol 2014, melantunkan sebuah lagu dalam konser di Shisha Cafe, Kemang, Jakarta. Berbalut gaun pink indah tanpa lengan, sosoknya tampak anggun berkerlap-kerlip saat lampu panggung menyorotnya. Ia tak canggung menggoda penonton, meski baru seumur jagung tampil sebagai finalis di kontes bernyanyi paling populer di Indonesia.

Beberapa menit sebelumnya, pendatang baru Afan Mahesa menghibur penonton lewat lagu Imposiblemilik juara The X Factor Britania Raya 2012, James Arthur. Penonton menikmati, terbawa suasana romantis yang dihadirkan kedua muda-mudi berbakat ini. Tapi bukan Dewi dan Afan semata, konser live pada 7 Mei itu juga diisi oleh penampilan musisi lain. Beberapa belum kondang, tapi berkualitas, seperti Ucok Baba beserta BABA Band-nya, Hasan Faruq, Young Boys, Adam Jackson, Whirling Darvish, Graffiti Artists, dan Groove N’Roll. Di akhir acara, kelompok musik sufi DEBU menjadi penampil pamungkas. Mereka  dipimpin oleh Mustafa Daod, penyanyi utama dan penata musik band tersebut.


Semua musisi ini hadir dalam rangka memperkenalkan EqualEvent, perusahaan promosi online yang menerapkan sistem baru dalam mengelola acara musik. Sesuai nama, konsep bisnisnya menjadikan semua pihak yang terkait sama-sama berbagi risiko. Setiap orang dengan akun Facebook punya kesempatan untuk menjadi promotor acara musik live dan mendapatkan keuntungan dari persentase harga tiket. Sistemnya seperti multi-level marketing (MLM). “Sekarang, siapa pun bisa menjadi promotor hanya dengan memakai akun media sosial,” kata Mustafa. “Basis promosinya lewat internet supaya para penggemar dan pelaku seni bisa sukses membuat acara yang berkualitas dan menarik tanpa risiko rugi.”

Mustafa menjadi salah satu investor EqualEvent dengan menggandeng seorang kawan dari Wales yang bekerja sebagai produser televisi, David Erza-Evans. Keduanya punya kesamaan visi untuk menumbuhkembangkan musik live di Tanah Air. “Saya malang melintang 13 tahun di musik. Kenapa saya terjun ke bisnis? Karena saya melihat kurangnya apresiasi,” ujar Mustafa ketika ditemui kembali di sebuah kafe di Fatmawati, Jakarta Selatan. Pria berambut gondrong pirang ini datang ditemani rekan bisnisnya, David Erza.

Ide mendirikan EqualEvent muncul dari sulitnya menemukan acara musik live, bahkan di Jakarta sekalipun. Kesulitan ini salah satunya akibat kurang informasi dan promosi. Ketiadaan informasi tidak hanya dirasakan warga lokal, melainkan juga ekspatriat yang tengah mengunjungi Indonesia dan ingin menonton acara musik langsung. Padahal, publik cukup gandrung dengan musik live—ini  dibuktikan dengan banyaknya konser musisi mancanegara. 

“Semua orang suka live music, membawa kebahagiaan. Maka itu butuh satu sistem, sistem yang bisa membuat  live music hidup dan terus-menerus,” katanya.  “Kurangnya musik live juga disebabkan penyedia tempat atau venue terbebani dengan tarif artis terkenal yang tinggi sementara bila memakai artis baru cenderung berisiko rugi.“ Promotor atau pemilik tempat sering kali akan menanggung rugi apabila acaranya tidak sesukses perkiraan.

Menariknya, dalam model bisnis ini, semua pecinta musik yang punya akun Facebook bisa menjadi promotor. Kesederhanaan sistemnya mengizinkan semua orang di kota mana pun untuk menciptakan EqualEvent. Dalam menjalankan sistem sejenis MLM ini, ada beberapa pihak yang terlibat, yakni: EqualEvent sebagai perusahaan, venue, artis, agen (Blue Bird, puluhan hotel, perusahaan bus Pahala Kencana), dan show runner atau promotor yang mengandalkan akun media sosial. 

Promotor terlebih dulu mendaftar untuk mendapatkan kode. Ambil contoh akan digelar satu musik live di sebuah kafe, tiket lalu dicetak dan dibagikan kepada khalayak dengan mencantumkan kode promotor yang sebelumnya mendaftar. “Persentasenya dari tiket dipotong 20% untuk agen, setelah itu 80% nanti dibagi lagi. Dari nilai itu 60% untuk artis penampil, sisanya 20% untuk perusahaan dan 20% untuk showrunner atau promotor,” jelas David.

Mustafa dan Saleem Debu,
photo by EqualEvent
Venue, kata Mustafa, bakal mendapatkan seorang promotor yang khusus memasarkan tempat acara sendiri. “Jadi venue enggak perlu lagi pusing mikirin bayaran artis. Untuk agenda pertama, EqualEvent akan digelar pada Agustus mendatang setiap Rabu dan Sabtu malam di Shisha Cafe dengan menghadirkan DEBU beserta musisi lain. Selain itu, juga bakal digelar live music empat kali seminggu dengan label Unsigned and Trending. Harga tiket pada event Agustus dipatok antara Rp90.000-180.000 tanpa makanan dan Rp180.000-360.000 dengan makanan. Perusahaan juga memasang agenda tampil di tiga kedai kopi terbaik di Jakarta dengan beberapa band yang tren di situs YouTube. Kriteria tempatnya berkapasitas 50-500 penonton, meskipun sebetulnya sistem cukup fleksibel untuk menampung lebih banyak penonton.

Dengan konser live rutin, artis bakal tertarik ikut mengingat tak hanya uang akumulasi tiap pekan, tapi apresiasi menjadi hal paling penting buat musisi. “Misalnya artis tampil delapan kali, tiap tampil dapat Rp10 juta, lebih menarik daripada satu kali tampil dapat Rp50 juta. Itu besar, tapi belum pasti terus, ditambah lagi ada apresiasi,” jelas Mustafa. Manajemennya pun tak mensyaratkan kriteria artis penampil. Itulah yang membuat komedian Ucok Baba penasaran. “Mas Mustafa, artis-artis macam kami bisa tidak tampil di sini? teriak Ucok yang bertubuh mungil. Malam itu dia tampil bersama BABA Band, grup beranggotakan musisi-musisi ‘mini. “Semua bisa tampil,” jawab Mustafa seketika.

Model bisnis ini, menurut David dan Mustafa, belum dikembangkan di Indonesiabahkan ini pertama kalinya di dunia. Mereka menyatukan semua elemen yang dibutuhkan guna membuat sebuah acara terealisasi dengan baik. “Metodenya didasarkan pada hubungan kontrak serta pembagian persentase yang telah disepakati dari pendapatan acara, dan itu bukan biaya tetap,” jelas Mustafa. “Dengan cara ini, risiko kerugian diminimalkan sehingga acara–acara berkualitas yang saling menguntungkan bisa lebih sering dilakukan.”

Dengan potensi penonton Tanah Air yang menggemari acara musik live, mereka optimistis bisa bekerja sama dengan artis berkualitas dan bermitra dengan venue seperti kedai kopi atau hotel di seluruh dunia. Tentu dengan menciptakan hubungan saling menguntungkan. Mereka beroperasi tidak hanya di Jakarta, tetapi juga menggelar acara musik di Surabaya, Bali, dan Singapura. Konsep EqualEvent diharapkan meluas ke seluruh Asia Tenggara serta mampu menembus Eropa dan Amerika. “Tak ada yang mampu meningkatkan penjualan makanan dan minuman seperti mendengarkan live music,” kata Mustafa.


Tulisan ini terbit di Majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, 26 Mei 2014
Words: 929

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu