Kamis, 25 September 2008

Lintas Garapan, sorot implementasi SRG/UKM


Memperkenalkan resi gudang kepada petani
M Tahir Saleh

Saat panen tiba pada April lalu, Suparman, petani di Karawang, terpaksa langsung menjual gabahnya kepada tengkulak, meski harga jualnya anjlok. Kebutuhan dana saat itu membuat dia tak bisa menunggu saat harga jual tinggi.

Panenan Suparman cukup banyak, sekitar sebanyak 1.000 ton gabah kering, yang dijualnya Rp2.500 per kg. Padahal, beberapa bulan kemudian, harga komoditas itu Rp3.500 per kg.

Suparman berangan-angan, seandainya dia bisa menggadaikan gabahnya, tentu dia akan bisa mendapatkan untung lebih besar dari gabah yang dijual beberapa bulan kemudian. Bukan hanya Rp2,5 miliar yang dia dapat, tetapi Rp3,5 miliar.

Tak hanya Suparman, petani umumnya selalu menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan. Justru saat panen tiba, karena harga komoditas hasil jerih payah mereka anjlok.

Suparman dan rekan-rekan petani yang lain seharusnya bisa mendapatkan dana itu, dengan mengagunkan gabahnya, melalui sistem resi gudang. Gabah disimpan di gudang, lalu mendapatkan resi dari pengelolanya, untuk kemudian ditukarkan dengan dana pinjaman.

Sesuai dengan UU No. 9 tahun 2006 tentang Resi Gudang. Resi gudang merupakan surat berharga berupa dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang.

Di negara yang pemerintahnya mulai mengurangi otoritas stabilisasi harga komoditas, seperti India, Malaysia, Filipina, dan Ghana, sistem ini akrab disebut warehouse receipt.

Ini adalah satu instrumen yang dapat diperdagangkan, atau dipertukarkan dalam sistem pembiayaan perdagangan.

SRG juga dijadikan sebagai jaminan atau bukti penyerahan barang untuk pemenuhan kontrak derivatif yang jatuh tempo, sebagaimana dalam kontrak berjangka.

Hanya saja, resi gudang bagi Suparman dan banyak petani lain masih menjadi sekadar angan-angan, karena sistemnya butuh beragam syarat yang tak ringan. Pengelola gudang, disyaratkan modal dasar minimal Rp1,5 miliar,

dengan modal setor Rp600 juta, kekayaan bersih Rp500 juta. Mereka juga harus menguasai minimal satu gudang yang diakui Bapppeti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi).

Pengelola gudang juga harus memiliki standard mutu dan ISO 9000. Lha, kalau itu harus dipenuhi semua, siapa yang bisa?

Menurut Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) Surdiyanto Suryodarmodjo, komoditas yang akan disimpan di gudang juga harus memenuhi standar tertentu yang dibuktikan oleh lembaga penilai kesesuaian, seperti Sucofindo dan Surveyor Indonesia.

Semacam fit and proper test, barang diuji sifat, jenis, jumlah, mutu, dan lain. Setelah itu, giliran perusahaan asuransi yang beraksi menilik ganti rugi menanggung risiko apabila barang rusak, hilang, atau musnah.

Selesai asuransi, KBI akan meregistrasi dan mengkonfirmasi proses tadi hingga menerbitkan kode registrasi, lalu lahirlah resi gudang. Ini adalah proses yang menimbulkan biaya.

"Belum biaya penyimpanan atau sewa gudang, biaya registrasi, biaya penilaian mutu, asuransi, termasuk biaya bunga pinjaman dengan agunan resi tersebut," ujar Wakil Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Trisula Majalengka Boy Supanget.

Biaya itu memang dapat ditutup margin harga komoditas setelah disimpan. Di situlah sistem regi gudang berperan.

Tetapi, dia menilai UU resi gudang belum dapat diimplementasikan sepenuhnya, karena masih banyak kendala.

Kesiapan bursa berjangka juga masih dipertanyakan. Hal yang pasti gabah belum termasuk komoditas yang diperdagangkan di bursa berjangka komoditas, meski banyak petani mengharap manfaat sistem resi gudang itu.

Skema pendanaan

Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah mengembangkan Skema Pendanaan Komoditas KUKM Dengan Jaminan Resi Gudang, sekaligus menyambut lahirnya UU No 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.

Skema ini dimaksudkan sebagai fasilitas pembiayaan modal kerja dengan agunan berupa barang persediaan, seperti gabah, yang dibuktikan dengan kepemilikan 'resi gudang', yang diterbitkan pengelola gudang.

Pada 2006, Kementerian Koperasi dan UKM menganggarkan dana penguatan modal bagi koperasi untuk pembelian gabah petani melalui sistem 'resi gudang' sebesar Rp24 miliar.

Tahun lalu anggaran ini dinaikkan menjadi Rp26 miliar. Setidaknya ada lima koperasi yang sudah mendapatkan penguatan modal melalui dana bergulir itu.

Skema pendanaan ini mencakup, KUKM individu anggota kelompok atau anggota koperasi paling banyak Rp100 juta per transaksi, sedangkan KUKM massal yang dikoordinasikan oleh kelompok atau koperasi lebih besar dari Rp100 juta.

Plafon pembiayaan ini 70% dari nilai komoditas yang dijaminkan, jangka waktu paling lama tiga bulan, sedangkan bunga atau jasa pinjaman sebesar bunga sertifikat Bank Indonesia + 3% per tahun.

Memang tak hanya gabah saja yang bisa 'diresigudangkan' dalam skema ini, tetapi juga beras, jagung, kopi, karet, kakao, lada, rumput laut serta komoditas lain yang memang memenuhi persyaratan untuk memperoleh pendanaan komoditas.

Volume transaksi minimal yang dapat dibiayai dengan skema ini, adalah gabah kering simpan 14 ton, beras 7 ton, jagung dan gula pasir 7 ton, pupuk 3 ton, kacang kedelai 7 ton, atau komoditas lain berdasarkan kelayakan usaha.

Ispandie, KUD Warga Bhakti - koperasi di Karawang, Jawa Barat yang memperoleh bantuan modal skema itu, mengatakan bantuan modal Rp250 juta dengan limit pengembalian maksimal tiga bulan telah digunakan untuk membiayai komoditas gabah dan beras.

Dana itu dipakai untuk meningkatkan stok gabah dan beras di gudang untuk hedging (lindung nilai) saat harga komoditas itu anjlok.

Ispandie menilai ada banyak manfaat dari pinjaman itu. Stok padi yang awalnya hanya 150 ton bisa digelembungkan menjadi 300 ton.

"Ya, walaupun harusnya bisa mencapai 500 ton, seperti idealnya resi gudang, tetapi itu sudah membantu."

'Resi gudang' Warga Bhakti itu belum bisa dikatakan sebagai resi gudang, karena gabah dan beras memang belum diatur dalam ketentuan bursa berjangka komoditas.

Ini pula yang menjadi salah satu alasan kenapa bank tak mau membiayai resi gudang beras atau gabah, yang belum bisa diperdagangkan di bursa berjangka komoditas.

Meski demikian, 'resi gudang' ini diakui sudah bisa membantu petani anggota koperasi mendapatkan margin penjualan gabah yang lebih tinggi di kemudian hari? (Moh. Fatkhul Maskur) (redaksi@bisnis.co.id)

dipublikasikan di Jurnal UKM edisi sisipan Harian Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu