Senin, 22 September 2008

Sabtu kelabu di Islamabad


Kini giliran JW Marriot Pakistan
Oleh Tahir Heringuhir

Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk melupakan peristiwa penting yang menyita perhatian kita semua saat itu. Bahkan dunia pun berteriak mengutuk peristiwa yang terjadi tepat 5 Agustus 2003. Bom meledakkan Hotel JW Marriott di kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan, sekitar pukul 12.45 WIB.

Sumber ledakkan bom bunuh diri itu berasal dari mobil Toyota Kijang dengan nomor polisi B 7462 ZN. Sedikitnya 12 orang meregang nyawa dan 150 orang cedera. Hotel bintang lima dengan 33 lantai itu pun ditutup selama lima minggu. Itu seonggok kisah yang layak dibingkai sambil mengambil hikmahnya.

Miris memang, karena kebanyakan masyarakat awam yang tidak tahu apa-apa dan berpenghasilan kecil menjadi korban, termasuk satpam hotel. Pastinya, incaran bom itu bukan masyarakat kecil tetapi ekspatriat yang bermukim di hotel tersebut.

Sebab itulah Marriott dipilih, apalagi kawasan Kuningan bertebaran hampir separuh kantor duta besar negara-negara seluruh dunia. Seperti kata pepatah, maksud hati membunuh lalat, justru nyamuk yang jadi korban.

Meskipun ditilik dari kedahsyatan, bom di Kuta, Bali, 12 Oktober 2002 sebenarnya lebih bertenaga dari Marriott, tetapi tetap saja bom adalah bom, tinggal atur waktu lalu Blegerrrr....meledak. Ada korban, ada kerugian fisik, ada kepentingan, dan ada tangis.

Begitulah. Dan lagi-lagi bom kembali ‘berteriak’ di Pakistan. Negara yang dahulunya merupakan bagian dari India itu jadi sasaran serangan entah dari mana, entah siapa? Tidak mungkin tuduhan dialamatkan ke Amrozi, Abu Bakar Baasyir, atau Hambali?

Negeri asal pemikir Muhammad Iqbal itu digoyang bom. Di kala masyarakat Indonesia merayakan gempita ramadhan dengan petasan dan kembang api, di Pakistan iklim itu tidak nampak, yang terlihat hanya duka mendalam.

Bukan karena kain hitam masih menyelimuti negara bekas wilayah India itu pasca terbubuhnya Benazir Bhutto 27 Desember tahun lalu, tetapi bom, lagi-lagi Marriott menjadi pilihan.

Sabtu, 21 September 2008, sebuah bom mobil meledak sangat dahsyat di depan hotel hotel milik Marriott International yang berada di Islamabad itu. Bahkan CNN memberi kemungkinan bangunan hotel itu akan ambruk.

Bisa dibayangkan berapa kekuatan tempur bom itu. Ledakannya tergolong dahsyat karena suara ledakan terdengar dari kejauhan, setidaknya hingga sejauh 15 kilometer.

”Kami langsung berlarian untuk mencari perlindungan, saya melihat banyak orang yang cedera,” cerita Imtiaz Gul, seorang wartawan, tulis KOMPAS mengutip Reuters dan AP.

Bahkan salah satu pegawai hotel berseru "Saya tidak menyadari apa yang terjadi tetapi seperti dunia serasa kiamat," ungkap Mohammad Sultan. Bahkan satu WNI menuturkan ”Ada hembusan angin yang sangat kencang. Saya semula menduga ada bencana alam. Setelah saya membuka jendela dan melongok keluar, masih merasakan adanya hembusan angin yang sangat kuat itu. Beberapa detik kemudian, TV setempat menyiarkan adanya ledakan bom di Marriot.”

KOMPAS minggu melaporkan, bom tersebut menelan korban sementara 60 orang, rata-rata wanita dan anak-anak, termasuk juga petugas satuan pengamanan dan tamu hotel yang merupakan warga negara asing.

Minimal korban cedera sudah mencapai 200 orang, jumlahnya bisa bertambah karena masih banyak orang yang terjebak di dalam hotel

Siapa yang bertanggung jawab atas hal ini? Sejauh ini belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas peledakan itu. Kita tahu bahwa Pakistan adalah negara yang menjadi sasaran terorisme, terutama kelompok Taliban yang menentang kerja sama Pakistan-AS dalam perang melawan terorisme. Seperti Indonesia, Pakistan juga seringkali didera bom.

Yang masih hangat mungkin bom bunuh diri yang menyerang mantan PM Pakistan 1988 dan 1993, Benazir Bhutto. Wanita aktivis gembelangan Harvard dan Oxford itu terbunuh setelah meninggalkan Liaquat national Bagh di Rawalpindi dalam rangka kampanye pemilu 2008. Bagian lehernya ditembus peluru pembunuh yang kemudian juga meledakkan sebuah bom bunuh diri.

Ledakan terjadi pada hotel dengan 290 kamar itu hanya beberapa jam setelah Presiden Asif Ali Zardari yang notabene suami Bhutto, menyampaikan pidato pertama di gedung parlemen, yang berjarak hanya beberapa ratus meter di sebelah timur Marriott. Saat berbicara di parlemen, Zardari mengatakan bahwa akar terorisme akan dikikis habis.

Marriott yang tersebar di 37 negara termasuk Indonesia itu sudah pernah dua kali terkena ledakan di Pakistan namun ledakan Sabtu itu adalah terparah di Islamabad sejak Pakistan bergabung dengan program AS untuk memerangi militansi sejak 2001. Bagi kita ini menjadi tolak ukur sebuah penerapan demokrasi dengan tumbal nyawa manusia, ataukah ada alternatif pendapat lain?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu