Rabu, 24 Oktober 2012

Melihat Thailand Memoles Logistik

'RI Bisa Contoh Negeri Gajah Putih Mendukung Freight Forwarder'
Integrasi logistik Asean pada 2013 sudah di depan mata. Thailand mempersiapkan diri memasuki era liberalisasi logistik di Asia Tenggara itu dengan menggelar Thailand International Logistics Fair 2012 pada 19-22 September 2012. Apa saja yang menarik dari pameran itu, berikut tulisan singkatnya:

Pembukaan TILOG2012, Sin Kumpha (tengah) dan Kate Choomchaiyo (kanan)
by logisticfair.com
CHARVANIN BUNDITKITSADA, Chief Executive Officer JVK Group, tiba-tiba mengeryitkan dahinya ketika ditanya berapa peringkat Thailand saat ini dalam Logistics Perfomance Index versi Bank Dunia.

Bos salah satu perusahaan solusi logistik terbesar di Negeri Gajah Putih itu hanya terdiam sejenak, lantas mencoba menebak barangkali peringkat negaranya masih lebih baik ketimbang Indonesia.

“Saya tidak tahu jelasnya peringkat berapa di Bank Dunia,” katanya saat ditemui di sela-sela kunjungan wartawan Asia di salah satu gudang utama JWD InfoLogistics Company Limited, anak usaha JVK Group, di Provinsi Chonburi, Thailand, Selasa (18/9).

Logistics Perfomance Index (LPI) adalah penilaian peringkat yang dilakukan Bank Dunia terhadap 155 negara. Peringkat didasarkan pada survei global dari operator lapangan baik dari ekspedisi kargo (freight forwarder) maupun jasa kurir yang memberikan umpan balik soal perlakukan logistik di negara tempat mereka beroperasi.

Perkiraan Bunditkitsada tepat. Sesuai dengan data Bank Dunia, ranking LPI Thailand pada tahun ini lebih baik dari Indonesia. Thailand berada di urutan ke-38, sementara Indonesia di urutan ke-59 dari 155 negara.

Peringkat pertama dunia diisi Singapura yang menggeser Jerman, sedangkan Malaysia diperingkat ke-29. Posisi Indonesia 2 tahun lalu masih jauh di urutan ke-75, Malaysia dan Thailand lebih baik masing-masing ke-29 dan ke-35.

“Banyak hal terkait dengan permasalahan logistik tentu setiap perusahaan punya masalah yang berbeda-beda tetapi secara garis besar efisiensi memang jadi perhatian,” ungkapnya.

JVK Group merupakan satu dari 190 perusahaan partisipan Thailand International Logistics Fair (TILOG) 2012 yang digelar pada 19-22 September 2012 di Bangkok International Trade Exhibiton Centre (BITEC).

Acara tahunan yang ke-9 itu digagas Departemen Promosi Perdagangan Internasional, bagian dari Kementerian Perdagangan Thailand, dengan menggandeng Thai National Shippers Council dan Hazardous Substances Logistics Association.

Tujuannya mencari solusi mengurangi biaya logistik dan menaikkan ekspor, meningkatkan standar pengiriman barang, dan mendorong kemandirian logistik di negara kerajaan itu dalam Asean Economic Community (AEC) pada 2015

Dari Indonesia, dua perwakilan ikut serta yakni JNE Logistics dan PT Samudera Indonesia yang memiliki anak usaha PT Silkargo Indonesia. Dari Singapura ada enam perusahaan, Kamboja lima per usahaan, Vietnam empat perusahaan, dan China lima perusahaan.

Bangun Jaringan
Kulpong Saralamba, Inward Manager Samudera Shipping Line Ltd, anak usaha Samudera Indonesia, mengatakan tahun lalu pihaknya juga turut serta dalam pameran yang sama guna mempromosikan perseroan sekaligus mencari mitra guna memperkuat jaringan.

“Perwakilan dari Jakarta sudah kembali, jadi kami di sini untuk mempromosikan PT Samudera Indonesia dan keseluruhan bisnisnya,” tuturnya.

Bagi Wakil Menteri Perdagangan Kementerian Perdagangan Sin Kumpha, penyelenggaraan pameran itu penting mengingat negaranya perlu mendukung pertumbuhan industri logistik.

Hal itu lantaran Asean bakal menjadi pasar kuat karena punya total populasi mencapai 600 juta penduduk. Potensi dengan kelebihan jumlah penduduk itu, katanya, bisa menjadi target pasar ekspor baik bagi Thailand sendiri maupun negara Asia lain.

Sin Kumpha mendorong kebijakan yang membuka keran efektivitas berbisnis dan berusaha sehingga memudahkan industri bertumbuh.

Netpreeya Kate Choomchaiyo, Direktur Logistik Perdagangan Departemen Promosi Perdagangan, Kementerian Perdagangan Thailand, mengatakan persoalan logistik Thailand berbeda dengan Indonesia yang terkendala infrastruktur sehingga menimbulkan beban biaya tinggi.

Dengan kondisi itu, masalah di kedua negara tak bisa dipetakan sama. Indonesia, menurutnya, punya kelemahan infrastruktur jalan darat dari pelabuhan ke gudang. Imbasnya, biaya logistik jadi selangit.

***
Suasana TILOG 2012 by Logisticfair.com
Direktur Logistik Perdagangan Departemen Promosi Perdagangan, Kemendag Thailand Netpreeya Kate Choomchaiyo menilai Indonesia punya keunggulan adanya keterhubungan antarpulau yang membaik.

“Kalau kami kebalikannya dari Indonesia. Sarana infrastruktur kami sangat baik, jalan tol. Jalan darat, truk, dan kami juga kuat pada penerbangan,”paparnya.

Kate mengklaim sejak penyelenggaraan TILOG yang sudah kesembilan kalinya mengesankan karena terjadi penurunan dalam beban biaya terhadap produk domestik bruto (PDB). “Ada peningkatan volume logistik hingga 10 kali lipat, rasio beban ke PDB juga berkurang."

Padahal, imbuhnya, beban logistik Thailand  2 tahun lalu 18% dari PDB. Dengan pertumbuhan industri yang cukup baik, beban biaya diharapkan berkurang menjadi 15% terhadap GDP dan beberapa tahun mendatang bisa menjadi hanya 10% dari PDB.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat statistik terakhir biaya logistik di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asean yakni sebesar 25%--30% dari PDB. Padahal idealnya tidak melebihi 15% dari PDB.

Besaran biaya logistik tersebut terdiri dari biaya pengelolaan persediaan (inventory carrying cost), biaya transportasi, dan biaya administrasi.

Cara mengurangi beban logistik tersebut, lanjut Kate, akan diimplementasikan dengan menyelenggarakan program latihan bagi perusahaan eksportir hingga perusahaan importir agar mengetahui layanan logistik secara baik dan sistem manajemennya.

“Kami juga kerja sama dengan tenaga ahli yang akan melakukan kunjungan langsung terhadap perusahaan,” jelas Kate yang sudah 20 tahun lebih menggeluti industri logistik di Thailand ini.

Selain itu, tuturnya, pemerintah juga akan menggadeng seluruh kampus di Thailand guna mencetak tenaga yang ahli di industri ini.

“Soal SDM bisa menjadi masalah ke depan jika tidak dipersiapkan karena bisnis ini makin tumbuh dengan segala tingkat kerumitannya,” ungkapnya.

General Manager Dynamic Intertransport Co Ltd, anak usaha logistik dari Charoen Pokhphand Trading Group, Kamol Satcha menambahkan cara lain meningkatkan efisiensi adalah mendorong penggunaan jalur sungai dalam angkutan barang.

Saat ini, jalur sungai baru dimanfaatkan sekitar 5% dari total distribusi barang. Dia mengharapkan angkutan sungai bisa ditingkatkan perannya menjadi 10%. Saat ini, logistik lewat darat mendominasi hingga 80% dari total angkutan barang di Thailand.

Pada 2006-2007, menurutnya, arus peti kemas melalui kota Lat Krabang, Thailand mencapai 1,7 juta mengakibatkan kemacetan parah karena setiap truk butuh waktu mengangkut dan memindahkan kontainer

Dulu, ungkapnya, perjalanan truk maksimal dua kali trip mengambil container. Saat ini, jumlah trip meningkat lima kali yang dibawa ke kawasan bisnis Ayutthaya, ibu kota Thailand, sebelum Bangkok.

Sin Kumpha menambahkan fokus pada peningkatan efektivitas dan efisiensi adalah keharusan mengingat logistik merupakan faktor penting dalam perdagangan internasional, khususnya layanan ekspor barang yang menyumbang 70% pendapatan negara.

Untuk mendorong kemajuan logistik Thailand, Kate juga mengungkapkan pihaknya meng gandeng sejumlah institusi lain. “Dukungan pemerintah saat ini nampak, misalnya ketika perusahaan logistik berinvestasi di luar negeri, atau ketika dalam urusan pendanaan,” katanya.

Kate berharap dengan penyelenggaraan TILOG tersebut yang diklaim terbesar di Asean bisa menurunkan biaya logistik menjadi kenyataan yakni 10% dari PDB. Untuk menjaring peserta TILOG, Kemendag Thailand bahkan sudah mengkampanyekan pameran tersebut 2 tahun lalu kepada pelaku industri dan duta besar negara sahabat.

Bagi saya yang datang khusus atas undangan Kemendag Thailand, penyelenggaraan pameran TILOG tak ada bedanya seperti pameran internasional di Indonesia. Namun, yang justru berbeda adalah komitmen negara dalam mendukung industri logistiknya yang sepatutnya dicontoh juga oleh Indonesia. (tahir.saleh@bisnis.co.id)

Terbit di Harian Bisnis Indonesia, edisi Senin dan Selasa 24—25 September 2012
Words: 1.088

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu