Sabtu, 20 Oktober 2012

Kala Bandara Sibuk Ngurus Mati Listrik

Bandara Soetta (by Dewbar)
Oleh M Tahir Saleh


SENIN (24/9) pukul 3 sore, Anton, salah satu pegawai maskapai AirAsia di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng tampak serius.

Tugasnya sebagai Tim Leader In-flight Sevices Air Asia di salah satu bandara tersibuk di dunia itu membuatnya fokus karena dia mesti mengirim laporan ke Kuala Lumpur, Malaysia secepatnya.

Akan tetapi sejurus kemudian dirinya terkaget-kaget ketika pekerjaannya sore itu terganggu. “Saya sadar listrik mati, sistem jadi down. Jadi, berpindah ke manual, semenit kemudian nyala lagi [listrik],” katanya Selasa (25/9).

Senin (24/9), aktivitas Bandara Soe karno-Hatta yang dirancang oleh arsitek Prancis Paul Andreu itu sempat mengalami gangguan listrik. Kendati gangguannya hanya beberapa menit, dampaknya terjadi keterlambatan pesawat hingga 2 jam.

Kronologinya pada pukul 15.04 terjadi kedipan listrik sesaat, lalu pada pukul 15.07 terjadi kedipan kedua dan pada 15.08 terjadilah gangguan listrik. Semenit kemudian, genset dinyalakan sehingga alat produksi normal kembali. Pukul 16.06, listrik kembali nyala.

Kepala Humas PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Pusat Bambang Dwiyanto menjelaskan terputusnya listrik ke Bandara Soerkarno--Hatta akibat kebakaran besar di daerah dekat Duri Kosambi pada Senin sore. Akibatnya, penghantar saluran udara tegangan tinggi (SUTET) di Cengkareng—Duri Kosambi padam.

“Ini menyebabkan Bandara Soekarno—Hatta dan sekitarnya sempat padam. Sampai saat ini pemeriksaan atas penyebab kebakaran itu masih diselidiki,” katanya.

Sebagai catatan bukan kali ini saja listrik di bandara utama di Indonesia itu mengalami padam listrik. Pada  25 April tahun ini, listrik di bandara itu juga padam bahkan saat itu lamanya hingga 2 jam 30 menit.

Dampaknya sangat terasa karena 27 penerbangan Garuda Indonesia kala itu terganggu, terdiri dari 14 penerbangan terkena keterlambatan penerbangan atau delay dan sisanya penerbangan lanjutan yang terkena efek domino.

Insiden saat itu disebabkan oleh sebagian Jakarta mengalami pemadaman listrik akibat adanya gangguan di Gardu Induk Gandul, Jakarta Selatan.

Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Tengku Burhanuddin mengatakan akibat pemadaman pada Senin sore itu, dampaknya terjadi delay dari maskapai yang beroperasi di Terminal 2 Bandara Soetta.

“Yang beroperasi di terminal 2 [delay], yang pasti beberapa flight Garuda Indonesia.”

Burhanuddin membandingkan antisipasi di bandara luar negeri, jika terjadi pemadaman, operator bandara segera merespon dengan generator listrik atau genset yang sudah tersedia. Di bandara internasional luar negeri juga selalu dilakukan latihan darurat guna mengantisipasi insiden tak diiinginkan termasuk listrik.

“Saran kami mungkin di bandara kita juga paling tidak 1 tahun sekali ada latihan emergency termasuk bagaimana mengatasi mati listrik agar kesigapan petugas dan alat itu berjalan dengan baik,” katanya.

Baginya insiden di bandara bertaraf internasional itu mesti segera diusut mengingat imbasnya berujung pada delay sekitar 2 jam.

“Maskapai pasti rugi dengan keterlambatan karena rotasi pesawat dan semoga penumpang yang terkena keterlambatan bisa memakluminya,” katanya.

Direktur Pemasaran dan Penjualan Garuda Indonesia Elisa Lumbantoruan mengatakan insiden itu menyebabkan delay maskapainya sekitar 10 menit—60 menit.

“Kemarin [Senin] gangguannya tidak lama yah, dulu pernah terjadi lebih lama, saya lupa kapan itu. Dampaknya kan misalnya check in, itu prosesnnya kan terganggu harus divalidasi lagi,” katanya.

Dia berharap Angkasa Pura II bisa mengantisipasi dengan cepat dan tidak hanya mengandalkan satu sumber energi utama dari PLN. “Genset memang ada delapan, tapi problemnya kan sempat down, di bisnis ini [aviasi] engga boleh begitu [down], power system harus reliable, mestinya sudah tersedia,” katanya.

Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura II Trisno Heryadi menegaskan pihaknya sudah mengantisipasi dengan baik. Sokongan energi dari delapan genset yang dimiiki lebih dari cukup untuk menangangi persoalan padamnya listrik tersebut.

Sebanyak delapan genset dalam 15 detik dapat mengatasi jalur prioritas di bandara tersebut di antaranya jaringan listrik keselamatan penerbangan termasuk radar, tower, transmitter dan lainnya sebesar 3x850 KVA (kilo volt ampere).

Selain itu genset juga mengatasi jaringan prioritas operasional pelayanan di terminal penumpang termasuk check-in, x-ray, bagasi, garbarata (aerobridge), filght information display system, dan lainnya sebesar 2x2000 KVA. Pukul 16.41 kemarin, katanya, suplay listrik masuk sehingga kondisi bandara normal kembali.

“Saat mati lampu 15 detik itu seluruh alat produksi bandara normal, proses keberangkatan dan kedatangan penumpang normal. Kegiatan operasional di bandara tidak terganggu berkat optimalnya delapan genset yang dimiliki,” tegasnya.

Sebagai informasi selain Bandara Soetta, Angkasa Pura II juga menangangi 11 bandara lain di antaranya Halim Perdanakusuma (Jakarta), Polonia (Medan), Supadio (Pontianak), Minangkabau (Padang), Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), dan Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru).

Tenaga Surya
Menteri BUMN Dahlan Iskan juga angkat bicara soal ini. Mantan Dirut PLN ini menghimbau agar bandara memakai tenaga surya. “Saya minta supaya dipasang solar cell sebanyak-banyaknya,” katanya dikutip Antara.

Tenaga surya itu, katanya, bisa dipasang di atap-atap bandara begitu juga dengan ruangan yang tersebar di seluruh terminal bandara agar sewaktu-waktu listrik padam, penerangan bisa dimanfaatkan dari tenaga surya.

Ketua Forum Transportasi Udara dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Suharto memandang pemadaman listrik di bandara tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi lagi dan tidak pantas terjadi pada saat Indonesia sudah mendeklarasikan bandara tersebut bertaraf dunia.

“Bukan soal nama internasionalnya tetapi bagaimana kita menjadi bandara world class? Itu gerbang negara, cerminan negara kita, pintu masuk,” katanya.

MTI, tegasnya, sudah berkali-kali menyarankan kepada Angkasa Pura II agar memperhatikan sistem yang ada agar berdiri sendiri khususnya terkait dengan listrik dan infrastruktur mengingat kevitalannya dalam penerbangan.

Dia memaklumi jika pemadaman terjadi lantaran keadaan kahar atau force majeure misalnya gangguan alam yang pernah terjadi di Eropa, tetapi jika pemadaman listrik lantaran terputusnya aliran utama dari PLN hal itu mestinya tidak bisa ditoleransi.

Bambang S Ervan, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub, menambahkan sebetulnya saat terjadi pemadaman kemarin, delapan genset yang menopang berfungsi dengan baik sehingga operasional bandara itu tidak terganggu. Namun, dia setuju perlu latihan tersebut guna mengantisipasi pemadaman listrik.

“Yang perlu dilakukan latihan emergency bersama menghadapi padam listrik yang melibatkan semua maskapai penerbangan dan pengelola bandara.”

Apa pun itu mestinya BandaraSoekarno-Hatta yang terhitung tersibuk di dunia ini tak perlu sibuk mengurusi listrik jika antisipasi dari awal sudah baik dan terstruktur. (tahir.saleh@bisnis.co.id)

Terbit di Harian Bisnis Indonesia, Rabu, 26 September 2012
Words: 937

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu