Minggu, 21 Oktober 2012

Tarif Naik Tetapi Layanan Seadanya

KRL Commuter Line (By Portaltigaimage)
Oleh M Tahir Saleh

PAGI—PAGI sekali, Agust sudah dibuat senewen lantaran tiket kereta rel listrik Commuter Line yang biasa dia beli Rp6.000 untuk relasi Depok-Jakarta Kota naik menjadi Rp8.000.

Mahasiswa Pascasarjana UI ini merasa belum pantas tarif dinaikan awal Oktober ini tapi layanan sama saja.

Pemuda 29 tahun ini menilai dengan terbatasnya gerbong dan ketepatan waktu yang masih molor membuat PT Kereta CommuterJabodetabek sebagai anak usaha dari PT Kereta Api Indonesia sebaiknya mesti berbenah lebih dahulu sebelum langkah penaikan harga.

“Kaget juga saya tiket sudah naik jadi Rp8.000,” katanya saat ditemui di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.

Karyawan swasta yang biasa naik Commuter dari Stasiun Pondok Cina ke Stasiun Cikini ini bahkan berfikiran agar ke depan tarif Commuter yang nonsubsidi ini idealnya naik, tapi KRL Ekonomi yang disubsidi oleh pemerintah itu bisa dihilangkan, toh tidak semua orang miskin naik kereta jenis itu dan subdisi diberikan dalam bentuk lain.

“Selama ini penumpang engga milih CL atau KRL Ekonomi, tapi siapa duluan dateng dan paling cepet sampai,” katanya.

Di Stasiun Bekasi, hal sama pun dirasakan Agustine. Wanita 25 tahun ini langsung terkejut saat diminta menambah sejumlah uang yang sudah disetornya di loket karcis. Dia penasaran lalu dijelaskan oleh petugas di balik loket dengan menunjukkan brosur tarif baru.

Terpaksa dia merogoh dompet kembali.
“Yah saya pasrah aja, daripada naik bis, lebih cepet naik kereta. Cuma aroma kapitalisnya kentel banget, manfaatin banget soalnya kan Commuter satu-satunya provider,” kata warga Bekasi Timur itu sambil berlalu.

Moderator KRLmania, komunitas pengguna kereta rel listrik (KRL), Nurcahyo mengatakan pada hari pertama penaikan tariff KRL Commuter Line tidak ada perubahan layanan.

“Sejak pagi tadi layanan KRL Commter Line tidak membaik, ada yang AC mati, kereta terlambat, juga kondisinya yang sangat dijejali penumpang,” katanya.

Bila KCJ mau menaikkan tarif KRL, tuturnya, seharusnya disertai dengan janji peningkatan standar pelayanan minimum (SPM).

“Mereka kalau kami tagih janji untuk standar pelayanan,tidak pernah mau.”

Firdaus Cahyadi, Koordinator Working Group Kaukus Lingkungan Hidup Jakarta, menilai biaya transportasi masyarakat akan meningkat setelah tarif KRL Commuter Line naik Rp2.000 untuk semua relasi.

“Kenaikan tarif KRL Commuter Line ini akan menambah besar potensi kemacetan lalu lintas karena sebagian pengguna KRL akan berpindah ke kendaraan pribadi, ”ungkapnya.

Sebetulnya penaikan tarif Commuter sebesar Rp2.000 yang berlaku untuk seluruh relasi itu sudah disosialisasikan oleh Kereta Commuter Jabodetabek sebagai operator setidaknya dalam 3 bulan terakhir. Namun nyatanya banyak penumpang tak semuanya mafhum dan membaca pengumuman yang ditempel melalui spanduk besar di setiap stasiun itu.

Kereta Wanita
Selain penaikan tarif, per 1 Oktober ini, Kereta Commuter Jabodetabek juga merilis kereta Rangkaian Khusus Wanita, kereta delapan gerbong penumpang yang dikhususkan bagi penumpang wanita mulai 1 Oktober.

Sekretaris Perusahaan Kereta Commuter Jabodetabek Makmur Syaheran berkilah kenaikan itu sudah disampaikan jauh-jauh hari dengan alasan peningkatan layanan kepada masyarakat.

Bahkan pihaknya juga sudah melakukan konferensi pers terkait dengan kebijakan itu. Makmur menekankan perlu dibedakan antara Commuter Line yang merupakan nonsubdisi dengan KRL Ekonomi yang disuntik subdisi pemerintah.

KCJ merupakan operator tunggal KRL Commuter Line. KCJ menjadi salah satu anak perusahaan PT KAI yang dibentuk sesuai dengan Inpres No.5/2008 dan Surat Menneg BUMN tertanggal 12 Agustus 2008.

Tugasnya menyelenggarakan jasa angkutan kereta api komuter dengan menggunakan sarana KRL di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang (Serpong) dan Bekasi (Jabotabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang.

Makmur menegaskan penaikan tarif itu bertujuan meningkatkan layanan. Selama ini pihaknya juga selalu berupaya meningkatkan layanan itu, misalnya 4 tahun lalu jumlah gerbong yang dimiliki baru 386 unit tetapi kini mendekati 700 unit.

“Ini kan upaya kami, jadi selama ini uang yang kami dapat dari tiket Commuter Nonsubdisi yah tentu kembali untuk pelayanan, penambahan gerbong, Kami juga sudah utang dari bank, tidak lagi andalkan pemegang saham,” tegasnya.

Dia mengatakan tahun ini pihaknya juga menambah 90 gerbong. Pendanaannya, 30 gerbong masih disokong oleh pemegang saham, sedangkan 60 gerbong menggunakan pinjaman perbankan dengan rerata harga satu gerbong Rp1 miliar.

Dari jumlah gerbong tahun ini, 50 unit sudah tiba, sementara 40 unit masih menunggu pengiriman dari Jepang. Tahun depan pihaknya juga menargetkan menambah 100 gerbong tetapi belum ada informasi dari Jepang atau negara lain sesuai dengan tender internasional.

Makmur bahkan mengklaim berdasarkan pantauan di lapangan, penyelenggaraan angkutan selama setengah hari pada 1 Oktober itu sudah berjalan lebih tertib dan lancar. Toh, SDM di stasiun dan di atas kereta sudah ditambah dari 200 orang menjadi 1.400 orang dan terus akan ditambah, seluruhnya alih daya. “Kami komitmen untuk naikan layanan,” katanya.

Meski demikian dia mengatakan kontribusi penyelenggaraan Commuter yang nonsubdisi itu mampu memberikan kontribusi hingga 70% terhadap pendapatan induk usaha. “Pertanyaan itu [pendapatan] tidak mendasar ya, karena bisa dilihat kami berupaya terus meningkatkan infrastruktur dan juga SDM,” tegasnya.

Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Ellen Tangkudung mengatakan penaikan tarif wajar dilakukan operator. Namun operator sebaiknya siap—siap dituntut masyarakat jika dalam pelaksanaan pelayanan stagnan.

Meski layanan belum sepadan dengan tarif baru, Ellen masyarakat belum akan berganti ke moda transportasi lain. Barangkali benar adagium penumpang dibuat pasrah sambil menunggu pelayanan membaik. (tahir.saleh@bisnis.co.id/Berliana.E/Hendra Wibawa)

Terbit di Harian Bisnis Indonesia, Selasa, 2 Oktober 2012
Words: 807

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu