![]() |
KRL Commuter Line (By Portaltigaimage) |
Oleh M Tahir Saleh
PAGI—PAGI sekali, Agust sudah dibuat senewen lantaran tiket kereta rel listrik Commuter
Line yang biasa dia beli Rp6.000 untuk relasi Depok-Jakarta Kota naik menjadi
Rp8.000.
Mahasiswa Pascasarjana UI ini merasa belum
pantas tarif dinaikan awal Oktober ini tapi layanan sama saja.
Pemuda 29 tahun ini menilai dengan terbatasnya
gerbong dan ketepatan waktu yang masih molor membuat PT Kereta CommuterJabodetabek sebagai anak usaha dari PT Kereta Api Indonesia sebaiknya mesti
berbenah lebih dahulu sebelum langkah penaikan harga.
“Kaget juga saya tiket sudah naik jadi Rp8.000,”
katanya saat ditemui di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.
Karyawan swasta yang biasa naik Commuter dari
Stasiun Pondok Cina ke Stasiun Cikini ini bahkan berfikiran agar ke depan tarif
Commuter yang nonsubsidi ini idealnya naik, tapi KRL Ekonomi yang disubsidi
oleh pemerintah itu bisa dihilangkan, toh tidak semua orang miskin naik kereta
jenis itu dan subdisi diberikan dalam bentuk lain.
“Selama ini penumpang engga milih CL atau KRL Ekonomi, tapi siapa duluan dateng dan paling cepet sampai,” katanya.
Terpaksa dia merogoh dompet kembali.
“Yah saya pasrah aja, daripada naik bis, lebih
cepet naik kereta. Cuma aroma kapitalisnya kentel banget, manfaatin banget
soalnya kan Commuter satu-satunya provider,” kata warga Bekasi Timur itu sambil
berlalu.
Moderator KRLmania, komunitas pengguna kereta
rel listrik (KRL), Nurcahyo mengatakan
pada hari pertama penaikan tariff KRL Commuter Line tidak ada perubahan
layanan.
“Sejak pagi tadi layanan KRL Commter Line tidak
membaik, ada yang AC mati, kereta terlambat, juga kondisinya yang sangat dijejali
penumpang,” katanya.
Bila KCJ mau menaikkan tarif KRL, tuturnya,
seharusnya disertai dengan janji peningkatan standar pelayanan minimum (SPM).
“Mereka kalau kami tagih janji untuk standar
pelayanan,tidak pernah mau.”
Firdaus
Cahyadi,
Koordinator Working Group Kaukus Lingkungan Hidup Jakarta, menilai biaya
transportasi masyarakat akan meningkat setelah tarif KRL Commuter Line naik
Rp2.000 untuk semua relasi.
“Kenaikan tarif KRL Commuter Line ini akan
menambah besar potensi kemacetan lalu lintas karena sebagian pengguna KRL akan
berpindah ke kendaraan pribadi, ”ungkapnya.
Sebetulnya penaikan tarif Commuter sebesar
Rp2.000 yang berlaku untuk seluruh relasi itu sudah disosialisasikan oleh
Kereta Commuter Jabodetabek sebagai operator setidaknya dalam 3 bulan terakhir.
Namun nyatanya banyak penumpang tak semuanya mafhum dan membaca pengumuman yang
ditempel melalui spanduk besar di setiap stasiun itu.
Kereta
Wanita
Selain penaikan tarif, per 1 Oktober ini, Kereta
Commuter Jabodetabek juga merilis kereta Rangkaian Khusus Wanita, kereta
delapan gerbong penumpang yang dikhususkan bagi penumpang wanita mulai 1
Oktober.
Sekretaris Perusahaan Kereta Commuter
Jabodetabek Makmur Syaheran berkilah
kenaikan itu sudah disampaikan jauh-jauh hari dengan alasan peningkatan layanan
kepada masyarakat.
Bahkan pihaknya juga sudah melakukan konferensi
pers terkait dengan kebijakan itu. Makmur menekankan perlu dibedakan antara
Commuter Line yang merupakan nonsubdisi dengan KRL Ekonomi yang disuntik
subdisi pemerintah.
KCJ merupakan operator tunggal KRL Commuter
Line. KCJ menjadi salah satu anak perusahaan PT KAI yang dibentuk sesuai dengan
Inpres No.5/2008 dan Surat Menneg BUMN tertanggal 12 Agustus 2008.
Tugasnya menyelenggarakan jasa angkutan kereta
api komuter dengan menggunakan sarana KRL di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
(Serpong) dan Bekasi (Jabotabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan
penumpang.
Makmur menegaskan penaikan tarif itu bertujuan
meningkatkan layanan. Selama ini pihaknya juga selalu berupaya meningkatkan
layanan itu, misalnya 4 tahun lalu jumlah gerbong yang dimiliki baru 386 unit
tetapi kini mendekati 700 unit.
“Ini kan upaya kami, jadi selama ini uang yang
kami dapat dari tiket Commuter Nonsubdisi yah tentu kembali untuk pelayanan,
penambahan gerbong, Kami juga sudah utang dari bank, tidak lagi andalkan
pemegang saham,” tegasnya.
Dia mengatakan tahun ini pihaknya juga menambah
90 gerbong. Pendanaannya, 30 gerbong masih disokong oleh pemegang saham,
sedangkan 60 gerbong menggunakan pinjaman perbankan dengan rerata harga satu
gerbong Rp1 miliar.
Dari jumlah gerbong tahun ini, 50 unit sudah
tiba, sementara 40 unit masih menunggu pengiriman dari Jepang. Tahun depan pihaknya
juga menargetkan menambah 100 gerbong tetapi belum ada informasi dari Jepang
atau negara lain sesuai dengan tender internasional.
Makmur bahkan mengklaim berdasarkan pantauan di
lapangan, penyelenggaraan angkutan selama setengah hari pada 1 Oktober itu
sudah berjalan lebih tertib dan lancar. Toh,
SDM di stasiun dan di atas kereta sudah ditambah dari 200 orang menjadi 1.400
orang dan terus akan ditambah, seluruhnya alih daya. “Kami komitmen untuk
naikan layanan,” katanya.
Meski demikian dia mengatakan kontribusi
penyelenggaraan Commuter yang nonsubdisi itu mampu memberikan kontribusi hingga
70% terhadap pendapatan induk usaha. “Pertanyaan itu [pendapatan] tidak
mendasar ya, karena bisa dilihat kami berupaya terus meningkatkan infrastruktur
dan juga SDM,” tegasnya.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi
Indonesia Ellen Tangkudung
mengatakan penaikan tarif wajar dilakukan operator. Namun operator sebaiknya
siap—siap dituntut masyarakat jika dalam pelaksanaan pelayanan stagnan.
Meski layanan belum sepadan dengan tarif baru,
Ellen masyarakat belum akan berganti ke moda transportasi lain. Barangkali
benar adagium penumpang dibuat pasrah sambil menunggu pelayanan membaik.
(tahir.saleh@bisnis.co.id/Berliana.E/Hendra Wibawa)
Terbit di
Harian Bisnis Indonesia, Selasa, 2 Oktober 2012
Words: 807
Words: 807
Tidak ada komentar:
Posting Komentar