The Shard, by telegraph.co.uk |
Ajang tahunan
Skyscraper Award menahbiskan The Shard sebagai gedung pencakar langit terindah
di dunia tahun lalu
Oleh M. Tahir Saleh
Wajah Wali Kota London Boris Johnson sumringah saat
membuka secara resmi The Shard, gedung tertinggi di Eropa, pada 1 Februari
tahun lalu. Dalam potret yang diunggah di situs resmi The Shard, Boris tampak
siap menggunting pita merah dengan gunting raksasa.
Gedung setinggi 306 meter dan 73 lantai itu
dimiliki oleh LBQ Limited—terdiri dari Qatar sebagai pemegang saham mayoritas
dan Sellar Property—dengan sokongan dana Qatar National Bank. “The Shard bakal
mengubah wajah kota, menarik bisnis baru, dan menciptakan ribuan lapangan kerja
pada tahun-tahun mendatang,” ujar Boris kala itu. The Shard dijadikan kantor,
apartemen mewah, restoran, dan Hotel Shangri-La. Dinding dan langit-langitnya
sebagian besar dari kaca, menawarkan pemandangan sejauh 40 mil ke seluruh
London.
Bulan Mei ini, The Shard dinobatkan sebagai gedung
pencakar langit terbaik dalam Skyscraper Award 2013 yang digelar oleh
perusahaan konstruksi global Emporis. Menara kaca di tepi selatan Sungai
Thames, Inggris, itu menyingkirkan DC Tower 1 (Austria) karya Dominique
Perrault Architecture. DC Tower yang tingginya mencapai 250 meter berada di
urutan kedua. Sheraton Huzhou Hot Spring Resort (China) setinggi 102 meter
hasil desain MAD Ltd. di urutan ketiga. Pemenang tahun 2012 adalah Absolute
World 1 (Kanada) setinggi 176 meter yang diarsiteki oleh MAD Ltd. dan Burka
Architects Inc. sementara Shard buah rancangan arsitek asal Italia, Renzo
Piano, melalui Renzo Piano Building Workshop.
Penghargaan ini menekankan desain estetika dan
fungsi bangunan. Uniknya, 95% bahan bangunan The Shard merupakan hasil daur
ulang, 20% bajanya juga hasil daur ulang. “Konstruksi The Shard begitu rumit,
karena itu diperlukan perencanaan inovatif yang menghasilkan gedung pencakar
langit yang diakui dan menjadi lambang baru London,” ujar juri dalam situs
resmi Emporis.
“Sebenarnya
tak mudah membangun gedung tinggi di kawasan yang memiliki nilai sejarah
seperti di London Bridge,” kata Ren Katili, arsitek Navia Dekalima Consultant,
pekan lalu. Menurut dia bentuk gedung yang lancip, ringan, dan transparan mampu
mereduksi wujud bangunan tertinggi di Eropa ini agar tidak terlihat terlalu
menonjol dan arogan—seperti layaknya bangunan highrise lainnya. “Itu sebagai bentuk penghargaannya kepada
lingkungan sekitar,” kata pengajar Universitas Bina Nusantara ini.
Bagi Ren, selubung kaca yang melingkupi bangunan
tersebut sangat tepat karena Shard berada di daerah empat musim. Konsep itu
membantu menyerap panas matahari sehingga dapat mereduksi penggunaan energi
untuk ‘kenyamanan thermal’. “Kalau
arsitek lain, karyanya sudah bisa
terlihat dari ciri khasnya. Contoh, Zaha Hadid atau Norman Foster. Kalau Renzo
tidak mudah terlihat. Itu karena karyanya selalu adaptif dengan lingkungan di
mana bangunan tersebut dibangun. Dia juga yang bikin Airport Kansai Jepang,”
katanya. “Susah sih [mencari kelemahan]. Saya pengagum Renzo.” □
by Guardian |
Profil si Lancip
dari London
Tinggi :
306 meter
Awal konstruksi :
Maret 2009
Resmi :
Juli 2012
Dibuka :
Februari 2013
Arsitek :
Renzo Piano
Lantai :
73
Pemodal :
Sellar Property Group dan Qatar Central Bank
by designboom |
Urutan Kedua: DC
Tower 1
Tinggi :
250 meter
Awal konstruksi :
2010
Selesai :
2013
Arsitek :
Dominique Perrault Architecture
Lantai :
60
by Starwoodhotels |
Urutan Ketiga:
Sheraton Huzhou
Tinggi :
102 meter
Selesai konstruksi :
Oktober 2013
Arsitek :
MAD Ltd.
Lantai :
27
Biaya :
U$1.500.000.000
Sumber: Emporis, The Shard
Terbit di majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, 2 Juni 2014