Sabtu, 18 Februari 2012

Rekening Efek

Antara Sarijaya, Rekening Efek & Kecemasan Broker
Oleh M Tahir Saleh Kholikul Alim  

WAJAH Hamdriyanto tepekur seperti bernostalgia dengan masa lalu. Dalam ingatannya masih menggurat kasus yang sempat menggegerkan pasar modal Indonesia; penyelewengan dana nasabah PT Sarijaya Permana Sekuritas 3 tahun silam.

Ketika kasus itu bergulir pada 2008--2009, pria ini sudah pindah dari Sarijaya dan bekerja di PT KresnaGraha Sekurindo Tbk pada 2006-2010 dan akhirnya dipercaya sebagai Dirut PT OSOSecurities saat ini.

Baginya, kasus penyelewengan dana nasabah Sarijaya Rp245 miliar oleh Komut Sarijaya Herman Ramli itu memang bukan kejahatan pertama di pasar modal, tetapi dampaknya cukup menggelandang persepsi masyarakat bahwa investasi di pasar modal belum aman.

“Jangan sampai seperti Sarijaya, duit nasabah dipakai. Rekening nasabah ketika itu belum dipisah. Saya optimistis soal pemisahan rekening nasabah. Ini kan lebih aman buat investor, dampaknya juga baik ke nasabah,” ujar Hamdriyanto yang pernah bekerja di Sarijaya sebagai senior manager itu.

Itu sebabnya dia mendukung kebijakan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang mewajibkan perusahaan efek anggota bursa membuka rekening dana atas nama masing-masing nasabah seperti diatur dalam Pasal 3 Huruf F Angka 1 Peraturan Bapepam-LK No.V.D.5.

Berdasarkan regulasi itu, apabila perusahaan efek atau broker tak memenuhi statuta itu pada tenggat 1 Februari 2012, hal ini akan menjadi faktor pengurang nilai modal kerja bersih disesuaikan (MKBD).

Sayang, penerapan ordinansi ini tak luput dari kekurangan, mulai dari broker hingga perbankan. Padahal, tenggat implementasi tinggal menghitung hari. Sejumlah pemangku kepentingan pasar modal juga tak banyak bersuara ketika ditanya soal implementasi itu.

Adapun, tiga SRO yakni PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan PT Kliring Penjamin Efek Indonesia, bersama dengan Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menggelar sosialisasi soal implementasi itu pada akhir pekan lalu.

Dirut KSEI Ananta Wiyogo dengan wajah datar langsung ngacir seusai acara. Wartawan yang mengejarnya gigit jari lantaran Ananta mengunci mulut rapat-rapat. Siangnya, Dirut BEI Ito Warsito lebih dahulu menjaga jarak. “Coba tanyakan ke Pak Ananta,” katanya.

Lain lagi dengan Direktur Pengawasan Transaksi BEI Uriep Budhi Prasetyo. Meski enggan membeberkan detail, Uriep mengatakan sejumlah solusi telah dihasilkan untuk dikaji oleh Bapepam-LK.

“Banyaklah problemnya. Ada di perusahaan efeknya, nasabahnya susah, bank pembayarnya, dan vendor. Semua kami review,” jelasnya.

Koordinator Komite Ketua Umum APEI Lily Widjaja angkat bicara. Sempat berdalih sakit tenggorokan, dia menyebut salah satu masalah yang masih harus diselesaikan adalah mengenai sistem administrasi rekening yang sudah terpisah. Namun, pihaknya optimistis ihwal itu akan dibereskan pada pekan ini.

“Semua perusahaan efek sudah berkomitmen menyelesaikan masalah sistem itu pada minggu depan [pekan ini]. Kami mengusulkan beberapa solusi. Namun, hal itu tidak tepat saya kemukakan, karena akan dibahas oleh Bapepam-LK dahulu dan belum tentu disetujui,” kilahnya.

Sebelumnya, Lily mengatakan pihaknya mengajukan solusi agar dana yang belum dibuatkan rekening dimasukkan terlebih dahulu ke bank pembayar jika tenggat terlewati.

Solusi tersebut, kata Lily, bisa memundurkan tenggat pemisahan rekening selama 14 hari, dari awal Februari menjadi pertengahan Februari. Dari sisi kesiapan broker, Lily yang juga Dirut Merril Lynch Indonesia, enggan membeberkan data pasti. Yang jelas, dia hanya menyebutkan jumlah rekening efek yang sudah dipisahkan pekan lalu melampaui 20.000 rekening.

Sekretaris Jenderal APEI Rudy Utomo menyebutkan hingga 19 Januari 2012, jumlah rekening nasabah yang dipisahkan dari rekening broker baru 15%. “Tetapi kan pasti ada perkembangan. Saya tidak update. Itu datanya ada di KSEI,” jelasnya.

Namun, bagi Bapepam-LK kebijakan itu tetap jalan sesuai dengan niat regulator menciptakan pasar modal yang sehat. Toh sosialisasi sudah dilakukan
sebelumnya.

“Perlakuan ketentuan soal MKBD dan pemisahan dana nasabah tetap sesuai dengan peraturan. Kami sedang membahas hal-hak teknis dengan APEI, terkait dengan persiapan peraturan tersebut,” kata Ketua Bapepam-LK Nurhaida.

Kesiapan bank Seperti Uriep, Lily juga mengatakan kendala yang perlu disoroti terjadi pada pihak bank dan sosialisasi bagi nasabah yang belum optimal.

Begitu pula bagi Hamdriyanto yang memiliki sedikitnya 1.000 nasabah di OSO Securities tentu butuh waktu agar seluruh nasabah dibuatkan rekening terpisah mengingat ada prosedur standar yang kembali dijalankan bank. “Bisa saja, ada data yang kurang, atau hal teknis lainnya.

Namun, bagaimana dengan misalnya BNI Securities yang punya nasabah lebih dari 30.000 nasabah. Tentu mereka butuh waktu, tetapi kami optimistis,” katanya.

Tribuana Tunggadewi, Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), mengatakan kelebihan BNI dalam pelayanan pemisahan dana rekening investor adalah kemampuan membuka rekening secara kolektif dengan kapasitas sekitar 3.000 rekening per hari.

“Kami sebagai bank pembayar yang ditunjuk sejak 2010 saat ini sudah bisa melayani pemisahan rekening investor. Kami juga mengembangkan online web application yang memungkinkan akses via Internet untuk melihat status laporan pembukaan rekening yang gagal atau sukses,” kata Tribuana.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA)--sebagai salah satu bank pembayar dan bank yang ditunjuk sebagai pengelola rekening dana terpisah--juga mengakui siap. Pasalnya, bank itu telah mempersiapkan sistem dan infrastruktur sejak menerima request for proposal dari KSEI pada Oktober 2010.

Selain BCA, empat bank pembayar lain adalah PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, dan PT Bank Permata Tbk.

“Sejak ditandatangani perjanjian kerja sama pemisahan dana investor dengan KSEI pada 3 Maret 2011, kami sudah melakukan persiapan infrastruktur, prosedur, sistem informasi, simplifi kasi proses pembukaan rekening, dan design formulir khusus,” kata Sekretaris Perusahaan BCA Inge Setiawati melalui surat elektronik.

Inge mengatakan saat ini terdapat 100 perusahaan efek yang menjadi nasabah BCA dan lebih dari 60 perusahaan efek menandatangani perjanjian rekening terpisah. Menurutnya, pembukaan rekening investor memang melibatkan sistem dari broker, bank, dan SRO.

“Kami terus menambah SDM serta mengembangkan sistem pendukung untuk kelancaran pembukaan rekening investor yang diajukan. Hingga saat ini, kapasitas yang disiapkan mencapai 3000 [ralat dari tertulis sebelumnya 300 rekening] rekening per hari,” kata Inge.

Bahkan, BCA mengadakan reward program bulanan bagi broker yang membuka rekening terbanyak setiap bulan dan menyediakan hotline khusus bagi sekuritas guna penanganan rekening investor.

Tentu ini baru dari BCA yang memang dikenal punya sistem mumpuni. Akan tetapi, jika mengingat pernyataan Lily beberapa hari sebelumnya di Gedung Bapepam-LK barangkali terbersit pesimistis soal penerapan ini.

Lily yang datang bersama jajaran pengurus APEI curhat soal kekhawatirkan sebagian besar broker yang belum memenuhi kewajiban ini.

“Jika impelentasi dipaksakan dikhawatirkan hasilnya tidak akan sempurna dan hanya akan bisa jalan 50%,” begitu katanya.

Broker pun selama ini berupaya menggenjot sosialisasi kepada investor, tetapi masalah yang terjadi terkadang nasabah menganggap remeh akibat belum paham esensi kebijakan tersebut.

Padahal, lambatnya pertumbuhan nasabah pasar modal juga akibat persepsi pasar modal penuh dengan kejahatan, seperti kasus PT Optima Kharya Capital Management dan kasus Sarijaya yang terjadi 3 tahun silam itu.

Kasus-kasus kejahatan juga ikut andil memupus niat investor, sehingga diharapkan kebijakan regulator tersebut bisa me numbuhkembangkan pasar modal yang sehat. (tahir.saleh@bisnis.co.id/redaksi@bisnis.co.id)

Tulisan ini terbit di Harian Bisnis Indonesia, edisi Kamis, 26 Januari 2012
words: 1.074
foto: jpnn.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu