Antara Sarijaya, Rekening Efek & Kecemasan Broker
Oleh M Tahir Saleh & Kholikul Alim
Oleh M Tahir Saleh & Kholikul Alim
WAJAH Hamdriyanto
tepekur seperti bernostalgia dengan masa lalu. Dalam ingatannya masih menggurat
kasus yang sempat menggegerkan pasar modal Indonesia; penyelewengan dana nasabah
PT Sarijaya Permana Sekuritas 3 tahun silam.
Ketika kasus itu bergulir
pada 2008--2009, pria ini sudah pindah dari Sarijaya dan bekerja di PT KresnaGraha Sekurindo Tbk pada 2006-2010 dan akhirnya dipercaya sebagai Dirut PT OSOSecurities saat ini.
Baginya, kasus
penyelewengan dana nasabah Sarijaya Rp245 miliar oleh Komut Sarijaya Herman
Ramli itu memang bukan kejahatan pertama di pasar modal, tetapi dampaknya cukup
menggelandang persepsi masyarakat bahwa investasi di pasar modal belum aman.
“Jangan sampai seperti
Sarijaya, duit nasabah dipakai. Rekening nasabah ketika itu belum dipisah. Saya
optimistis soal pemisahan rekening nasabah. Ini kan lebih aman buat investor,
dampaknya juga baik ke nasabah,” ujar Hamdriyanto yang pernah bekerja di
Sarijaya sebagai senior manager itu.
Itu sebabnya dia
mendukung kebijakan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
yang mewajibkan perusahaan efek anggota bursa membuka rekening dana atas nama masing-masing
nasabah seperti diatur dalam Pasal 3 Huruf F Angka 1 Peraturan Bapepam-LK
No.V.D.5.
Berdasarkan regulasi
itu, apabila perusahaan efek atau broker tak memenuhi statuta itu pada tenggat 1
Februari 2012, hal ini akan menjadi faktor pengurang nilai modal kerja bersih
disesuaikan (MKBD).
Sayang, penerapan
ordinansi ini tak luput dari kekurangan, mulai dari broker hingga perbankan. Padahal,
tenggat implementasi tinggal menghitung hari. Sejumlah pemangku kepentingan pasar
modal juga tak banyak bersuara ketika ditanya soal implementasi itu.
Adapun, tiga SRO yakni
PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan
PT Kliring Penjamin Efek Indonesia, bersama dengan Asosiasi Perusahaan Efek
Indonesia (APEI) menggelar sosialisasi soal implementasi itu pada akhir pekan lalu.
Dirut KSEI Ananta Wiyogo
dengan wajah datar langsung ngacir seusai acara. Wartawan yang mengejarnya
gigit jari lantaran Ananta mengunci mulut rapat-rapat. Siangnya, Dirut BEI Ito
Warsito lebih dahulu menjaga jarak. “Coba tanyakan ke Pak Ananta,” katanya.
Lain lagi dengan
Direktur Pengawasan Transaksi BEI Uriep Budhi Prasetyo. Meski enggan membeberkan
detail, Uriep mengatakan sejumlah solusi telah dihasilkan untuk dikaji oleh Bapepam-LK.
“Banyaklah problemnya.
Ada di perusahaan efeknya, nasabahnya susah, bank pembayarnya, dan vendor.
Semua kami review,” jelasnya.
Koordinator Komite Ketua
Umum APEI Lily Widjaja angkat bicara. Sempat berdalih sakit tenggorokan, dia
menyebut salah satu masalah yang masih harus diselesaikan adalah mengenai sistem
administrasi rekening yang sudah terpisah. Namun, pihaknya optimistis ihwal itu
akan dibereskan pada pekan ini.
“Semua perusahaan efek
sudah berkomitmen menyelesaikan masalah sistem itu pada minggu depan [pekan
ini]. Kami mengusulkan beberapa solusi. Namun, hal itu tidak tepat saya kemukakan,
karena akan dibahas oleh Bapepam-LK dahulu dan belum tentu disetujui,”
kilahnya.
Sebelumnya, Lily
mengatakan pihaknya mengajukan solusi agar dana yang belum dibuatkan rekening
dimasukkan terlebih dahulu ke bank pembayar jika tenggat terlewati.
Solusi tersebut, kata
Lily, bisa memundurkan tenggat pemisahan rekening selama 14 hari, dari awal Februari
menjadi pertengahan Februari. Dari sisi kesiapan broker, Lily yang juga Dirut
Merril Lynch Indonesia, enggan membeberkan data pasti. Yang jelas, dia hanya menyebutkan
jumlah rekening efek yang sudah dipisahkan pekan lalu melampaui 20.000
rekening.
Sekretaris Jenderal APEI
Rudy Utomo menyebutkan hingga 19 Januari 2012, jumlah rekening nasabah yang
dipisahkan dari rekening broker baru 15%. “Tetapi kan pasti ada perkembangan.
Saya tidak update. Itu datanya ada di KSEI,” jelasnya.
Namun, bagi Bapepam-LK kebijakan
itu tetap jalan sesuai dengan niat regulator menciptakan pasar modal yang
sehat. Toh sosialisasi sudah dilakukan
sebelumnya.
“Perlakuan ketentuan
soal MKBD dan pemisahan dana nasabah tetap sesuai dengan peraturan. Kami sedang
membahas hal-hak teknis dengan APEI, terkait dengan persiapan peraturan
tersebut,” kata Ketua Bapepam-LK Nurhaida.
Kesiapan bank Seperti
Uriep, Lily juga mengatakan kendala yang perlu disoroti terjadi pada pihak bank
dan sosialisasi bagi nasabah yang belum optimal.
Begitu pula bagi
Hamdriyanto yang memiliki sedikitnya 1.000 nasabah di OSO Securities tentu butuh
waktu agar seluruh nasabah dibuatkan rekening terpisah mengingat ada prosedur
standar yang kembali dijalankan bank. “Bisa saja, ada data yang kurang, atau
hal teknis lainnya.
Namun, bagaimana dengan
misalnya BNI Securities yang punya nasabah lebih dari 30.000 nasabah. Tentu mereka
butuh waktu, tetapi kami optimistis,” katanya.
Tribuana Tunggadewi,
Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), mengatakan kelebihan
BNI dalam pelayanan pemisahan dana rekening investor adalah kemampuan membuka rekening
secara kolektif dengan kapasitas sekitar 3.000 rekening per hari.
“Kami sebagai bank
pembayar yang ditunjuk sejak 2010 saat ini sudah bisa melayani pemisahan rekening
investor. Kami juga mengembangkan online web application yang memungkinkan akses
via Internet untuk melihat status laporan pembukaan rekening yang gagal atau
sukses,” kata Tribuana.
PT Bank Central Asia Tbk
(BCA)--sebagai salah satu bank pembayar dan bank yang ditunjuk sebagai pengelola
rekening dana terpisah--juga mengakui siap. Pasalnya, bank itu telah mempersiapkan
sistem dan infrastruktur sejak menerima request for proposal dari KSEI pada Oktober
2010.
Selain BCA, empat bank pembayar
lain adalah PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara
Indonesia Tbk, dan PT Bank Permata Tbk.
“Sejak ditandatangani
perjanjian kerja sama pemisahan dana investor dengan KSEI pada 3 Maret 2011, kami
sudah melakukan persiapan infrastruktur, prosedur, sistem informasi, simplifi
kasi proses pembukaan rekening, dan design formulir khusus,” kata Sekretaris Perusahaan
BCA Inge Setiawati melalui surat elektronik.
Inge mengatakan saat ini
terdapat 100 perusahaan efek yang menjadi nasabah BCA dan lebih dari 60
perusahaan efek menandatangani perjanjian rekening terpisah. Menurutnya,
pembukaan rekening investor memang melibatkan sistem dari broker, bank, dan
SRO.
“Kami terus menambah SDM
serta mengembangkan sistem pendukung untuk kelancaran pembukaan rekening
investor yang diajukan. Hingga saat ini, kapasitas yang disiapkan mencapai 3000
[ralat dari tertulis sebelumnya 300 rekening] rekening per hari,” kata Inge.
Bahkan, BCA mengadakan
reward program bulanan bagi broker yang membuka rekening terbanyak setiap bulan
dan menyediakan hotline khusus bagi sekuritas guna penanganan rekening
investor.
Tentu ini baru dari BCA
yang memang dikenal punya sistem mumpuni. Akan tetapi, jika mengingat pernyataan
Lily beberapa hari sebelumnya di Gedung Bapepam-LK barangkali terbersit
pesimistis soal penerapan ini.
Lily yang datang bersama
jajaran pengurus APEI curhat soal kekhawatirkan sebagian besar broker yang
belum memenuhi kewajiban ini.
“Jika impelentasi dipaksakan
dikhawatirkan hasilnya tidak akan sempurna dan hanya akan bisa jalan 50%,”
begitu katanya.
Broker pun selama ini
berupaya menggenjot sosialisasi kepada investor, tetapi masalah yang terjadi terkadang
nasabah menganggap remeh akibat belum paham esensi kebijakan tersebut.
Padahal, lambatnya
pertumbuhan nasabah pasar modal juga akibat persepsi pasar modal penuh dengan
kejahatan, seperti kasus PT Optima Kharya Capital Management dan kasus Sarijaya
yang terjadi 3 tahun silam itu.
Kasus-kasus kejahatan
juga ikut andil memupus niat investor, sehingga diharapkan kebijakan regulator tersebut
bisa me numbuhkembangkan pasar modal yang sehat. (tahir.saleh@bisnis.co.id/redaksi@bisnis.co.id)
Tulisan ini terbit di Harian Bisnis Indonesia, edisi Kamis, 26 Januari 2012
words: 1.074
foto: jpnn.com
foto: jpnn.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar