Senin, 24 Maret 2008

bedahpilem, dah lama banget ni pilem

CHAVITAaa !!!

analisis pilem innocent voices, by taher heringuhir

Pilem ini nyeritain tentang bagaimana sebuah keluarga mencoba bertahan hidup dalam situasi perang antara Pemerintah melawan Pasukan Geilyawan di Negara Argentina. Sang ayah meninggalkan keluarga ini untuk pergi berperang ke Amerika. Maka tinggalah si ibu (Kella, namanya) dengan tiga anaknya yang masih kecil: Chava (tokoh utama dalam pilem ini) dan dua adiknya, Rosita dan Ricardo .Dalam situasi yang demikian genting ini, perkembangan anak-anak entu perlu dipertanyain. Apakah dalam usia demikian akan mampu memenuhi tugas-tugas perkembangan yang seharusnya dialami, ataukah ketiga anak entu khususnya Chava) nantinya akan mengalami kehambatan perkembangan baik aspek kognitif, afektif, maupun konasi (paham kan ni istilah, hehe)?

Chava ( 11 tahun ) - dalam Teori Kognitifnya Jean Piaget, dikatakan bahwa 11 tahun adalah gerbang menuju Fase Format Operasional, masa ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif (pikiran) untuk berpikir abstrak, logis, penuh inisiatif , dan hipotesis - adalah seorang anak lelaki yang tinggi rasa ingin tahunya. Ketika perang berkecamuk ibunya ga bekerja di rumah sehingga ia menyuruh Chava menjadi kepala keluarga (tu bocah amat termotivasi dalam hal ini). Inisiatifnya melindungi adik-adiknya di bawah kasur untuk menghindari tembakan para tentara pada saat rumah mereka menjadi “sasaran” tembakan menyelamatkan kedua adiknya dan di sini terjadi suatu adegan yang menarik terjadi, yakni adanya proses imitasi yang dilakukan oleh kedua adiknya. Chava mencoreng wajahnya dengan lipstik kemudian ditiru oleh keduanya. Nah kalo dihubungkan ama Albert Bandura dalam Teori Sosial-belajar menyebutkan istilah “belajar tanpa mencoba” ini dilakukan semata-mata dari hasil melakukan pengamatan. Peristiwa ini mengikut sertakan adanya unsur kognitif saat melakukan pengamatan, yaitu adanya proses di dalam yang mewakili objek-objek nyata di luar (eksternal)yang diamati oleh alat inderanya.

Pentingnya proses peniruan dalam adegan singkat tadi di mana ditunjukan oleh Opa Bandura, memberi tanda bahwa apa pun yang dilakukan oleh Chava berpeluang diikuti oleh kedua adiknya. Adegan imitasi lainnya ketika Chava berusaha mengemudikan mobil sambil berlari sambil melihat mobil bus yang dikemudikan oleh supir tua (supir yang mengajak Chava bekerja dengannya) dan ketika meniru memainkan alat musik untuk menarik perhatian teman wanitanya.

Hubungan emosional keluarga ini terjalin dengan baik dan harmonis, antara Chava dengan ibunya Kella, demikian pula adik-adiknya. Chava dalam tahapan teori Psikososial Erik H. Eriksson, mengalami Masa GentaL Lokomotor : Chava dihadapkan pada lingkungan sosial yang lebih luas, dalam dirinya mulai tumbuh “kepribadian”, ia mulai mengetahui kemampuannya dan dapat berkhayal mengenai apa yang akan dilakukannya (initiative). Akan tetapi rencana-rencana yang akan dilakukannya tidak selamanya berkenan bagi orang dewasa- dalam hal ini ibunya – hingga dalam dirinya timbul perasaan bersalah (guilt). Ini divisualisasikan dengan brilian ama si sutradara tatkala tu bocah mutusin gabung sama pasukan gerilyawan.

Antonio- salah seorang teman dekat Chava di sekolah, usianya sudah tepat untuk direkrut menjadi tentara Pemerintah, dilatih untuk melawan para Gerilyawan- adalah seorang yang rendah diri (inferiority) dan penakut. Tapi dalam perkembangannya, setelah bergabung dengan lingkungan sosial yang berbeda, selanjutnya keprbadiannya berubah 180 derajat. Tu anak ngerasa dirinya bermanfaat dan ga ada lagi rasa takut. Nah ini menandakan bahwa ketika seorang anak diperlakukan sesuai dengan masa perkembangannya maka akan timbul perasaan percaya diri (dalam istilah Opa Eriksson) disebut trust ), sebalinya maka dalam diri anak itu akan tertanam sifat mistrust (ketidakpercayaan diri).

Mengenai apa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam Teori Psikoseksual (pada kenyataanya teori ini banyak menimbulkan kontra) bahwa anak usia 7-11 tahun mengalami Masa Laten (aktifitas seksual dalam keadaan tenang, terpendam dan ga aktif, pada masa ini perkembangan terjadi di semua aspek , kognitif melalui pendidikan formal sekolah, sosial dan moral melalui hubungan dengan lingkungan, dan lain sebagainya) .Maka Chava berada pada akhir Masa Laten menuju gerbang Masa Genital (12- seterusnya: masa di mana aktifitasseksual mulai berkembang lagi, objek cinta bukan searah lagi (ego sentries) tapi udah dua arah (heteroseksual) ini keliatan pas Chava mulai kesemsem sama teman sebayanya (Maria) dan berlanjut hingga mereka melakukan adegan ciuman bibir (ga disensor bo!) yang didorong oleh alam bawah sadar mereka, aktifitas seksual kaya gini ga layak lagi terjadi di Indonesia.

Alam bawah sadar Chava juga muncul saat dia ngerasa sedih kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya, Keluarga dan kekasihnya. Teori Moral Kohlberg juga tergambar kala Chava melanggar Jam malam yang telah diterapkan oleh Pemerintah (Stadium II) untuk pergi di malam hari bersama sang kekasih sehingga ia mendapat hukuman dari ibunya, dia sadar bahwa ia telah melanggar batas-batas aturan yang ditetapkan oleh sosialnya.

Bagaimana perkembangan Chava selanjutnya saat eksodus ke Amerika ?

Keputusan bijak si ibu dengan mengirim anaknya ke Amerika sangatlah tepat.

Kalo masih bertahan dengan keadaan kaya gitu nantinya bukan hanya perkembangan anak –anaknya yang bakal terhambat tapi nyawa mereka jadi terancam. Si anak sangat berpotensi mengalami trauma, tau sendiri perjalanan usianya dipenuhi oleh peristiwa- peristiwa tragis. Menurut teori psikoanalisa (Freud), usia –usia awal pertumbuhan tu amat menentukan perkembangan anak selanjutnya maka pastinya si anak akan terhambat pas dewasa nanti. Tapi kalo mengacu pada psikososial (Eriksson) bahwa setiap usia “is urgent” maka si anak belum tentu akan terhambat perkembangannya. Mungkin aja di Amerika dia temuin suasana baru, lingkungan sosial yang beda banget en bakal bantu perkembangan tu anak ampe dewasa entar.

Banyak contoh yang menunjukan bahwa orang-orang yang mengalami peristiwa-peristiwa masa lalu , mampu bangkit dan termotivasi untuk terus “survive”. Dari sisi pengalaman, si anak udah ngalamin sesuatu yang seharusnya ga dialaminya sesuai dengan usianya. Dari pengalaman inilah nantinya anak akan menuju kematangan, mengatur dirinya menyesuaikan terhadap lingkungan dan selalu mempertahankan keseimbangan. Walaupun begitu ingatan-ingatan masa lalu tentang perang sedikitnya pasti berbekas, implikasinya ya si anak banyak merenung, melamun, diem en parahnya isolasi diri. Solusinya adalah ciptain kondisi sosial yang ngedukung perkembangan seluruh aspek kepribadian yang ada dan jangan hanya menitikberatkan pada satu aspek aja karena seluruh aspek ada hubungan dan saling mempengaruhi, terpadu dari hasil perkembangan yang dialamin. Kemudian si anak harusnya dapat kebutuhan psikis sesuai dengan usianya di mana masih ngebutuhin keselarasan hubungan antara ayah, ibu, dan adik-adiknya.

Ya, gimana pun pilem ini gue kupas lebih psikologis ye, jadi kalo dari sisi sinematografi, atau skenario gue ga punya otoritas kali ya. Hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu