Senin, 24 Maret 2008

Berzakat, Susah ya?


taherheringuhir

Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sekali lagi TERbesar di dunia, namun mengapa bangsa ini ini masih diselimuti krisis multi dimensi, dari mulai krisi ekonomi hingga menjalar ke krisis kepercayaan bahkan krisis moral. Sedemikian rumitkah persoalan bangsa ini sampai-sampai kita menjadi phobia lalu memproyeksikan diri dengan segala bentuk prilaku anarkis dan radikal.

Negeri dengan keindahan seribu bahasa, negeri di mana setiap tahun digelar lomba pembacaa kitab suci al-Qur’an secara nasional, negeri dengan keramahan yang sudah mendunia kini dianggap sebagai kreditor unggul, ngutang di sana sini demi rakyat. Berbagai usaha acap kali diformulasikan dalam rangka membangun segala bidang, terutama bidang ekonomi dan pada ghalibnya kiita tahu bahwa ternyata banyak sarjana ekonomi di Indonesia. Secara gamblang kita menyaksikan ekonomi yang carut marut kian terpuruk dalam lumpur, semakin jauh tertinggal dengan bangsa lain yang dahulunya menjadikan Indonesia sebagai salah satu “kiblat” perekonomian.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Orang mukmin yang lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah adalah orang mukmin yang kuat daripada orang mukmin yang lemah”. Sabda ini mengandung pelajaran bahwasanya umat Islam – yang terbesar di negeri ini – harus menjadi sumber daya manusia yang kuat dalam berbagai hal sehingga mampu menjadi pioneer dalam merekonstruksi bangsa yang terpuruk ini, kita tidak ingin umat Islam seakan mendukung dekontruksi bangsa menuju soft state (Negara lembek) seperti apa yng dilontarkan oleh Max Weber, seorang sosiolog. Nabi SAW kembali mengingatkan kita dalam sabdanya yang lain: “ kefakiran (kemiskinan) itu amat dekat dengan kekufuran (kemusrikan)” semakin mengajak kita menghindari bahkan menjadi oposisi memerangi kekufuran tentunya.

Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri menjadi pribadi yang menyandang nama Islam karena satu hal yang menjadi sumbangan brilian dari islam sendiri adalah ZAKAT – tentunya tidak ada dalam agama lain. Mungkin sebagian besar kita sering dan bahkan bosan dengan kata ini, namun pertanyaannya sudahlah anda tahu betapa sangat besar potensi yang dimiliki zakat dalam membangun ekomomi bangsa? Sebagian masyarakat – umat Islam sendiri pun – hanya tahu kewajiban membayar zakat setahun sekali itu pun dalam moment bulan ramadhan, yakni zakat fithrah/jiwa.

Nyatanya ada beberapa jenis zakat selain zakat fithrah yakni zakat penghasilan, zakat rikaz (barang tambang), peternakan, perniagaan dan lain sebagainya. Terkait dengan ini maka keberadaan zakat begitu urgen-nya dan tak bisa dilepaskan begitu saja, serta perlu adanya manajemen zakat yang profesional dan tentunya ditangani oleh mukmin-mukmin yang tawaddu. Bayangkan apabila pada zakat profesi/penghasilan seluruh masyarakat Jakarta saja yang berpenghasilan sampai pada nishab (85 gram emas, kurang lebih gaji di atas 1,5 juta rupiah) membayar zakat mereka sebanyak 2,5 % dari gajinya maka rumah-rumah gubuk di sepanjang rel kereta Stasuin Senen, Klender, dan Jatinegara mungkin sudah menghilang dari peredaran ibukota. Namun jangan dipahami bahwa zakat diberikan layaknya seorang anak diberikan uang seribu perak dari sang ayah tetapi zakat sesungguhnya adalah memberi kemandirian layaknya memberikan kail pada orang yang sedang memancing bukan ikan yang diberikan.

Kemudian menganai pengelolaan zakat telah hadir beberapa lembaga zakat yang tersebar di Indonesia, yang populer diantaranya BAZNAS (dibentuk Pemerintah RI), dompet dhuafa Republika (kini bergabung dengan BAZNAS), PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat), BAZIS (milk PemDa DKI Jakarta), dan banyak lagi. Dengan keragaman ini bukan berarti masing-masing instansi ini saling memperebutkan muzakki – orang yang berzakat – tetapi mereka saling melengkapi dalam merangkul muzakki agar seluruh potensi zakat dapat disalurkan dengan baik ke mustahik.

Apa sih hikmah zakat – yang selalu digandengakan dengan kata infaq dan shodaqoh. Selain perwujudan dari keimanan kepada Allah SWT, mensucikan diri dan membuat ketenangan jiwa, zakat meminimalisir sikap kikir (sifat bakhil), materialistik, egostik yang akan menjauhkan manusia dari rahmat Allah SWT (sesuai dengan QS. 4;7). Zakat merupakan salah satu instrumen membangun pertumbuhan ekonomi jika dikelola dengan baik. Zakat juga secara substansi mendorong umat Islam untuk memiliki etos kerja dan usaha yang tinggi. Zakat juga merupakan salah satu sumber dana pembangunan dan prasarana yang harus dimilki imat Islam, serta banyak hikmah lainnya. Oleh karenanya apa yang menghambat umat Islam berzakat? Kok jadi susah berzakat ya?

Kesediaan dalam membayar zakat memang masih sedikit entah karena kurangnya pemahaman tentang zakat itu sendiri atau memang murni karena keengganan. Alangkah indahnya solidaritas ini dibangun sedini mungkin. Bila seluruh umat Islam mengerti, paham, dan melaksanakan kewajiban ini niscaya pemerataan itu bukan hanya sebuah utopia. Simak apa yang diucapkan oleh Roger garaudy ” zakat itu bukanlah suatu karitas, bukan suatu kebaikan hati pihak orang ynag memberikan, tetapi suatu bentuk keadilan internal yang terlembaga. Suatu yang diwajibkan sehingga dengan rasa solidaritas yang bersumber dari keimanan itu, orang dapat menaklukan egoisme dan kerakusan dirinya” (Abdul Wahid,1997)

Dengan zakat semoga bangsa ini mampu bangkit lagi membenahi perekonomian ditengah bencana yang tak henti-henti menerjang. Dan semoga kemiskinan dan kemelaratan terhapus dari bumi pertiwi ini. Amiin yaa Rabbal aalamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu