Senin, 17 November 2014

ARTIS VERSUS KONSULTAN FULUS

Ketika figur publik berseteru dengan perencana keuangan
Oleh M. Tahir Saleh

ARTIS dan presenter Ferdi Hasan tak pernah membayangkan jika keputusannya memakai jasa perencana keuangan atau financial planner berbuntut kerugian miliaran rupiah. Kasus yang melibatkan Ligwina Hananto selaku CEO Quantum Magna (QM Financial), lembaga perencanaan keuangan yang dipercayai Ferdi, itu kini sudah masuk ranah hukum.

Ligwina, by Viva
Inti cerita, Ferdi merasa rekomendasi dan perencanaan keuangan yang diberikan Ligwina justru menyebabkan dirinya merugi lantaran paket investasi yang disarankan ternyata ‘bodong’. Di sisi lain, Ligwina pun membantah semua tudingan. “Semua kelebihan dan kekurangan produk, termasuk kelebihan dan kekurangan data perlu dijabarkan. Juga risiko terburuk seperti penipuan atau kelalaian pengelola. Selama ini praktek pendampingan QM selalu mengedepankan plus-minus produk dan worst case scenario,” katanya dalam pesan singkat, pekan lalu.

Mike Rini, by Viva
Pendiri lembaga perencana keuangan MRE Financial & Business Advisory Mike Rini Sutikno juga memiliki klien yang berasal dari kalangan artis. Namun, sejauh ini tak pernah ada masalah. Menurutnya, ada dua hal prinsipil yang patut dipegang sebelum mulai mengatur investasi, yakni menganalisis tujuan dan kondisi keuangan saat ini. "Saran investasi biasanya sebatas produk instrumen keuangan yang punya regulasi kuat, misalnya produk-produk pasar modal, bank, dan lembaga keuangan nonbank seperti saham, reksa dana, deposito, obligasi, dan asuransi," ujar Mike.

Di samping itu, antara perencana keuangan, penasehat investasi, dan manajer investasi terdapat perbedaan signifikan. Terutama dalam gelar atau ujian yang diberikan. “Gelar kami Certified Financial Planner (CFP) atau Chartered Financial Consultant (ChFC). Lokalnya Registered Financial Planner. Namun, manajer investasi dan broker saham butuh ujian dari Otoritas Jasa Keuangan.”

Mike tak mau menyalahkan pihak tertentu dalam kasus seteru artis dengan perencana keuangan. Hanya saja perlu ditekankan bahwa kemampuan seseorang dengan gelar CFP berarti sudah memiliki kompetensi dalam menganalisa instrumen keuangan. “Ini dalam konteks investasi, kalau trading beda lagi. Trading punya kompetensi ahli yang khusus, bukan kompetensi perencana keuangan. Lisensinya beda kalau trading atau broker,” kata penulis buku Mewujudkan Rumah Idaman dan 120 Solusi Mengelola Keuangan Pribadi ini.

Investor pemula, lanjutnya, perlu menganalisis profil risiko diri sendiri. Tidak semua orang punya kemampuan tersebut sehingga imbasnya keputusan investasi kerap disetir oleh emosi. “Maunya investasi, tapi enggak mau analisis diri. Merasa kalau sudah bayar orang, urusan selesai. Harus disadari perlu ada analisis tujuan,” ujar Mike. Profil risiko pun harus dipertimbangkan, misalnya usia muda dan tua berbeda. Horison investasi usia tua lebih pendek. Makin senior, makin hati-hati dan jangka pendek karena memerlukan fixed income daripada pertumbuhan dana. Selain itu, tidak semua produk investasi dilakukan dengan dana murah.

Artis yang kini putar haluan menjadi perencana keuangan, Adrian Maulana menilai profesi financial planner di Indonesia masuk ranah abu-abu sehingga aturan hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun belum jelas. “Karena menurut OJK hanya profesi manajer investasi sajalah yang boleh mengelola uang.”

Itu sebabnya, dia menggarisbawahi, para financial planner sebaiknya tidak berafiliasi dengan perusahaan investasi tertentu agar menjaga independensi atas saran yang diberikan. Mereka juga tidak boleh mengelola uang dari nasabah dan tidak mendapatkan fee dari instrumen investasi yang dipilih nasabah. Mereka dibayar untuk menyusun rencana keuangan baik sebagian maupun menyeluruh. Perencanaan tidak terbatas investasi, tapi bisa juga mencakup hal penting lain—misalnya utang-piutang, persiapan dana darurat, pajak, asuransi, dan warisan. “Rekomendasi atau saran maksudnya adalah sama. financial planner sebatas memberikan saran,” kata Adrian.

Untuk meningkatkan ilmu dan kompetensi, mantan Abang Jakarta 1997 ini malah sudah mengambil kursus perencana keuangan International Association of Registered Financial Consultants (IARFC) dan menjadi salah seorang pengajar. Bahkan, Adrian sudah memegang lisensi OJK sebagai manajer investasi. “Saya ikut tes dan lulus seleksi tertulis serta interview pada awal 2011. Saya juga membantu beberapa orang untuk membuat perencaan keuangan pribadi mereka,” kata presenter, model, pemain film, bintang sinetron, dan peragawan ini.

Di luar kasus dugaan penipuan yang perlu dibuktikan, regulasi financial planner memang masih samar. OJK sendiri sempat galau soal kasus ini. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan mereka masih mengkaji kegiatan perencana keuangan, samakah dengan penasihat investasi atau tidak. Rekomendasi investasi dari FP itu masuk wilayah penasehat investasi atau tidak. “Kalau sama, mereka harus dapat izin dari OJK,” ujar Nurhaida kepada pers. Keputusan final akhirnya menegaskan bahwa perencana keuangan dilarang bertindak sebagai manajer investasi. Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S. Soetiono mengatakan, untuk bisa menjadi manajer investasi, seseorang atau institusi harus memenuhi persyaratan yang diminta OJK.

Selain itu, dalam memberi rekomendasi kepada klien financial planner wajib menjelaskan manfaat, biaya, dan risiko terhadap produk dan layanan di sektor jasa keuangan. “Kami mewajibkan perencana keuangan menginformasikan otoritas pengawas atas produk dan layanan yang direkomendasikan," kata Kusumaningtuti dalam siaran pers OJK pada 17 April lalu. Supaya kasus serupa seperti Ferdi Hasan tak berulang, OJK mendorong perencana keuangan menegakkan kode etik dan melaksanakan tata kelola yang baik, termasuk analisis yang didukung riset memadai saat merekomendasikan suatu produk atau layanan. □

Terbit di majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, 27 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu