Jumat, 14 November 2014

PESONA NEGERI PENYU

Batu yang mirip penyu di Kepayang, by tina-tinu wisata
Sebuah pulau di Belitung dijadikan basis penangkaran anak penyu dan konservasi terumbu karang. Lokasinya ditargetkan menjadi pusat wisata ekologi
 
Oleh M. Tahir Saleh

LAJU perahu motor kami mulai melambat. Sang juru kemudi lalu membuang sauh ketika sampan hampir sampai di bibir pantai. Perahu masih bergoyang-goyang, beberapa penumpang siap menggulung celananya. “Selamat datang di Pulau Kepayang," ujar Julian Aditya, pemandu wisata yang menemani kami sejak di Belitung. Penumpang kemudian bergegas turun menjejak pasir putih.

Di pantai, orang-orang menyambut kami bak tamu agung. Kami diwajibkan mencicipi ramuan daun sirih satu per satu. Semua ketakutan, ada yang diam-diam menyelinap kabur melewati para penyambut. Mereka yang tersisa mau tak mau ‘melahap’ ramuan yang terdiri dari daun sirih, pinang, kapur, gambir, dan sedikit tembakau itu. Rasanya agak pedas dan sepet. Residunya berupa ludah berwarna merah dan sisa-sisa serat dari buah pinang. Upacara kecil itu lazim dilakukan saat menyambut tamu sebagai rasa persahabatan, kehormatan, dan suka cita.
 
Inilah Pulau Kepayang, salah satu pulau incaran wisatawan selain Tanjung Tinggi yang terkenal lewat film Laskar Pelangi. Pulau seluas sekitar 14 hektare yang kami kunjungi pada 23 Agustus ini dijadikan lokasi penangkaran penyu sisik atau hawksbill sea turtle dan konservasi terumbu karang di Bangka Belitung. Kepayang yang dahulu dinamakan Pulau Babi, juga menjadi pulau terbesar di antara belasan gugusan pulau-pulau kecil eksotis di utara Belitung.

Untuk mencapai Kepayang, butuh 15-20 menit perjalanan dengan perahu dari pelabuhan Tanjung Kelayang, harga sewa perahunya sekitar Rp350.000-400.000. Lama perjalanan dari pusat kota Tanjung Pandan menuju pelabuhan sekitar 30 menit dengan bus carter. Di pulau ini berdiri Pusat Konservasi Penyu dan Terumbu Karang yang diresmikan pada 22 Juli 2010 oleh Bupati Belitung Darmansyah Husein. Pemerintah lalu memercayakan pengelolaannya kepada Kelompok Peduli Lingkungan Belitung (KPLB) yang dibentuk oleh aktivis lokal Budi Setiawan pada 1997.
 
Bersama Adit, by Imaji Tour
Di bagian belakang bangunan, pengunjung bisa melihat kolam penangkaran kura-kura laut. Aditya yang mengelola Wisata Belitung Imaji Tour mengatakan upaya penangkaran ditempuh guna menyelamatkan tukik atau anak penyu dari kepunahan. “Setahun dua kali bertelur dan sekali bertelur ada 1.000 anak penyu,” kata Adit menjelaskan. “Tapi dari 1.000 telur itu yang hidup sampai dewasa paling cuma dua ekor.”
 
Daya hidup tukik memang rendah karena reptil ini belum sanggup bertahan di alam liar sesaat setelah menetas. Biawak juga menjadi alasan terbesar mengapa populasi anak penyu menyusut—di samping ancaman manusia. Tukik belia pun belum mampu menyelam sehingga bisa dimangsa burung. Itulah sebabnya tim KPLB akan menggali telur-telur penyu, lalu dipindahkan ke tempat aman agar tidak dimakan biawak.
 
Setelah tukik dipindahkan ke kolam penangkaran, mereka diberi makan ikan-ikan kecil dan diperlakukan seperti di habitatnya. Bahkan pengunjung dilarang memotret dengan cahaya. “Penyu peka terhadap cahaya. Kalau ada flash, itu jadi patokan penyu saat dia di alam bebas. Dia bisa merasa terancam, lalu pergi dan baru akan kembali beberapa hari kemudian,” kata Ketua KPLB Budi Setiawan. Penyu berbeda dengan kura-kura yang tinggal di darat, meski sama-sama punya batok. Penyu ialah kura-kura laut dan hanya penyu betina yang sesekali ke daratan saat hendak bertelur di pantai. “Sebab itu tukik-tukik bisa dilepaskan kalau sudah berusia 3-5 bulan karena pada usia itu anak penyu sudah bisa hidup di alam mereka,” kata ayah tiga anak ini.
 
Tukik atau anak penyu, by Bahari7 Blog
Wisatawan juga ditawari melepas tukik ke laut. Cara pegangnya bukan digenggam, tapi tukik diletakkan di telapak tangan lalu tangan satunya menekan lembut batoknya dari atas. “Wah, dia gerak-gerak nih. Gimana nih, Pak,” kata Melanie, seorang rekan, kepada Budi ketika empat sirip tukik itu bergerak-gerak ingin melepaskan diri. Pengunjung juga bisa mengadopsi tukik dengan membayar Rp50.000 per ekor kepada pengelola.
 
Program penangkaran penyu ini bermula pada 2009. Melalui KPLB, Budi mengajukan proposal pengelolaan Pulau Kepayang kepada pemda. Ia bertekad menjadikan Kepayang sebagai pusat ekologi nasional. Awalnya ia resah karena dampak penambangan timah di Bangka, pulau tetangga Belitung, membuat lautnya keruh dan terumbu karang rusak. Memang ia sadari eksploitasi itu didorong kebutuhan ekonomi. “Itu sebabnya saya memilih konservasi alam dan mengombinasikannya dengan wisata sebagai strategi melindungi alam dan menggerakkan perekonomian penduduk lokal,” kata alumnus Sastra Jerman Universitas Padjadjaran ini.
 
Konsep pelestarian alam yang baik, menurut Budi, harus melibatkan warga dan mampu mendapatkan keuntungan ekonomi. Tanpa kedua hal itu, kegiatan konservasi berpotensi konflik dengan kebutuhan hidup warga. “Jadi warga kami libatkan, seperti tiga pelatih ini,” katanya sambil menunjuk tiga pemuda yang melatih kami bermain rebana. Dari sisi ekonomi, pulau ini pun dijadikan lokasi wisata ekologi dan edukasi lengkap dengan dive center, restoran, cottage, dan penginapan.
 
Dari atas mercusuar Pulau Lengkuas, by Blog Hi
Setelah cukup lama berupaya, perjuangan Budi dan kawan-kawannya mulai menuai hasil. Pulau itu kini dikenal sebagai lokasi pelestarian terumbu karang dan penangkaran penyu tingkat nasional dan internasional. Pencapaian tersebut membuat organisasi global memberi perhatian. Tidak ketinggalan perusahaan nasional, termasuk PT Mandiri Sekuritas, menggelar program tanggung jawab sosial (CSR) di Belitung. “Program lingkungan kami pilih karena memang cocok untuk Belitung yang sedang mengembangkan pariwisata alam. Kami baru mulai tahun ini untuk CSR di Kepayang,” kata Executive VP Corporate Communication Mandiri Sekuritas Febriati Nadira. “Kami punya tiga pilar CSR: pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Dan yang paling cocok di sini lingkungan,” katanya tanpa memerinci anggaran yang dikucurkan ke KPLB.

Pesona pulau ini membuatnya selalu ramai dikunjungi wisatawan. Pasir putih yang halus, ritual makan buah pinang, mencicipi kelapa muda sambil bersantai di pinggir pantai, mencoba kopi khas Belitung, snorkling di tengah laut, dan bersama-sama melepas tukik ke habitatnya. Semua itu mampu membuat pengunjung berencana datang kembali ke Kepayang. ⫐.
 
Terbit di majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, 08 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu