Direktur
Utama
Semen Indonesia ini membagi pengalamannya mengatasi pelbagai tekanan.
Hasilnya,
lahir
holding
BUMN semen yang diklaim menjadi perusahaan semen terbesar di Asia
Tenggara
Momen
perayaan yang digelar di kantor Semen
Padang
itu malah menjadi ajang demonstrasi penolakan direksi baru. Dwi yang
dimaksud tak lain adalah Dwi Soetjipto, direktur litbang yang
kemudian diangkat menjadi direktur utama melalui RUPSLB pada 12 Mei
tahun itu. Adapun Tresdi atau Tresdi Arma ialah direktur produksi
yang baru.
Kisruh
itu makin memanas. Semen
Padang
menolak menjadi anak usaha PT Semen Gresik Tbk. (kini bernama PT
Semen Indonesia Tbk.) dan meminta pemisahan diri. Sebagai perusahaan
semen tertua di Indonesia (didirikan pada 1910) melekat perasaan
‘lebih
tua’
dan enggan berada
di
bawah kendali
Semen
Gresik—perusahaan
semen yang diresmikan mendiang Presiden Soekarno pada Agustus 1957.
Kendati
diangkat sebagai orang nomor satu di BUMN itu, Dwi ibarat public
enemy
di Padang. Dia diboikot tak boleh masuk ke kantor. Bersama tim,
mereka terpaksa berkantor di Hotel Pangeran kamar 537, di pusat Kota
Padang untuk menjalankan perusahaan. Strateginya merangkul para
‘pendemo’ akhirnya berhasil
empat
bulan
kemudian.
Dia mampu membalikkan keadaan dan merengkuh kepercayaan karyawan,
meski sempat diremehkan. “Ini dirutnya penakut ya?” kritik
seorang komisaris yang heran karena setelah demo tiga bulan tak ada
yang dibawa ke polisi.
Kisah
ini menjadi salah satu epos dalam Road
to Semen Indonesia: Transformasi Korporasi Mengubah Konflik Menjadi
Kekuatan
yang ditulis oleh Dwi sendiri. Dia menuturkan pengalamannya hingga
memimpin perusahaan induk (holding)
semen BUMN,
yakni Semen Indonesia. Buku terbitan Kompas pada 2014 ini tebalnya
mencapai 318 halaman. Anda bisa membaca nukilan kisah tadi
pada bab
kedua.
Peluncuran
buku ini digelar di Balai Kartini, Jakarta, pada
4
Februari. Selain Dwi, hadir pula
sejumlah pembicara.
Antara
lain Menteri
Negara
BUMN Dahlan Iskan, Kepala BKPM Mahendra Siregar,
Direktur
Utama Thang
Long Cement Johan Samudra, Direktur
Utama
Bukit Asam Transpacifik Rudiantara, Direktur Pemasaran Semen Padang
Benni Wendry, dan Direktur Keuangan Semen Gresik Sunardi Prionomurti.
Di
depan hadirin, Dahlan memuji habis Dwi
yang dianggap
mampu menjalankan amanah dengan baik. Selain dikenal mahir bela diri
silat, jebolan Doctor
Strategic
Management
Universitas
Indonesia
ini ternyata
pandai ‘bermain silat’ dalam memimpin perusahaan. Maksudnya, dia
mampu menghindari segala tekanan saat berada di ‘kursi panas’.
Tekanan datang dari segala penjuru:
atasan, masyarakat, tokoh-tokoh, hingga politisi. Dengan kemampuannya
tersebut,
‘api’
yang
berkobar
selama membangun industri semen nasional bertaraf global akhirnya
padam.
Tiga
perusahaan semen yang kental dengan nuansa primordialisme—Semen
Padang, Semen Gresik, dan PT Semen Tonasa—akhirnya
bertransformasi
di bawah holding
Semen Indonesia. Mereka tumbuh sebagai BUMN multinasional dengan
mengakuisisi perusahaan semen Vietnam. “Inilah transformasi
korporasi fenomenal yang dilakukan oleh Dwi Soetjipto, Direktur
Utama
Semen Gresik yang kini menjadi Semen Indonesia,” kata Dahlan dalam
prakatanya.
Selain
alur cerita menarik, Dwi juga
mengutip
kisah kejatuhan dan kisah sukses CEO atau perusahaan sebagai
pelajaran bagi semua pucuk pimpinan—siapa
pun bisa belajar dari kegagalan dan keberhasilan. Cerita bangkrutnya
Kodak akibat tak ada inovasi (hal. 108);
kisah sukses transformasi IBM (hal.
150);
dan cerita Ingar Skaug, CEO Wilhelmsen,
perusahaan logistik terintegrasi terbesar di dunia (hal.
66)
bisa menjadi ibrah.
Buku ini pun dilengkapi daftar pustaka, galeri foto, dan indeks.
Teori-teori
manajemen yang biasa dipakai untuk menganalisis
sebelum mengambil keputusan juga menyempil dalam buku ini—meskipun
ini
terkesan
kaku dan tampak
seperti buku manajemen yang berat. Namun,
secara garis besar buku ini mengisahkan perjalanan Dwi
selama
memimpin BUMN semen—dari
Semen
Padang
hingga Semen Indonesia. Konflik dan tantangan kerap mewarnai
perjuangannya membawa BUMN semen menjadi world
class engineering company.
Ada
dua
jurus yang dia tekankan dalam memimpin perusahaan:
sinergi dan inovasi. Sinergi itu baik dilakukan dengan tim yang
dibentuk maupun dengan tim pendukung lain, sementara inovasi mutlak
ditempuh kalau tidak mau
‘mati’.
Seorang pemimpin tak bisa hanya sekadar duduk di kursi nyaman dan
hangat, tapi harus berani menanggung risiko atas jabatan yang
dipegang.
□
Oleh
M. Tahir Saleh
“BUNUH Tresdi. Bunuh Dwi,”
pekik sejumlah provokator yang menolak paket direksi baru PT Semen
Padang. Teriakan ini disambut dukungan para karyawan Semen Padang
usai mendengar pidato Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2003.
Terbit
di majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, 17
Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar