Senin, 17 November 2014

DICARI: LEADER MASA DEPAN

Ilustrasi, by Benzinga
Dalam 10 tahun ke depan, minimal diciptakan 1.200 calon pemimpin Indonesia yang bisa berkompetisi secara global. Memang masih kurang..

Oleh M. Tahir Saleh

HAMPIR seluruh perjalanan karier Hasnul Suhaimi berlangsung di sektor telekomunikasi. Setelah setahun bekerja di Schlumberger Indonesia, tahun 1983 Hasnul menjadi karyawan PT Indosat Tbk. dan saat meninggalkan perusahaan itu pada 2006, jabatannya adalah direktur utama. Sejak itu Hasnul menjabat sebagai Direktur Utama PT XL Axiata Tbk sampai saat ini.

Selama di Indosat, dia sempat mendapat penugasan mengelola Telkomsel dan IM3 serta mengambil program magister di University of Hawaii, Amerika. Dari pengalaman, Hasnul melihat tak ada perbedaan ketika berkantor dengan sesama orang Indonesia; tapi saat berkarier di perusahaan yang berisi orang asing, karyawan lokal cenderung kurang vokal.

Hasnul, by Kabar24
“Kalau ketemu dengan [karyawan] asing terasa kita kurang. Apa kurangnya? Kurang berani tampil,” katanya dua pekan lalu. “Secara teknik bagus, pengalaman bagus, tapi komunikasi kacau. Saya coba perhatikan, rupanya pola pendidikan juga berpengaruh.”

Sebetulnya isi yang dibicarakan oleh si pekerja lokal berbobot, tapi kurang sistematis penyampaiannya. Ujung-ujungnya langsung dipotong orang lain. “Karena itu saya pikir, kayaknya ada yang perlu diasah, pendidikan kita yang sudah bagus itu layaknya diamond, kurang dipoles,” ujarnya. Itulah yang mendasari Hasnul bersama tim menggagas program tanggung jawab sosial atau corporate social repsonsibility (CSR) XL Future Leaders sejak 2012. Prinsipnya bagaimana agar perusahaan nasional atau pemerintahan dipimpin oleh leader yang berkarakter, bukan sekadar hadir lantaran tak ada calon lain.

Apalagi dengan hadirnya ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) pada 2015 yang membuka keran persaingan global, sulit bagi generasi muda lokal untuk berkompetisi bila tak ada persiapan. “Bisa jadi perusahaan-perusahaan kita akan dipimpin orang luar. Saya enggak mau itu terjadi. Bukan berarti anti-asing, tapi kita harus punya kemampuan, berpikir jernih, dan punya visi,” kata Hasnul tegas.
***

XL Future Leaders bukan program mencari karyawan XL, tapi komitmen mendukung peningkatan dunia pendidikan dalam negeri dengan memfasilitasi talenta-talenta muda untuk diasah menjadi calon pemimpin masa depan, mampu berkompetisi secara internasional. Tak ada ikatan dinas dalam program yang memakai pengantar bahasa Inggris ini.

Pada Batch I terpilih 121 mahasiswa dari tujuh universitas, sementara angkatan kedua tahun lalu dipilih 135 mahasiswa dari 13 universitas. Batch 3 tahun ini, yang dibuka sejak 6 Mei-30 Juni mendatang, diharapkan menjaring 120-135 mahasiswa. “Rencana kami dalam 10 tahun ke depan, akan hadir minimal 1.200 calon pemimpin yang bakal benar-benar memimpin bangsa. Ini kami lakukan demi bangsa di masa depan,” tegas Hasnul saat peluncuran XL Future Leaders 3, pada 6 Mei.

Selama dua tahun, para peserta dididik pelatihan kepemimpinan yang fokus pada tiga kompetensi utama: komunikasi efektif, jiwa kewirausahaan dan inovasi, dan kemampuan mengelola perubahan.  Dalam laporan keuangannya tahun lalu, XL mengalokasikan dana CSR pendidikan Rp29 miliar untuk XL Future Leaders dan Komputer untuk Sekolah Interaktif. “Kalau dana Future Leaders cukup besar, sekitar Rp15 miliar,” kata Yudith S. Hartono, corporate communication bidang CSR XL.

Guna mendesain program ini, perseroan membuka tender internasional yang dimenangkan oleh Cognition Education, asal Selandia Baru. Mereka kemudian menerapkan kurikulum dengan menekankan soft skill atau kemampuan, bakat, dan keterampilan. Program dipersyaratkan bagi mahasiswa tingkat satu dan dua dengan IPK minimal 2,8. Ada tiga cara penyampaian, yakni kelas tatap muka lima kali dalam setahun, belajar online, dan partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan agar mengasah leadership dan empati sosial. “Tahun pertama mereka diwajibkan membuat proposal bisnis. Tahun kedua, proyek sosial,” jelas Cipto ‘Cippi’ Rustianto, dosen yang kini menjadi salah satu fasilitator program.

Ada ribuan pendaftar dengan kuota yang hanya sekitar 120 peserta tiap angkatan. Di Batch I, sekitar 5.000 orang gagal lolos seleksi dan 7.700 mahasiswa yang tak lulus di seleksi Batch 2. Namun, yang tidak lulus bisa mendaftar dan mengikuti delapan modul dalam E-Curriculum Class yang bisa diaksesgratis melalui situs resmi dengan hanya bermodalkan e-mail. “Tak ada syarat semester tertentu dan IPK di metode E-Curriculum. Metodenya online dengan sesi tatap muka akan ditentukan tempat dan waktunya,” jelas Vice President Corporate Communication XL Turina Farouk.

Banyak perubahan dirasakan para peserta dari latar belakang jurusan yang berbeda. Misalnya Nicola Putri Sasmita, mahasiswi ilmu gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) dan Fery Sandria, mahasiswa program studi Rusia Fakultas Ilmu Budaya UI. Keduanya dari Batch I yang bakal lulus September nanti.

”Saya memang suka ngomong, tapi kadang dinilai show off saja. Setelah saya ikut program, kualitas omongan jadi lebih bagus,” kata Nicola, gadis Betawi yang kini mulai membuka usaha rok batik. “Cita-cita saya bisa bikin klinik gizi,” kata dara kelahiran 8 Mei 1992 ini. Fery pun mengalami perubahan dalam berkomunikasi di publik dan bagaimana mengatur perubahan. “Tahun depan saya ingin kuliah di Moskow dan jangka panjangnya ingin menjadi akademisi,” kata pemuda kelahiran 20 Agustus 1992 tersebut. Ferry tipikal poliglotisme, menuturkan beberapa bahasa dengan mahir. Selain Inggris dan Rusia, Ferry tengah belajar bahasa Prancis dan Spanyol.

Selain XL Future Leaders, ada program yang digagas Kedutaan Besar Amerika di Indonesia bernama Program Kepemimpinan Pemuda Indonesia atau Indonesian Youth Leadership Program. Beasiswa nasional ini diberikan kepada 20-30 mahasiswa lokal tiap tahun. Peserta menghabiskan satu bulan di Amerika, mencari teman, berbagi budaya, dan belajar kepemimpinan serta pendidikan masyarakat. Saat ini sudah hampir 300 peserta yang berpartisipasi.

Tak hanya itu, masih ada program pelatihan kepemimpinan intensif yang lebih dahulu diprakarsai oleh PT McKinsey Indonesia sejak 2008. Program bernama Young Leaders for Indonesia (YLI) kini menjadi yayasan independen pada 2010 dan didukung oleh para pemimpin dan tokoh nasional.

Tercatat dua nama pendiri: Arief Budiman, Direktur Utama McKinsey Indonesia dan Phillia Wibowo, Direktur McKinsey Indonesia. Di jajaran pelindung dan anggota ada beberapa nama di antaranya mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, pengusaha Theodore P. Rachmat, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, dan Sandiaga Uno, co-founder Saratoga. YLI menggelar dua program setahun, yakni YLI National—melibatkan mahasiswa dari sekitar 30 universitas di Indonesia, Malaysia, dan Singapura—dan YLI Satellite. Program yang kedua berkonsep kerja sama dengan universitas untuk membawa konten materi ke kampus.

Dalam pembukaan The First Young Leaders Indonesia Annual Conference 2014 di Hotel Borobudur, Jakarta, pekan lalu, Wakil Presiden Boediono mengapresiasi inisiatif membentuk embrio generasi muda sebagaimana langkah YLI. Mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut menggarisbawahi bahwa defisit paling besar kini bukan hanya neraca pembayaran dan anggaran, melainkan negarawan. Keberhasilan perjuangan bangsa karena dipimpin oleh the best and the brightest dari anak bangsa. “Tanggung jawab generasi pengganti adalah pada generasi sekarang,” ujar Wapres Budiono. Sampai kini, YLI berhasil mengembangkan 330 calon pemimpin, beberapa sudah bekerja di pemerintahan, swasta, wirausaha, dan organisasi sosial.

“Arah program itu bukan hanya jadi chief executive officer [CEO], pengusaha, atau sosial, tapi menjadi leader yang baik, apa pun bentuknya,” kata Tyas Ajeng Nastiti, peserta YLI. Tyas kini pemilik produsen sepatu Klastik Footwear. Awalnya dia belum yakin ikut serta lantaran seluruhnya berbahasa Inggris, tetapi setelah bergabung ia mendapatkan banyak faedah terutama jaringan. “Alhamdulillah, saya juga dapat penghargaan Wirausaha Muda Mandiri 2012 kategori mahasiswa bidang usaha kreatif,” ujar alumnus desain komunikasi visual Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.

Namun dengan menjamurnya program kepemimpinan, baik XL Future Leaders maupun YLI, Direktur Program Master Management CSR Universitas Trisakti Maria R. Nindita Radyati menekankan dua hal penting guna memperkuat program itu. Pertama, memasukkan etika dalam kurikulum. “Etika kita makin parah, lihat di jalanan, orang serobot sana-sini kayak hukum rimba. Lihat televisi anak kecil membunuh,” katanya. “Program itu bagus sekali, memotivasi, tapi diperlukan etika untuk membangun karakter, apalagi kurikulum ‘kan dari Selandia Baru.” Kedua, perlu kolaborasi dengan universitas.

Saat ini belum banyak riset di kampus yang menggandeng perusahaan, padahal riset juga bermanfaat bagi perusahaan pendonor. Ia mencontohkan dana filantrofi di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dari alumni dan perusahaan melalui CSR mencapai US$450 juta pada 2010, sedangkan di Harvard University mencapai US$600 juta pada 2011. “CSR yang sukses itu enggak bisa sendiri, harus cari mitra.”

Wakil Menteri Pendidikan Musliar Kasim menyambut baik upaya XL—dan diharapkan juga diikuti oleh perusahaan lain. Langkah perusahaan selaras dengan kurikulum 2013 yang mulai diterapkan sejak Juni tahun lalu. Kurikulum baru mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter. Murid dituntut paham materi, aktif diskusi dan presentasi, disiplin, serta sopan. “Dulu kita belajar matematika, 10+10=20, kini semua diajarkan sikap. Andai kamu ketemu uang di jalan Rp5.000, kamu apakan uang itu? Kebayang enggak pelajaran matematika zaman dulu? Enggak ada itu,” kata mantan Rektor Universitas Andalas ini.

Hasnul berharap program yang dicetuskan itu juga bisa diadakan oleh perusahaan lain, dan jauh lebih baik untuk mendukung pendidikan serta menyiapkan CEO atau pemimpin masa depan. Dia pun memberi bonus program: CEO Challenge untuk menggantikan posisinya sebagai CEO XL selama seminggu. Kompetisi ini terbuka bagi mahasiswa usia 18-25 tahun dari semua program, baik diploma maupun strata satu, dan pendaftaran dibuka hingga Juni. Calon CEO akan aktif pada Desember mendatang dan mendapatkan semua fasilitas yang diperoleh Hasnul. “Seminggu dululah, baru setelah itu saya berharap ke depan ada yang gantikan saya di XL, ada yang bisa gantikan Pak Johnny Darmawan di Toyota, Pak Arwin Rasyid di CIMB Niaga, atau Pak Arief Yahya di Telkom.” □

Terbit di majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, 19 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu