Sabtu, 15 November 2014

BUKU: MENCURI HATI PELANGGAN

Buku ini menjawab pertanyaan mengapa ada perusahaan yang bisa menjual tiga kali lebih mahal, tapi justru menjadi rebutan pelanggan

Oleh M. Tahir Saleh

Hendrik Ronald memulai bukunya dengan cerita pengunduran dirinya sebagai manajer di bridal terbesar di Indonesia. Dia lalu kembali ke Pekanbaru untuk mengurus sebuah hotel tua berumur 25 tahun. Jauh sebelumnya, dia ingat pernah memukul kecoak dengan tangan karena saking banyaknya serangga di hotel uzur itu.

Tugasnya berat lantaran status tanah hotel juga bukan milik sendiri. Namun lima tahun kemudian, tekadnya ketika memimpin rapat perdana hotel itu menjadi kenyataan. Mereka meninggalkan hotel lama dan pindah ke hotel bintang tiga yang baru dengan suasana garden nan manis. Dalam dunia bisnis, katanya, ada dua tipe manajer: autocratic yang mementingkan hasil dan democratic yang mementingkan hubungan antarmanusia. “Dulu saya tipe autocratic. Saya tak peduli. Bila harus teriak, ya teriak, yang penting kerjaan selesai. Namun, hasil yang diinginkan ternyata tak datang dengan sendirinya,” tulis Hendrik.

Makin lama dia menyadari bahwa hanya lewat pendekatan manusialah hasil positif bisa datang. Dia pun belajar menjadi pengelola manusia yang baik. “Saya mulai membangun kultur dan hasil baik pun membanjiri. Kami punya 56 kamar di sana. Saat ramai kami bisa menolak sampai 200 kamar dalam sehari. Itu luar biasa karena biasanya menolak 20 kamar saja sudah hebat banget.”

Ternyata hal utama yang dia terapkan ialah bagaimana memberi pelayanan prima (service excellent) dan menjadi budaya. Hasil baik muncul bila kita lebih dulu melayani staf, atasan harus duluan melayani. Servis prima itu berdampak besar menguatkan bisnis—dan berpotensi menurunkan pamor pesaing. Itulah yang dituangkan dalam buku berjudul The Power of Service, Bagaimana Cara Menjual 3 Kali Lebih Mahal dan Pelanggan Justru Berebut terbitan Gramedia Pustaka Utama.

Layanan prima itu yang membedakan mengapa ada perusahaan obral harga malah ‘mati’ di pasaran. Sudah promo pontang-panting, tapi tak jua berhasil. Ada pula yang menjual dengan harga modal, tapi tetap saja sepi pembeli. Namun, ada bisnis yang memasarkan harga standar, bahkan tiga kali lipat lebih mahal, tapi justru menjadi rebutan pelanggan. Sebenarnya bagi pelanggan, faktornya bukan harga melainkan nilai atau value. “Pelanggan dengan senang hati akan membayar lebih asal mereka mendapat value yang sangat banyak. Value itu servis atau unsur manusia,” kata Hendrik.

Dalam buku setebal 309 halaman terbitan 2013 ini, Hendrik yang juga seorang certified firewalk & breakthrough instructor dari TDW Institute dan belajar dari pelatih ulung Tung Desem Waringin ini memaparkan lima bab: customer contact, service mindset, service design, service recovery, dan terbaik di dunia. Contoh-contoh dalam buku ini begitu sederhana, mudah dicerna, tapi menohok. Kekurangannya barangkali desain yang terlalu resmi dan kaku, ilustrasi yang hitam putih, serta ketiadaan indeks.

Pada bab customer contact, dia mencontohkan bagaimana seorang konsultan dipanggil membenahi perusahaan perkapalan dengan tingkat kesalahan supertinggi. Setelah dipelajari, dia mengusulkan mengubah nama panggilan karyawan, pekerja kasar yang biasa dipanggil “trucker” diubah menjadi “craftsman”, artinya kurang lebih orang yang punya keahlian tertentu. Hendrik heran mengapa banyak perusahaan melabeli karyawan baru dengan “trainee”, disuruh memakai baju putih, dan langsung diminta melayani tamu. Harapannya, kalau mereka membuat kesalahan tamu akan mahfum. “No! Kalau belum pantas, jangan disuruh menghadapi tamu. Tak perlu membuat mereka malu dan akhirnya menodai citra perusahaan,” kata pria yang belajar langsung dari Ron Kaufman, guru servis terbaik di dunia.

Contoh lain bagaimana seorang bapak dibuat malu karena membawa makanan sendiri untuk anaknya ketika makan di restoran. Si manajer restoran berpatokan pada standard operating procedure (SOP) yang justru seakan-akan menjadi alasan mengusir pelanggan. Jangan sampai ketidakmampuan dalam membuat SOP membuat pelanggan bak seorang kriminal. Banyak contoh riil, tapi dekat dengan keseharian yang menarik disimak: mulai dari perang harga, produk pamungkas, kesan pertama, hingga soal servis itu pilih kasih. Buku ini pun kaya dengan ilustrasi kartun satir yang menambah daya pikat dan membuat kita tak sadar senyum-senyum sendiri.

The Power of Service, Bagaimana Cara Menjual 3 Kali Lebih Mahal dan Pelanggan Justru Berebut, Oleh Hendrik Ronald, PT Gramedia Pustaka Utama, 2014

Terbit di majalah Bloomberg Businessweek Indonesia, 31 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Penayangan bulan lalu